Rawan Jadi Korban Kekerasan, Pengurus Besar IDI Serukan Perlindungan Dokter di Papua
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia menyerukan adanya perlindungan bagi dokter di Papua agar bisa bekerja dengan aman. IDI akan memetakan daerah zona merah konflik sebelum pengiriman dokter ke tempat tugas.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyerukan perlindungan dokter yang bertugas di seluruh wilayah Papua. Para dokter tidak luput menjadi korban kekerasan di daerah Papua yang rawan konflik.
Hal ini disampaikan Ketua Pengurus Besar IDI Adib Khumaidi saat ditemui dalam pelantikan pengurus IDI Provinsi Papua periode 2022-2025 di Jayapura, Sabtu (17/9/2022).
Dalam kegiatan ini, Donald Aronggear kembali terpilih sebagai Ketua IDI Provinsi Papua. Donald pun melantik pengurus sembilan cabang tingkat kabupaten/kota di Papua, yakni Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Nabire, Sarmi, Merauke, Jayawijaya, Timika, Asmat, dan Boven Digoel.
Adib menuturkan, pihaknya meminta aparat keamanan, baik TNI maupun Polri, agar menjamin keselamatan para dokter, khususnya yang berada di Papua. Sebab, peranan dokter di Papua sangat dibutuhkan masyarakat karena jumlahnya yang masih terbatas.
Dalam catatan Kompas, pada 15 September 2021 di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, seorang dokter bernama Restu Pamanggi dan empat rekannya yang berprofesi sebagai perawat mengalami penganiayaan dari kelompok kriminal bersenjata. Dalam peristiwa ini, Restu mengalami cedera patah tulang dan seorang rekannya bernama Gabriella Meilani meninggal.
Peristiwa lainnya ialah pemukulan terhadap seorang dokter spesialis bedah onkologi bernama James Gedy di Rumah Sakit Umum Daerah Dok II Jayapura oleh beberapa orang kerabat pasien pada 16 April 2022. Peristiwa ini menyebabkan James mengalami luka lebam di wajah.
”Kami terus berkoordinasi dengan Polri dan TNI demi memastikan perlindungan bagi tenaga kesehatan yang berperan sangat strategis di Papua. Jangan sampai tidak ada tenaga kesehatan yang mau bertugas di daerah Papua karena masalah keamanan,” kata Adib.
Adib pun menuturkan, pihaknya akan berkoordinasi dengan pengurus IDI Papua untuk menyusun langkah mitigasi bagi tenaga dokter yang bertugas di daerah rawan konflik. Salah satu poin adalah berkomunikasi dengan pemda setempat dan aparat keamanan tentang situasi keamanan sebelum menuju tempat penugasan.
”Terdapat dua strategi untuk perlindungan dokter di Papua, yakni pendekatan dengan TNI dan Polri serta pendekatan dengan Kementerian Kesehatan. Dengan dua pendekatan ini, kami berharap dokter yang bertugas di Papua bisa memahami karakteristik wilayah dan masyarakat di sana,” ujarnya.
Asisten II Setda Pemerintah Provinsi Papua Muhammad Musaad mengatakan, pihaknya akan menggandeng IDI dalam penyusunan strategi pelayanan kesehatan dan menghitung jumlah kebutuhan tenaga dokter di seluruh Papua. ”Kami akan menyiapkan strategi agar tenaga kesehatan dapat bekerja dengan aman. Tujuannya, agar mereka merasa betah di tempat tugas,” katanya.
Panglima Kodam XVII/Cenderawasih Mayor Jenderal Saleh Mustafa, yang baru menjabat pada bulan ini, menegaskan, pihaknya tidak hanya melaksanakan tugas pengamanan wilayah dan pembinaan teritorial. Jajaran Kodam Cenderawasih juga memprioritaskan perlindungan tenaga kemanusiaan, seperti guru dan tenaga kesehatan.
”Perlindungan tenaga medis, paramedis, dan guru sangatlah penting. Hal ini untuk memastikan pelayanan kesehatan dan pendidikan bagi masyarakat tidak terhenti,” ujar Saleh.