Tiga Anak di Maluku Jadi Korban Pencabulan dan Pemerkosaan, Dua Tewas
Dua bocah perempuan di Maluku meninggal akibat diperkosa dan dicabuli. Predator seksual berada di sekitar anak.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
AMBON, KOMPAS — Anak berusia sembilan tahun warga Kecamatan Leihitu Barat, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, dicabuli ABH (31). Peristiwa ini menambah panjang daftar anak yang menjadi korban kekerasan seksual oleh orang dekat di Maluku. Delapan bulan terakhir, dua anak juga tewas akibat pencabulan dan pemerkosaan.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat, Rabu (19/10/2022), mengatakan, ABH ditangkap pada Selasa (18/10/2022) malam atau empat hari setelah mencabuli korban. Ironisnya, pelaku beraksi di rumah korban. ABH adalah tukang ojek yang sering mengantar dan menjemput korban dari sekolah.
Roem menuturkan, peristiwa itu berawal saat pelaku menjemput korban dan kakaknya pulang sekolah pada Jumat (14/10/2022). Sesampainya di rumah, kakak korban mengganti seragam sekolah kemudian bermain di depan rumah. Sementara itu, korban tetap berada di rumah.
”Saat pelaku melihat kakak korban bermain di depan rumah, pelaku sengaja memanggil kakak korban dan menyuruhnya membeli rokok. Pelaku kemudian masuk ke dalam rumah dan langsung menuju kamar korban dan melihatnya sedang berbaring. Pelaku menghampiri dan menarik tangan korban turun dari tempat tidur,” kata Roem.
Di dalam kamar itu, pelaku mencabuli korban. Aksi ABH terhenti saat kakak korban datang membawa rokok. Perbuatan pelaku diketahui setelah korban menceritakannya kepada orangtua. Keluarga yang marah langsung melaporkan peristiwa itu kepada polisi.
Pelaku ditetapkan sebagai tersangka percabulan terhadap anak seperti tertera dalam Pasal 82 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman pidana penjaranya 5-15 tahun.
Deretan peristiwa
Pelecehan tersebut menambah panjang deretan peristiwa kekerasan seksual yang menimpa anak-anak di Maluku. Dalam delapan bulan terakhir, terjadi dua kasus yang menyebabkan dua anak meninggal. Mereka menjadi korban kekerasan seksual oleh anggota keluarga dan orang sekitarnya.
Pada Februari 2022, FN (5) mengembuskan napas terakhir. Bocah perempuan asal Namrole, Kabupaten Buru Selatan, itu menderita pendarahan lantaran dicabuli ayah kandungnya, BN (33). Terungkap pula, kakak korban yang berusia tujuh tahun juga pernah dicabuli ayah mereka.
Kasus itu mulai terungkap ketika FN mengalami pendarahan pada kelamin dan dubur sekitar pertengahan Januari 2022. Ibu korban bersama seorang perawat di desa berencana membawa FN ke Rumah Sakit Umum Daerah Namrole, tetapi dilarang BN. BN beralasan, anaknya diduga terkena penyakit aneh yang dikirim lewat ilmu hitam.
BN sehari-hari bekerja sebagai buruh serabutan. Ia sering mabuk-mabukan dan membuat keonaran. BN bersama istri dan dua anak perempuannya tinggal di sebuah rumah milik orang lain di tengah kebun yang jauh dari permukiman.
Selanjutnya, pada Agustus 2022, CBL, bocah perempuan berusia sembilan tahun di Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru, diperkosa OK (24) hingga meninggal di lokasi kejadian. Peristiwa berawal ketika korban diminta orangtuanya untuk mengantar uang ke rumah tantenya yang tidak jauh dari rumah mereka. Korban diminta pergi sendirian.
Kepada penyidik, OK menuturkan, ia memperkosa korban lantaran terbawa hawa nafsu saat mendapati korban berjalan sendirian. Ia lalu menarik tangan korban masuk ke dalam semak. Saat melakukan aksinya, pelaku beberapa kali mencekik leher korban dan meninju wajah korban yang berteriak minta tolong.
Pelaku yang sehari-hari bekerja sebagai nelayan itu juga mengaku sempat membenamkan tubuh korban ke dalam genangan air yang berada di lokasi kejadian. Hal itu dilakukan dengan tujuan merekayasa seolah-olah korban tercebur di dalam air. Saat pelaku meninggalkan lokasi, korban dalam keadaan sekarat. Korban kemudian meninggal.
Dihubungi secara terpisah, Lusi Peilouw, pemerhati masalah perempuan dan anak di Maluku, mengatakan, kasus kekerasan seksual yang terus terjadi menunjukkan anak-anak berada dalam lingkungan yang tidak aman. Predator seksual berada di sekitar mereka. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan semua pihak.
Ia juga mendorong aparat penegak hukum memberikan hukuman maksimal kepada pelaku demi efek jera. ”Dalam catatan kami, banyak kasus tidak diproses hingga tuntas,” ucapnya.