Menjaga Durian Masa Depan dari Generasi ke Generasi
Selain didukung agroklimat yang baik, durian lokal di Kalimantan diselamatkan oleh adat tembawang. Nenek moyang masyarakat lokal terbiasa menanam buah-buahan, termasuk durian di suatu lokasi.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·5 menit baca
Keberadaan durian (Durio zibethinus) lokal berkualitas unggul di rimba Kalimantan tidak terlepas dari peran ikatan keluarga di wilayah adat yang merawatnya dari generasi ke generasi. Wilayah adat menjadi benteng pertahanan buah-buah lokal.
Iyan (38), pemilik durian Nek Date, duduk di pondok terbuat dari papan, beratap terpal di dekat pohon durian miliknya di Kecamatan Singkawang Timur, Kota Singkawang, Kalimantan Barat, Minggu (26/9/2022). Ia dan saudara-saudaranya tidur di hutan menunggu durian jatuh, kemudian dijual ke kota.
Durian Nek Date itu merupakan warisan dari orangtua. Durian itu ditanam tahun 1952 oleh Nek Bereng, saudaranya. Lokasi pohon durian itu ada di tembawang.
Tembawang adalah sebutan bagi hutan adat/wilayah adat yang secara historis pernah dijadikan ladang dan didiami penduduk khususnya masyarakat Dayak. Tembawang ada yang akhirnya menjadi milik keluarga ada pula dimiliki secara komunal oleh warga dalam suatu kampung. Kawasan tembawang tempat durian Nek Date tumbuh kini menjadi hutan karena dilestarikan dengan ditanami biodiversitas lalu diwariskan turun-temurun.
Durian Nek Date awalnya bernama durian si Kunyit karena isinya merah agak kekuningan. Dalam perkembangannya, durian itu diberi nama Nek Date, nama nenek moyang mereka yang juga tokoh pada masanya. Nama Nek Date dipilih agar nama leluhurnya tetap abadi.
Iyan mengatakan, karena warisan keluarga, tembawang berisi hutan durian itu dirawat hingga kini. Baginya, hutan dan durian yang tumbuh adalah amanah dari orangtua.
”Apalagi, durian penopang ekonomi setiap masa berbuah setahun sekali,” ujar Iyan.
Harga durian Nek Date Rp 30.000-Rp 70.000 per buah. Dengan harga sebesar itu, dalam semusim hasil panen dari durian bisa mencapai Rp 7 juta. Durian biasanya berbuah pada awal Desember. Namun, kini berubah musim menjadi pada Juli-Agustus hingga akhir September.
Pada 25 September lalu, durian Nek Date diikutkan oleh Iyan dalam festival durian di Singkawang Timur dan mendapatkan peringkat ketiga. Festival sebagai ”pintu masuk” bagi durian Nek Date untuk dikenali sebagai durian lokal berkualitas unggul.
Selain Nek Date, ada pula durian Botak. Durian ini menjuarai festival durian pada Sabtu (25/9/2022) lalu. Durian Botak milik Libertus (41) itu tumbuh di lereng bukit Rayo, Singkawang Timur. Pada September lalu, ia juga mendirikan pondok di dekat pohon durian di tengah hutan menunggu durian jatuh kemudian dikumpulkan untuk dijual. Usia pohon durian itu diperkirakan 40 tahun.
”Durian itu kami beri nama durian Botak karena bentuknya bulat, durinya seperti rambut. Yang memberi nama saya sendiri. Pohon durian itu warisan dari orangtua,” ujar Libertus.
Kawasan tempat pohon induk tunggal durian juga berada di tembawang. Dulunya kawasan itu menjadi tempat berladang turun-temurun. Lalu ditanami beranekaragam buah-buah termasuk durian. Kini generasi muda seperti Libertus bisa menikmati hasilnya.
Bagi Libertus dan keluarga, durian itu menjadi aset ekonomi petani seperti mereka. Saat ia masih SD, biaya transportasi pulang pergi dengan angkot dari kampunya menuju sekolah dibiayai dari hasil penjualan durian.
Tahun ini selama musim durian sejak Juli hingga September, penghasilan keluarga Libertus sebesar Rp 11 juta-Rp 12 juta dari durian. ”Hasil penjualan durian dipergunakan untuk membenahi rumah yang belum selesai dikerjakan. Selain itu, juga untuk kebutuhan lainnya di keluarga,” ujarnya lagi.
Salah satu durian yang unggul juga ditemukan di perbatasan Indonesia-Malaysia tepatnya di Suruh Tembawang, Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau. Nama duriannya si Blih. Menurut Yayasan Durian Nusantara dalam beberapa aspek, si Blih mengungguli durian musang king.
Selain si Blih, juga diduga masih banyak durian unggul yang tersumbunyi di rimba-rimba Kalimantan, bak harta karun yang terpendam. Semakin dieksplorasi, makin banyak ditemukan durian berkualitas unggul.
Harta di tembawang
Selain didukung agroklimat yang baik, durian lokal di Kalimantan juga diselamatkan oleh adat tembawang. Nenek moyang masyarakat lokal terbiasa menanam buah-buahan, termasuk durian, di suatu lokasi. Kebiasaan itulah yang membuat buah-buahan lokal di antaranya durian masih lestari. Buah-buahan dari kawasan tembawang ini akan dipanen warga lokal dan dijual di tepi-tepi jalan besar.
Pengajar di Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak, Siti Masitoh Kartikawati, menjelaskan, tembawang menjadi tempat mengawetkan plasma nutfah buah-buahan lokal. Bahkan, buah-buah yang sebetulnya dikatakan sudah langka pun dapat dijumpai di tembawang jika musim buah tiba. Buah-buah itu, antara lain, belimbing darah (Baccaurea angulata) dan rambai (Baccaurea motleyana).
Kartikawati pernah meneliti buah-buah lokal di tembawang Ampar, Kabupaten Sanggau. Dalam satu tembawang saja ia mendapati 23 jenis buah-buahan. Padahal, dalam satu desa ada beberapa tembawang. Bisa dibayangkan banyaknya buah lokal yang hidup dan terjaga di setiap desanya.
Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalbar Dominikus Uyub menuturkan, tembawang berfungsi sebagai sarana ketahanan pangan. Oleh sebab itu, sangat penting tembawang dan isinya dilestarikan. Masyarakat adat di beberapa tempat juga sudah melarang menebang pohon di tembawang. Masyarakat juga menjaga pohon buah milik mereka masing-masing.
Ancaman terbesar bagi kelestarian tembawang adanya konsesi industri ekstraktif.
Tembawang berfungsi pula sebagai ”catatan sejarah” dari komunitas lokal. Lewat tembawang mereka bisa mengetahui siapa yang pernah tinggal di suatu kawasan itu karena nama mereka biasanya melekat pada kepemilikan tembawang.
Tembawang pun berperan penting dalam menjaga modal sosial. Kepemilikan tembawang ada yang berdasarkan keluarga, atau komunitas. Ketika tembawang dirusak, modal sosial yang dimiliki warga lokal juga berpotensi besar rusak karena relasi ikut tercerabut.
Begitu juga ketika tembawang musnah, cerita tentang kekerabatan dalam ikatan keluarga akan hilang. Komunitas di kampung akan kehilangan cerita asal-usul yang ”tercatat” melalui tembawang-tembawang.
”Ancaman terbesar bagi kelestarian tembawang adanya konsesi industri ekstraktif,” ungkap Uyub.
Tanpa tembawang, mungkin generasi saat ini tak bisa menikmati durian lokal yang berasa juara seperti durian botak, Nek Date, ataupun si Blih. Bahkan, buah-buah dan tanaman obat lainnya pun bisa jadi tak lagi ditemukan.