68.988 Anak Papua Barat Tidak Bersekolah, Pelayanan Pendidikan Harus Ditingkatkan
Penggiat pendidikan di Papua Barat meminta pemerintah lebih berkomitmen dalam upaya pelayanan pendidikan. Hal ini disebabkan 68.988 anak Papua Barat yang tidak bersekolah di tengah implementasi otonomi khusus.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Sebanyak 68.988 anak di Papua Barat tidak bersekolah hingga kini. Padahal, provinsi ini telah menerapkan kebijakan otonomi khusus. Para penggiat pendidikan menyerukan komitmen pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk meningkatkan layanan pendidikan di seluruh wilayah Papua Barat.
Hal itu berdasarkan data yang dipaparkan peneliti demografi Universitas Papua, Agus Sumule. Diketahui 68.988 anak yang belum bersekolah tersebar di 12 kabupaten dan 1 kota di Papua Barat. Daerah dengan jumlah anak yang tidak bersekolah tertinggi adalah Kabupaten Manokwari yang mencapai 12.204 anak.
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Papua Marthen Sagrim di Sorong saat dihubungi pada Jumat (21/10/2022) mengatakan bahwa 68.988 anak di Papua Barat yang tidak bersekolah sungguh memprihatinkan. Ia berharap pemerintah daerah di Papua Barat yang telah melaksanakan kebijakan otonomi khusus selama dua dekade ini lebih fokus meningkatkan layanan dasar, khususnya di sektor pendidikan.
Ia menilai, banyak anak yang tidak bersekolah disebabkan alokasi anggaran yang belum maksimal dan tidak tepat sasaran. Banyak anak yang putus sekolah karena kesulitan biaya.
Kabupaten Teluk Bintuni mendapatkan alokasi anggaran pendidikan terbesar dari otonomi khusus dan dana bagi hasil sektor industri minyak dan gas yang mencapai Rp 142,7 miliar. Akan tetapi, masih terdapat 5.598 anak di Teluk Bintuni yang tidak bersekolah hingga kini.
”Di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Papua, hanya 50 persen dari 1.800 mahasiswa yang mampu melanjutkan pendidikan ke semester berikutnya pada tahun ini. Banyak mahasiswa yang tidak mampu melanjutkan kuliah karena terkendala biaya,” kata Marthen.
Sementara itu, Rektor Muhammadiyah Sorong Muhammad Ali mengatakan, puluhan ribu anak yang tidak bersekolah merupakan fakta yang kini terjadi di Papua Barat. Ali juga mengaku menemukan banyak anak asli Papua Barat di sekitar tempat tinggalnya yang tidak bersekolah.
Jangan saling menyalahkan terkait masalah banyak anak di Papua Barat yang tidak bersekolah. Diperlukan keterlibatan antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan pihak lain untuk menemukan jalan keluar atas masalah ini.
Ali mengungkapkan, banyak anak setempat yang bersekolah di lembaga pendidikan Muhammadiyah, seperti di tingkat sekolah dasar yang sering kali tidak mengikuti kegiatan belajar. Mereka tak malas, tetapi tidak memiliki biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, seperti untuk mengonsumsi makanan.
Ia pun telah mengusulkan upaya kolaborasi pencegahan anak-anak agar tidak putus sekolah kepada Pemprov Papua Barat. Usulan tersebut adalah Muhammadiyah menanggung biaya sekolah dan Pemprov Papua Barat fokus pada biaya hidup anak-anak dari keluarga tak mampu. Namun, usulan tersebut belum direalisasikan.
”Jangan saling menyalahkan terkait masalah banyak anak di Papua Barat yang tidak bersekolah. Diperlukan keterlibatan antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan pihak lainnya untuk menemukan jalan keluar atas masalah ini,” kata Ali.
Ketua Fraksi Otsus Dewan Perwakilan Rakyat Papua Barat George Dedaida mengatakan, pihaknya telah mendorong Pemprov Papua Barat segera membentuk tim terkait masalah tersebut. Tujuannya untuk penanganan puluhan ribu anak yang tidak bersekolah secara lebih khusus.
Ia pun berharap adanya basis data terkait kondisi pelayanan pendidikan dan status pendidikan anak-anak di seluruh wilayah Papua Barat. Sebab, tanpa adanya basis data, perencanaan hingga pelaksanaan layanan pendidikan belum optimal.
”Anggaran pendidikan di Papua Barat sangat besar. Seharusnya anggaran tersebut bisa dimanfaatkan tidak hanya untuk pendidikan formal ataupun nonformal, tetapi juga, misalnya, pendidikan literasi bagi anak-anak di setiap permukiman,” ucap George.
Penjabat Gubernur Papua Barat Paulus Waterpauw mengatakan, banyak masalah yang menjadi tantangan bagi anak-anak di Papua Barat untuk mengenyam pendidikan di sekolah, antara lain sarana dan prasarana belum memadai; faktor sumber daya manusia, yakni tenaga guru yang minim; jarak ke sekolah sangat jauh; serta kondisi geografis yang sulit.
Ia menyatakan akan berupaya mencari solusi untuk semua masalah tersebut. Tujuannya agar semua anak-anak berhak mendapatkan pendidikan dengan layak dan memadai.
”Kami akan berkoordinasi dengan DPR dan Majelis Rakyat Papua Barat. Kami juga akan merekomendasikan solusi untuk penyelesaian masalah pendidikan di Papua Barat ke pemerintah pusat agar bisa ditindaklanjuti,” tambah Paulus.