Menyusuri Medan Dramatis demi Masa Depan Durian Kalimantan
Di usia mereka yang sudah di atas 60 tahun, tim ekspedisi dan eksplorasi durian (”Durio zibethinus”) unggul Kalimantan Barat menyusuri medan dramatis demi menemukan pohon induk tunggal.
Menemukan pohon induk tunggal durian merupakan langkah penting bagi masyarakat dan kebijakan ke depan sehingga diperlukan totalitas.
Tim mengawali ekspedisi dan eksplorasi durian unggul Kalimantan Barat dengan menjadi juri dalam festival durian yang diselenggarakan di Kecamatan Singkawang Timur, Kota Singkawang, Kalimantan Barat. Festival pertama dilaksanakan pada Sabtu (24/9/2022) dan festival kedua dilaksanakan pada Kamis (28/9).
Festival itu dilaksanakan untuk menjaring durian-durian yang memiliki kualitas unggul. Setelah itu tim menelusuri pohon induk tunggal (PIT) durian yang menjadi juara yang tersembunyi di rimba Kalimantan.
Minggu (25/9/2022) pagi, tim ekspedisi dan eksplorasi durian unggul Kalbar bersiap menuju kawasan Gunung Poteng di Kecamatan Singkawang Timur untuk menelusuri PIT durian Nek Date. Durian Nek Date mendapatkan juara ketiga dalam festival yang dilaksanakan pada Sabtu (25/9/2022). Lokasi PIT tersebut sekitar 45 menit perjalanan dari pusat Kota Singkawang.
Lokasi yang pertama ini terbilang belum begitu menantang meski melintasi tanjakan dengan kecuraman 20-30 derajat. Mencapai PIT durian nek date masih bisa menggunakan sepeda motor atau mobil.
Dari jalan utama, butuh waktu sekitar 15 menit untuk mencapai lokasi PIT durian nek date. Di sana hutan masih asri. Puluhan pohon durian terlihat menjulang tinggi bak ”tiang-tiang” langit. Tampak pula pondok-pondok warga di sekitar pohon durian. Warga bermalam di pondok menunggu durian jatuh, kemudian mereka kumpulkan untuk dijual.
Iyan Kutu (38), pemilik durian nek date, telah menanti tim ekspedisi dan eksplorasi di pondok dari kayu, berlantai papan, dan beratapkan terpal. PIT durian nek date tidak jauh dari pondok itu. Iyan Kutu membelah durian agar tim bisa menyicipi lagi sembari beristirahat. Durian itu diberi nama nek date untuk menghargai nenek moyang mereka bernama nek date.
Tim ekspedisi dan eksplorasi pun mengambil sampel dari pohon durian untuk diidentifikasi, salah satunya untuk identifikasi DNA serta untuk menyusun basis data. Setelah itu, tim ekspedisi dan eksplorasi juga mengajarkan Iyan Kutu teknik sambung pucuk untuk menduplikasinya sehingga PIT tidak punah dan bisa ditanam dalam jumlah banyak dan masyarakat bisa memiliki durian dengan kualitas sama dengan PIT.
Dramatis
Setelah selesai di lokasi tersebut, tim berpindah ke lokasi lainnya, di PIT durian botak. Untuk menuju lokasi lainnya, tim harus turun lagi ke jalan utama. Kemudian menuju daerah lereng Bukit Rayo, masih di Kecamatan Singkawang Timur.
Durian botak menjadi juara pertama festival durian yang diselenggarakan pada Sabtu (24/9/2022). Mobil hanya bisa sampai di perkampungan. Setelah itu tim harus mendaki lereng Bukit Rayo.
Masyarakat setempat biasanya bisa menjangkau PIT durian botak hanya dalam waktu 1 jam karena mereka sudah terbiasa dengan kondisi medan. Namun, bagi para tamu, waktu yang dibutuhkan lebih lama.
Di bawah mendung, tim perlahan menapaki jalan selebar 80 sentimeter menyusuri lereng Bukit Rayo. Jalan mulai menanjak dengan kecuraman 20-25 derajat. Namun, memasuki 15 menit kemudian, tanjakan kian terjal dengan kemiringan 30-40 derajat.
Sesekali tampak warga dengan langkah lincah menuruni lereng bukit sembari membawa durian dalam wadah dari rotan. Sementara tim harus beristirahat sejenak setelah 15 menit perjalanan di pondok warga di hutan durian.
Baca juga: Durian, ”Harta Karun” Terpendam di Rimba Kalimantan
Setelah beristirahat, tim kembali melanjutkan perjalanan dengan tongkat di tangan penopang tubuh, lalu melangkah perlahan. Di sebelah kanan terdapat jurang dengan kedalaman puluhan meter. Jalur makin menantang, bahkan sesekali ada tanjakan dengan kecuraman 45 derajat. Beberapa kali tim harus beristirahat di tepi jalan, di gundukan batu, dan di pondok warga.
Di pondok warga, tim disuguhi durian setidaknya bisa untuk mengisi tenaga yang terkuras sembari menghela napas. Dua jam telah berlalu, langkah semakin berat, sementara lokasi PIT durian botak masih cukup jauh.
Tim kembali menyusuri lereng Bukit Rayo. Kali ini tim tidak hanya mendaki, tetapi juga melintasi sungai yang di tengahnya berisi bebatuan. Menurut warga, jika hujan lebat, sungai itu tidak bisa dilintasi karena arusnya deras. Namun, kali itu, tim masih bisa melintasinya.
Setelah 2-3 jam perjalanan, tim bisa mencapai PIT durian Botak. Di sana tim beristirahat di pondok milik Libertus (41), pemilik PIT durian Botak. Libertus dan beberapa warga lokal juga mendampingi tim ekspedisi dan eksplorasi menuju PIT durian botak karena merekalah yang mengetahui jalur menuju lokasi tersebut.
Baca juga: Menjaring Bakat-bakat Baru Durian Lokal Kalimantan
Sesampai di pondok di lokasi PIT durian Botak, tim beristirahat sejenak. Hujan pun turun dengan deras. Tim kembali mengambil sejumlah sampel dari PIT durian botak. Tim juga memberi edukasi kepada Libertus cara membuat duplikasi dari PIT sehingga ia bisa mengembangkan bibit dengan kualitas yang sama dengan PIT.
Libertus dengan antusias menyimak penuturan tim ekspedisi. Ia bahkan merekam dengan video di telepon pintarnya setiap tahapan yang diajarkan oleh tim ekspedisi. Libertus mengatakan, durian itu diberi nama durian botak karena bentuknya bulat, durinya kecil-kecil. Yang memberi nama dia sendiri. Pohon durian itu warisan dari orangtua.
”Durian ini akan selalu kami jaga. Apa yang diajarkan akan saya coba terapkan,” ujar Libertus.
Perjalanan tidak berhenti di situ. Dari lokasi tersebut, tim menuju lokasi lainnya yang lebih tinggi. Tim bahkan harus bergandengan tangan agar bisa mendaki karena selain medan pendakian licin akibat hujan, juga lereng yang kian terjal. Bahkan, ada lereng dengan kecuraman 50 derajat.
Perjalanan pulang juga tidak mudah. Meski jalurnya menurun, jalan yang dilalui licin karena tersiram hujan. Apalagi, perjalanan pulang sudah menjelang malam. Jarak tim tidak boleh berjauhan agar bisa saling menopang. Warga lokal yang ikut dalam perjalanan juga menuntun dengan lebih ekstra agar tim tidak terperosok ke jurang.
Penerangan juga terbatas. Beberapa dari tim menggunakan penerangan bersumber dari telepon genggam. Waktu untuk turun menuju titik awal keberangkatan pun memerlukan waktu 2-3 jam berjalanan sehingga total pergi pulang setidaknya sekitar 6 jam.
Baca juga: Semarak Buah-buah Lokal yang Hilang di Pengujung Tahun
Perjalanan tersebut hanyalah sebagian dari eksplorasi yang pernah tim lakukan. Tim pernah pula mengeksplorasi durian hingga ke perbatasan Indonesia-Malaysia, di Suruh Tembawang, Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau. Di perbatasan itu, tim menemukan durian si blih dengan kualitas mengungguli durian musang king.
Totalitas
Guru Besar Taksonomi Tumbuhan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang Amin Retnoningsih, yang menjadi ketua tim ekspedisi dan eksplorasi durian unggul Kalbar, menuturkan, setiap perjalanan eksplorasi mengembalikan rasa syukur pada alam Indonesia yang begitu luar biasa. ”Jika dilihat langsung, begitu kayanya kita. Namun, mengapa dengan kekayaan itu, kita (Indonesia) belum bisa menjadi leader di bidang itu,” ujarnya.
Perjalanan tersebut, baginya, sangat menantang. Mereka membelah hutan, menuruni bukit dalam gelap malam. Ini pengalaman yang sangat dramatis. ”Meski penuh tantangan, tetap harus ada yang mengeksplorasi. Sebab, ketika dieksplorasi, akan ada lagi durian bagus lainnya,” tuturnya lagi.
Jika dilihat langsung, begitu kayanya kita. Namun, mengapa dengan kekayaan itu, kita belum bisa menjadi leader di bidang itu.
Meski medan sulit ditempuh, ia dan tim harus menyelesaikan jalur tersebut karena hasil dari penelitian ini pastinya bisa bermanfaat bagi masyarakat dan daerah ke depan.
Ketua Yayasan Durian Nusantara yang juga salah satu anggota tim ekspedisi dan eksplorasi durian unggul Kalbar, Mohamad Reza Tirtawinata, mengatakan, bagi dia perjalanan tersebut bukanlah bagian dari pekerjaan, melainkan hobi. Oleh karena itu, meski jalurnya dramatis, ia memiliki spirit untuk menyelesaikan perjalanan tersebut.
Ia sangat bersemangat ketika melihat suatu temuan baru yang sudah ada di alam. ”Kita tinggal mencari saja, tetapi harus menjelajah,” ujarnya.
Durian-durian itu juga harus dikembangkan pula agar bermanfaat bagi masyarakat. Dikembangkan dalam arti untuk komersial selain dikonsumsi sendiri. ”Oleh karena itulah, kami harus mau bersusah payah mencari. Kalau hati gembira, tidak akan kapok,” tutur lagi.
Di daerah-daerah yang mereka kunjungi, kejutan selalu ada. Ada saja temuan durian dengan kualitas yang baik meski secara popularitas kalah karena tak ada branding atau promosi. Hal inilah yang menjadi pekerjaan rumah ke depan. Dengan menemukan durian bagus dan mengajari petani berkebun, diharapkan durian lokal bisa merangkak.
Durian lokal ibarat anak-anak jenius di pedalaman, tetapi tidak ada kesempatan belajar ke kota. Analogi lainnya, ibarat orang bersuara merdu, tetapi tidak diketahui karena tersembunyi di pedalaman. Padahal jika dikonteskan dalam kancah yang besar, bisa menjadi idola.
Baca juga: Durian Organik, Ekonomi dan Konservasi