Jember Dorong Peningkatan Produksi dan Perluasan Pasar Ekspor Edamame
Sebagai salah satu daerah penghasil edamame, Pemkab Jember memperkuat sinergi dengan pihak swasta guna menggenjot volume produksi, meningkatkan daya saing produk, dan menembus pasar Eropa serta Timur Tengah.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
JEMBER, KOMPAS — Pasar ekspor edamame tahun 2023 diyakini bakal lebih luas seiring membaiknya kondisi ekonomi global dan meningkatnya kebutuhan makanan bernutrisi tinggi. Sebagai salah satu daerah penghasil edamame, Pemerintah Kabupaten Jember memperkuat sinergi dengan pihak swasta guna menggenjot volume produksi, meningkatkan daya saing produk, dan menembus pasar Eropa serta Timur Tengah.
Bupati Jember Hendy Siswanto dalam kunjungannya ke produsen edamame PT Gading Mas Indonesia Teguh (GMIT), Sabtu (15/10/2022), mengatakan, pasar ekspor edamame masih terbuka lebar karena permintaan dunia yang cukup tinggi. Pangsa pasar itu harus digarap secara optimal agar mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, baik petani, pelaku usaha, maupun pemerintah daerah. Untuk menggarap pasar tersebut, diperlukan penguatan sinergi antarberbagai pihak, terutama pemda dengan perusahaan swasta seperti GMIT.
”Banyak manfaat yang diterima oleh pemda dengan berkembangnya komoditas edamame yang berioentasi ekspor ini. Manfaat itu antara lain penyerapan tenaga kerja yang tinggi, peningkatan kesejahteraan petani, serta penguatan branding atau pencitraan Jember sebagai daerah produsen edamame terbesar di Indonesia,” kata Hendy.
Oleh karena itu, pihaknya membuka ruang kerja sama selebar-lebarnya kepada perusahaan yang bergerak di bidang budidaya edamame. Pemda siap membantu hal-hal yang diperlukan oleh perusahaan untuk berkembang lebih pesat lagi.
”Mungkin masalah penyediaan lahan tanam atau budidaya pertaniannya. Edamame merupakan produk unggulan untuk pasar ekspor dari Kabupaten Jember selain tembakau, kopi, dan coklat,” ucap Hendy.
Direktur Utama PT GMIT Imam Wahyudi mengatakan, pihaknya optimistis prospek pasar edamame tahun depan jauh lebih baik. Oleh karena itulah, pihaknya akan fokus meningkatkan volume produksi baik untuk pasar ekspor maupun pasar domestik.
Imam menargetkan volume produksi edamame beku (frozen) sebesar 2.500-3.000 ton pada tahun depan. Volume produksi itu naik hampir tiga kali lipat dari realisasi produksi tahun ini sebesar 1.000 ton edamame beku. Ada dua jenis produk beku, yakni dalam bentuk edamame dan mukimame.
PT GMIT merupakan salah satu perusahaan yang telah lama memberdayakan petani di Jember melalui program kemitraan budidaya edamame. Salah satu anak perusahaan PT Austindo Nusantara Jaya (ANJ) ini menyerap 539 karyawan dan menyediakan lapangan pekerjaan lebih dari 5.000 karyawan di seluruh rantai pasok termasuk petani.
”Untuk meningkatkan volume produksi edamame ada dua strategi, yakni pengembangan pasar dengan mencari pembeli (buyer) baru. Selain itu memperluas area tanam serta meningkatkan produktivitas hasil panen,” ujar Imam di Jember, Sabtu (15/10/2022).
Dalam upaya memperluas pasar atau mencari ceruk-ceruk pasar baru, perusahaan telah mengundang para calon konsumen. Mereka diajak mengaudit perusahaan dengan cara melihat langsung kondisi pabrik terutama terkait dengan upaya pemenuhan standar keamanan dan mutu pangan.
Imam mengatakan pihaknya menargetkan peningkatan transaksi penjualan ke Jepang yang selama ini menjadi pasar dominan edamame dan Amerika Serikat, serta Australia. Selain itu melakukan penetrasi pasar ke negara-negara di Eropa dan kawasan Timur Tengah. Pasar Asia juga menjadi sasaran perluasan terutama Singapura dan Malaysia.
Selain itu melakukan penetrasi pasar ke negara-negara di Eropa dan kawasan Timur Tengah.
PT GMIT mencatat transaksi penjualan edamame semester pertama 2022 mencapai 657.100 dollar Amerika Serikat. Transaksi itu naik signifikan sebesar 178 persen atau hampir dua kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun 2021 lalu sebesar 235.900 dollar AS. Kenaikan dipicu tingginya volume penjualan edamame segar dan beku serta naiknya harga jual edamame beku di pasar global.
Imam menambahkan perusahaannya juga bakal meningkat volume transaksi penjualan di dalam negeri atau pasar domestik. Strateginya antaralain meningkatkan volume penjualan edamame beku dengan merek Edashi dan memperluas kerjasama dengan produsen atau industri makanan beku lainnya.
Adapun disisi onfarm, perusahaan memerlukan lahan seluas 700-800 ha untuk memenuhi target produksi edamame 2.500-3.000 ton per tahun. Target produksi itu sejatinya masih jauh dari kapasitas terpasang pabrik yang mencapai 6.000-7.000 ton per tahun sehingga memerlukan lahan tanam seluas 1.500-2.000 ha.
Kebutuhan lahan tanam edamame dipenuhi dengan cara membangun kerjasama atau pola kemitraan dengan petani lokal. Salah satu petani, Mualim (41) warga Desa Ajung, Kecamatan Ajung, mengatakan pola kemitraan sangat menguntungkan pihaknya.
Petani mendapatkan pinjaman modal usaha yang bisa digunakan untuk menyewa lahan tanam. Adapun sarana produksi budidaya mulai benih, pupuk, hingga pestisida ditanggung oleh perusahaan. Petani juga mendapat pendampingan dari penyuluh lapangan untuk memastikan kualitas produknya terjaga dan produktivitasnya tinggi sehingga margin usaha taninya menggiurkan.
”Petani menerima insentif Rp 800 per kilogram edamame. Dengan asumsi produktivitas hasil panen 9 ton per ha, petani menerima Rp 7,2 juta. Dalam setahun bisa panen tiga kali,” ujar Mualim yang mengelola 3,9 ha budidaya edamame dengan penghasilan rata-rata lebih dari Rp 20 juta sekali panen.