Belum Digaji dan Obat Habis, Dokter dan Perawat RSUD Dok II Jayapura Tuntut Solusi
Manajemen Rumah Sakit Dok II Jayapura belum membayar gaji ratusan tenaga kesehatan kontrak selama dua bulan terakhir. Sejumlah alat dan obat yang sangat vital bagi pasien juga tidak tersedia.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Perwakilan tenaga dokter dan perawat menuntut manajemen Rumah Sakit Dok II Jayapura menuntaskan sejumlah masalah serius yang dapat berdampak bagi pelayanan pasien. Sebanyak 411 tenaga kesehatan kontrak belum digaji dan sejumlah alat serta obat-obatan untuk pasien tidak tersedia lagi di rumah sakit.
Hal ini disampaikan Komite Medik Rumah Sakit Dok II Jayapura dan bersama perwakilan perawat kepada media massa di Rumah Sakit Dok II Jayapura, Papua, pada Senin (17/10/2022).
Ketua Komite Medik Rumah Sakit Dok II Jayapura dr Yunike Howay mengatakan, 411 tenaga kontrak, baik dokter maupun paramedis, belum digaji selama dua bulan terakhir. Mereka terdiri dari 5 dokter spesialis, 26 dokter umum, dan 380 perawat serta tenaga penunjang.
Tenaga kesehatan yang berstatus pegawai negeri juga belum mendapatkan biaya jasa pelayanan kesehatan umum sejak bulan Januari. Selain itu, pembayaran jasa pelayanan kesehatan dari Kartu Papua Sehat dan BPJS kesehatan juga belum terealisasi sejak Maret tahun ini.
”Kami juga belum mendapatkan insentif untuk penanganan Covid-19. Insentif belum terealisasi sejak Oktober 2021. Kami telah berulang menyampaikan masalah ini kepada pihak manajemen RSUD Dok II Jayapura, tetapi belum terealisasi hingga kini,” kata Yunike.
Ia menuturkan, belum dibayarkan gaji selama dua bulan itu sangat berdampak bagi para tenaga kontrak. Mereka kesulitan membayar kredit pinjaman, biaya sewa rumah, hingga memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
”Kami berharap Pemerintah Provinsi Papua bersama DPR setempat dan manajemen RSUD Dok II Jayapura bisa menyelesaikan masalah ini. Hingga saat ini, seluruh dokter dan paramedis yang berstatus tenaga kontrak masih tetap bekerja demi pelayanan bagi masyarakat Papua,” harap Yunike.
Sementara itu, anggota Komite Medik RSUD Dok II Jayapura, dr Jan Siauta, mengungkapkan, kondisi sarana dan prasarana rumah sakit sungguh memprihatinkan walaupun berstatus sebagai rumah sakit tipe B dan sebagai rujukan untuk Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Dokter tidak memiliki persediaan alat habis pakai yang cukup, misalnya alat perlindungan diri. Alat CT scan untuk pelayanan radiologi dalam keadaan rusak. Alat pisau bedah untuk kegiatan operasi juga tidak tersedia.
Jan pun memaparkan, sejumlah obat pereda nyeri dan obat yang wajib ada, serta pelayanan kemoterapi juga tidak tersedia. Akibatnya, sebanyak 12 pasien kanker terlambat mendapatkan pelayanan kemoterapi selama dua minggu terakhir.
”Pelayanan listrik dan air tidak berjalan lancar di RSUD Dok II Jayapura. Sudah terjadi peristiwa listrik padam ketika dokter sedang melakukan tindakan operasi bagi pasien. Kami khawatir masalah ini berdampak serius bagi kondisi pasien,” ungkap Jan.
Masalah keterlambatan pembayaran bukan hanya di RSUD Dok II, melainkan juga terjadi di sejumlah rumah sakit di Jayapura. (Anton Mote)
Yoke Ayorbaba, warga dari Kabupaten Kepulauan Yapen yang membawa anaknya menjalani rawat inap di RSUD Dok II Jayapura, mengaku, pihak rumah sakit sempat mengusulkan kepada dirinya agar membawa sang anak untuk menjalani pengobatan di rumah sakit atau puskesmas lainnya di Kota Jayapura. Sebab, terjadi sejumlah masalah yang berdampak pada pelayanan kesehatan di rumah sakit itu.
”Anak saya menderita penyakit maag yang kronis dan perlu mendapatkan penanganan medis yang cepat di instalasi gawat darurat. Kami berharap rumah sakit tetap memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat,” ungkap Yoke.
Direktur RSUD Dok II Jayapura Anton Mote saat dihubungi mengatakan, masalah keterlambatan pembayaran bukan hanya di RSUD Dok II, melainkan juga terjadi di sejumlah rumah sakit di Jayapura. Ia pun menyatakan telah mengeluarkan kebijakan pada Senin ini untuk terlebih dahulu membayar gaji tenaga honorer pada bulan Agustus.
”Masalah ini terjadi karena transisi penganggaran otonomi khusus pada tahun ini yang mengalami penurunan dari Rp 15 triliun hingga Rp 8 triliun bagi Provinsi Papua. Akibatnya, anggaran bagi kami juga mengalami penurunan yang drastis,” tutur Anton.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Robby Kayame mengatakan, pihaknya telah mengetahui masalah yang terjadi di RSUD Jayapura itu. Ia pun meminta Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua bersama perwakilan Pemprov Papua segera membahas penganggaran untuk menangani masalah tersebut.