Drainase Kota Palembang Masih Buruk, Pompanisasi Krusial Diterapkan
Permasalahan banjir di Kota Palembang disebabkan oleh kondisi topografi dan tersumbatnya saluran air (drainase). Kondisi itu disebabkan pembangunan perumahan dan instalasi bawah tanah.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Permasalahan banjir di Kota Palembang disebabkan oleh kondisi topografi dan tersumbatnya saluran air (drainase) di sejumlah titik akibat pembangunan perumahan dan juga instalasi bawah tanah. Jika tidak diantisipasi segera, bencana banjir masih tetap membayangi Palembang.
Hal ini mengemuka dalam pertemuan antara Wakil Wali Kota Palembang Fitrianti Agustinda bersama pemangku kepentingan terkait, Jumat (14/10/2022), di Palembang. Pertemuan ini untuk menindaklanjuti bencana banjir yang terjadi pada Kamis (6/10/2022).
Saat itu, sejumlah titik banjir ditemukan. Yang terparah adalah di kawasan Jalan R Sukamto, Kecamatan Ilir Timur II, dan Jalan Mayor Zen, Kecamatan Kalidoni. Pada saat itu, ketinggian banjir mencapai 70 sentimeter dan menghambat aktivitas warga. Bahkan, di beberapa tempat dampak banjir dirasakan warga dalam dua sampai tiga hari setelahnya.
Dari hasil pemantauan di lapangan, ujar Fitrianti, penyebab banjir di Palembang disebabkan oleh dua hal penting, yakni tidak optimalnya saluran air (drainase) akibat topografi wilayah dan pembangunan yang tidak semestinya.
Dia mencontohkan di Kecamatan Kalidoni dan Kecamatan Ilir Timur I, banjir disebabkan oleh tidak mengalirnya air di permukiman warga akibat topografi (kontur) tanah di kawasan tersebut. Diketahui jalur menuju sungai lebih tinggi dibandingkan kawasan permukiman. ”Kondisi ini membuat air dari daratan tidak bisa mengalir secara optimal,” ujarnya.
Seharusnya air mengalir langsung ke Sungai Musi melalui Sungai Buah, tetapi aliran tersebut terhambat karena Sungai Buah masuk ke dalam kawasan Pabrik Pupuk Sriwidjaja (Pusri) yang merupakan obyek vital negara. Selain itu, ungkap Fitrianti, adanya instalasi bawah tanah yang melintangi saluran juga menghambat mengalirnya air.
Instalasi itu seperti pipa gas, instalasi telekomunikasi, dan jaringan instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Karena itu, dalam prosesnya butuh izin dari sejumlah pihak agar pembangunan saluran nantinya tidak menyalahi prosedur. ”Permasalahan ini cukup kompleks sehingga butuh komitmen dari semua pihak,” ujarnya.
Titik banjir yang cukup besar juga ada di Jalan R Soekamto, Palembang, Kecamatan Ilir Timur II. Di titik ini, permasalahan utamanya adalah tidak adanya kolam retensi pengganti rawa yang harusnya dibangun hotel dan perumahan.
Sebenarnya pembangunan itu tidak akan menjadi masalah jika pengelola hotel dan perumahan menepati janji untuk membangun kolam retensi di sekitarnya agar tidak terjadi banjir di sana. Namun, hingga sekarang, kewajiban itu tidak ditunaikan.
Atas dasar ini, pihaknya memanggil pihak terkait untuk segera mengatasi permasalahan karena jika tidak diselesaikan segera risiko banjir masih tetap menghantui. Bahkan, jika mengacu pada prediksi BMKG, hujan ekstrem masih akan terjadi dan bisa memicu banjir selanjutnya.
Vice President Humas PT Pusri Soeryo Hartono mengatakan, sebenarnya pihaknya sudah beragam upaya melakukan penanggulangan banjir, misalnya dengan melebarkan bentang Sungai Buah agar daya tampung air bisa lebih banyak.
Tidak hanya itu, saat ini sedang dibentuk tim untuk mengukur elevasi dan topografi tanah dari rencana sodetan yang akan menjadi saluran air dari luar kawasan Pusri menuju langsung ke Sungai Musi. ”Kami sudah dalam pengajuan legal opinion dan melihat sejumlah perizinan, termasuk amdal,” ujarnya. Aturan ini harus dilalui karena Pabrik Pusri merupakan obyek vital negara.
Namun, untuk mengatasi permasalahan banjir dalam jangka pendek, Soeryo menyarankan agar diletakkan pompa untuk membantu mempercepat aliran air ke Sungai Buah sehingga banjir yang terjadi bisa lebih cepat surut.
Peggunaan pompa juga menjadi solusi jangka pendek yang dilakukan oleh Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Sumatera Selatan dalam mengatasi banjir di Palembang.
Pejabat Pembuat Komitmen Jalan Nasional Dalam Kota Palembang Kamelia mencatat setidaknya ada 21 titik rawan banjir di jalan nasional Kota Palembang. Penyebabnya karena tertutupnya saluran akibat pembangunan perumahan atau ruko-ruko di pinggir jalan. ”Akibatnya, air tidak mengalir dan akhirnya menggenangi jalan,” katanya.
Untuk mengantisipasi hal ini, pihaknya sedang membuat kajian guna memperlebar saluran, terutama di kawasan Basuki Rahmat yang kerap menjadi langganan banjir. Selain itu, ujar Kamelia, pihaknya juga telah mengajukan bantuan pompa jika terjadi genangan di jalan nasional.
Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Palembang Marlina Sylvia mengakui, permasalahan drainase masih menjadi pekerjaan rumah yang terus dibenahi. Sudah ada 248 bangunan yang ditertibkan karena dinilai menutup saluran air.
Namun, masih banyak warga yang bandel melakukan pembangunan di atas saluran air. ”Kami harus melakukan pendekatan terlebih dahulu sebelum membongkar bangunan. Terkadang banyak yang mengeluh banjir, tetapi mereka tidak mau membongkar bangunan yang menutupi saluran,” ujar Marlina.
Selain itu, banyak pengembang perumahan yang melakukan penimbunan rawa tanpa membangun kolam retensi sehingga banjir pun tidak terhindarkan. Jika menilik pada aturan, setiap penimbunan di atas 5.000 meter persegi harus disediakan lahan untuk pembangunan kolam retensi. Namun, Marlina menyebut, masih banyak pengembang yang melanggar.
Fitrianti menegaskan, pihaknya akan terus memantau dan memberikan peringatan bagi ruko atau perumahan yang membandel. ”Jika tidak ada perubahan, kami akan mengkaji lagi izinnya. Kalau perlu, kita cabut saja izinnya,” tegasnya.