Durian Organik, Penggerak Ekonomi dan Konservasi Sumut
Durian dari Sumatera Utara menarik minat pasar lokal hingga konsumen internasional. Selain menggerakkan ekonomi, durian berperan menjaga kelestarian alam di lereng Bukit Barisan.
Oleh
AUFRIDA WISMI WARASTRI
·5 menit baca
Di balik sebutir durian medan yang disantap warga di lapak-lapak durian di Kota Medan, terdapat ribuan petani yang berupaya turut menjaga hutan. Selain menggerakkan ekonomi, tanaman keras itu berperan menjaga kelestarian alam di lereng Bukit Barisan di Sumatera Utara.
Sebanyak 100 pohon durian tumbuh di lahan keluarga Lekson Hasibuan (44), petani durian di Dusun II, Desa Sembari, Kecamatan Silima Punga-Punga, Kabupaten Dairi, Sumut. Sekitar 50 batang yang merupakan warisan bapaknya sudah berbuah. Sebanyak 30 batang di antaranya berumur lebih 10 tahun, sedangkan 20 batang lainnya kurang dari 10 tahun. Puluhan tanaman lainnya baru Lekson tanam empat tahun lalu. Tanaman itu tumbuh di ladang yang berlereng-lereng.
”Kami panen dua kali setahun pada bulan Agustus dan Desember,” kata Lekson, Kamis, (5/5/2022). Satu pohon yang tumbuh baik rata-rata menghasilkan durian sebanyak 100 angkat.
Angkat adalah satuan yang biasa digunakan para tauke atau juragan durian di Dairi. Satu angkat sama dengan satu buah durian besar dengan diameter sekitar 20 sentimeter (cm). Kalau ukuran durian kecil, satu angkat berisi dua atau tiga butir durian. ”Tetapi, kalau duriannya lebih besar dengan diameter lebih dari 20 sentimeter, tetap saja dihitung satu angkat,” kata Lekson.
Adapun satu angkat dihargai Rp 10.000 saat musim durian. Namun, saat sepi durian, satu angkat bisa dihargai Rp 15.000-Rp 20.000. Namun, satu pohon tidak selalu menghasilkan banyak buah. Hanya 20 batang yang benar-benar produktif. ”Rata-rata dalam satu musim bisa dapat Rp 13 juta-Rp 15 juta. Jadi, setahun bisa didapatkan Rp 30 juta dari tanaman durian. Lumayan untuk modal berternak,” kata Lekson.
Semua keluarga di Desa Sembari yang jumlahnya 250 keluarga memiliki pohon durian. Setiap keluarga minimal mempunyai 30 buah dan semakin banyak ditanam akhir-akhir ini karena perkebunan durian makin menjanjikan.
”Dulu zaman saya kecil tidak ada orang jual durian. Kalau ada keluarga datang, baru diambilkan dari pohon, atau kalau ada keluarga yang minta kami kirim,” kata Lekson.
Durian baru laku dijual pada 1990-an. Banyak tauke datang ke kampung mengambil durian. Setelah itu, warga mulai aktif menaman durian dengan mengandalkan bibit tanaman yang dimiliki. Tanaman yang dipilih adalah tanaman tua yang buahnya banyak. ”Jenisnya apa, saya pun tidak tahu,” kata Lekson.
Meskipun tidak tahu jenisnya, durian Dairi yang kemudian disebut durian Sidikalang diyakini pedagang di Medan sebagai durian terbaik di Sumut. Dagingnya tebal, baunya harum, dan rasanya legit. Durian juga tidak gampang pecah. ”Orang sebut durian itu durian Sidikalang (ibu kota Kabupaten Dairi), padahal ya dari banyak daerah di Dairi,” kata Lekson. Sampai Medan, namanya pun berubah menjadi durian Medan.
Perhutanan sosial
Program perhutanan sosial di desanya juga telah memperbolehkan warga mengelola lahan adat mereka yang masuk kawasan hutan. Lahan berkontur miring seluas 50-100 hektar itu kini sudah mulai ditanami warga dengan durian. ”Saya sudah tanam 23 batang di sana. Selain mencegah longsor, juga menghasilkan,” kata Lekson. Total sudah ratusan batang durian ditanam di lahan itu.
Rohani Manalu, Koordinator Advokasi Yayasan Diakonia Pelangi Kasih dalam penelitiannya di Dusun Lumban Hutasoit, Kecamatan Lae Parira, Kabupaten Dairi, menyebutkan, sebanyak 507 batang pohon durian di desa itu menghasilkan Rp 448,9 juta per tahun. ”Padahal, ada ratusan dusun di Dairi yang masyarakatnya berkebun durian,” kata Rohani.
Perputaran uang dari pertanaman durian itu bisa mencapai ratusan miliar rupiah per tahun. Bahkan, kini banyak pengumpul yang membeli durian petani dan langsung mengambil daging durian ke desa-desa untuk dijadikan durian beku.
Data Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Sumut menunjukkan, pada 2020, produksi durian di Sumut mencapai 74.675 ton. Produksi terbesar ada di Kabupaten Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, dan Humbang Hasundutan. Kabupaten Dairi justru tidak termasuk daerah penghasil terbesar.
”Pada dasarnya, durian dari semua daerah di Sumatera Utara bercita rasa mirip,” ujar Kepala Subbagian Program Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumut Yusfahri Perangin-Angin. Durian-durian itu dibiarkan tumbuh di ladang dan hutan secara organik nyaris tanpa perawatan, apalagi dipupuk kimia, sehingga rasanya pun khas.
Durian-durian itu dibiarkan tumbuh di ladang dan hutan secara organik nyaris tanpa perawatan, apalagi dipupuk kimia, sehingga rasanya pun khas.
Ada beberapa jenis varietas durian yang dikembangkan di Sumut seperti bintana, otong, kani, dan matahari. Adapun pengembangan tanaman durian diprogramkan di beberapa kabupaten, seperti Dairi, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Deli Serdang, Tapanuli Selatan, dan Serdang Bedagai.
Ekspor
Ekspor durian beku juga terus dilakukan di di banyak negara. Yusfahri mengatakan, setidaknya ada 10 negara yang menjadi tujuan ekspor durian beku, seperti Jepang, Korea Selatan, China, Thailand, Malaysia, Vietnam, Singapura, Filipina, Australia, dan Brasil. Malaysia menjadi negara tujuan ekspor terbesar.
Pabrik pengolahan daging durian beku juga tumbuh di Sumut. PT Agro Semesta Utama pengolah durian beku bahkan telah membangun dua pabriknya. Pabrik terakhir berkapasitas 10 ton per hari atau sekitar 200 ton per bulan berdiri di Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumut. Pabrik itu menampung hasil durian dari sejumlah kabupaten/kota di Sumut, Aceh, dan wilayah lainnya. Saat ini, pabrik telah menyerap lebih kurang 200 tenaga kerja (Kompas.id/18/1/2022).
Sebelumnya, perusahaan sudah mempunyai pabrik pengolahan daging durian beku di Kecamatan Galang, Deli Serdang, dengan kapasitas yang lebih kecil. ”Permintaan durian dari beberapa negara di Asia dan Eropa terus meningkat sehingga kami membuka pabrik kedua ini,” kata CEO Universal Durian PT Agro Semesta Utama Muhammad Syarif.
Menurut Syarif, pasar utama daging durian itu adalah Malaysia, Singapura, China, dan Hong Kong. Saat ini, perusahaan mulai menggarap pasar durian di Eropa yang mulai bertumbuh. Ia optimistis, permintaan durian beku di pasar dunia akan terus meningkat. Hal itu akan meningkatkan harga durian hingga di tingkat petani.
Lekson berharap, harga durian di tingkat petani bisa naik dan ada pengembangan tanaman lebih lanjut sehingga produktivitas meningkat. ”Mosok sudah 10 tahun tetap 10.000 terus harganya,” kata Lekson. Kenaikan harga tentu akan semakin membuat petani semangat menanam durian.