Dua Dugaan Kasus Ginjal Akut Muncul di Sultra, Satu Anak Tewas
Dua anak diduga mengalami kasus gagal ginjal akut progresif atipikal di Sulawesi Tenggara. Satu anak di antaranya meninggal saat menjalani perawatan di RS Bahteramas, Kendari.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Dua anak diduga mengalami kasus gagal ginjal akut progresif atipikal di Sulawesi Tenggara. Bahkan, salah seorang di antaranya meninggal saat menjalani perawatan.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan per 20 Oktober 2022, kasus gangguan ginjal akut yang dilaporkan sebanyak 208 kasus di 20 provinsi. Dari jumlah itu, tercatat 118 kematian atau 56,7 persen dari total kasus yang dilaporkan. Bahkan, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, tingkat kematiannya mencapai 63 persen.
Dari informasi yang dihimpun Kompas, Jumat (21/10/2022), dua kasus dugaan gagal ginjal di Sultra dirawat di rumah sakit berbeda, yaitu RS Bahteramas, Kendari; dan RS Palagimata, Baubau. Direktur RS Bahteramas dr Hasmudin menuturkan, dugaan kasus itu dilaporkan terjadi pada pasien berumur dua tahun. Anak itu dibawa ke rumah sakit pada Minggu (16/10/2022) akibat penurunan kondisi kesehatan, terutama fungsi ginjal.
”Dalam perawatan, pasien meninggal pada Rabu (19/10/2022) pagi. Namun, kami harus melaporkan dulu kondisi anak ini sebelum dimasukkan dalam kategori kasus ginjal akut progresif atipikal. Sejauh ini, laporan kami adalah pasien meninggal dengan penyakit ginjal akut dengan penyebab yang belum pasti,” tuturnya.
Selain kasus ini, menurut Hasmudin, belum ada kasus lain dalam perawatan di RS Bahteramas. Namun, pihaknya terus meningkatkan kewaspadaan untuk menelusuri kasus ini. Ia juga telah menginstruksikan tenaga kesehatan agar tidak meresepkan obat-obatan cair atau sirop sesuai arahan Kementerian Kesehatan.
Sebelumnya, Kemenkes mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada Anak. Surat ini disahkan Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Murti Utami pada Selasa (18/10/2022).
SE ini berisi arahan untuk mewaspadai kasus gagal ginjal akut progresif atipikal, tata laksana identifikasi dini dan rujukan, dan penyelidikan epidemiologi di tingkat rumah sakit jika terdapat temuan. Tidak hanya itu, Kemenkes juga melarang semua apotek menjual atau mengedarkan obat dalam bentuk sirop kepada masyarakat.
Koordinator Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Sultra dr Hasniah Bombang yang merawat pasien meninggal tersebut menuturkan, selama perawatan, kondisi anak tersebut terus turun. Pasien akhirnya tidak bisa tertolong hingga meninggal.
”Kasus ini telah kami laporkan ke Kemenkes sejak Rabu malam. Berdasarkan gejala klinis, kami laporkan pasien meninggal dengan penyakit ginjal dengan penyebab yang belum pasti. Selain kasus ini, dalam monitoring kami, ada satu pasien lain dirawat di RS Palagimata, Baubau,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Sultra dr Putu Agustin tidak berkomentar banyak. ”Baru dugaan. Kasusnya sudah dilaporkan ke Kemenkes dan menunggu konfirmasi,” katanya.
Dokter spesialis anak konsultan nefrologi, juga Sekretaris Unit Kerja Koordinasi Nefrologi IDAI, Eka Laksmi Hidayati, menyampaikan, umumnya pasien dengan gangguan ginjal akut didahului dengan gejala infeksi ringan, seperti demam, batuk, pilek, muntah, ataupun diare. Dalam dua sampai lima hari kemudian, anak tersebut mengalami penurunan jumlah urine sampai tidak ada sama sekali urine.
”Jika sudah ada penurunan urine, sebaiknya langsung dibawa ke rumah sakit. Setelah itu bisa segera dilakukan pemeriksaan terkait parameter untuk mendiagnosis gagal ginjal, yakni ureum dan kreatinin,” tuturnya.
Sesuai dengan pedoman Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO), stadium satu pada gangguan ginjal terjadi apabila terjadi peningkatan kreatinin 1,5-1,9 kali dari batas dasar atau peningkatan kreatinin sebesar lebih dari 0,3 miligram per desiliter.
Sementara stadium kedua terjadi jika peningkatan kreatinin terjadi 2-2,9 kali dari batas standar dan stadium ketiga meningkat tiga kali dari batas atau meningkat sampai 4 miligram per desiliter. Terapi dialisis sudah harus diberikan pada stadium ketiga (Kompas, Kamis 20/10/2022).