Pertambangan di Ciayumajakuning Belum Sepenuhnya Menjaga Lingkungan
Dari 46 pemilik izin usaha pertambangan di Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan atau Ciayumajakuning, hanya sekitar 46 persen yang menerapkan praktik pertambangan yang baik.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Usaha pertambangan di Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan atau Ciayumajakuning, Jawa Barat, belum sepenuhnya menerapkan praktik pertambangan yang baik atau good mining practices. Praktik pertambangan yang tak sesuai aturan itu harus ditindak karena dapat berdampak pada kerusakan lingkungan.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Barat Ai Saadiyah Dwidaningsih mengatakan, terdapat 46 pemilik izin usaha pertambangan (IUP) di Ciayumajakuning. Usaha itu berupa tambang mineral nonlogam dan batuan. ”Dari yang berizin saja, hanya sekitar 46 persen yang sudah memenuhi good mining practices,” ujarnya di Cirebon, Selasa (11/10/2022).
Dalam praktik pertambangan yang baik, pelaku usaha harus menaati aturan, membuat rencana penambangan, menjamin keselamatan pekerja, dan menjaga lingkungan. Namun, menurut Saadiyah, pemilik usaha belum semuanya berkomitmen menjalankan kaidah tersebut. Kejadian longsor di area tambang yang terjal menjadi contohnya.
Saadiyah mengakui, Dinas ESDM Jabar memiliki keterbatasan personel, anggaran, dan waktu untuk mengawasi praktik pertambangan lebih dari 500 pemilik IUP di Jabar, termasuk di Ciayumajakuning. ”Tapi, intinya, kami sedang menyiapkan sistem informasi. Jadi, laporan pertambangan itu bisa secara digital. Kalau diperlukan, kami juga lakukan pengawasan di lapangan,” ujarnya.
Menurut Saadiyah, pelaku usaha yang belum menjalankan praktik pertambangan yang baik bisa dikenai sanksi. ”Ini masih jadi PR (pekerjaan rumah) kami. Kalau tidak good mining practices, dokumennya bisa kami tahan. Bahkan, ada pembekuan atau pencabutan izin. Apalagi, kalau pertambangan itu menyebabkan korban jiwa,” ujarnya.
Selain pertambangan yang berizin, Dinas ESDM Jabar juga akan memantau pertambangan ilegal. Selama ini, Dinas ESDM Jabar hanya mengandalkan laporan masyarakat atau pemerintah kabupaten/kota terkait lokasi pertambangan ilegal. ”Ada lima (pertambangan ilegal) di Ciayumajakuning. (Jumlah) ini masih akan berkembang. Kami akan buat satgas (satuan tugas) untuk menangani ini,” ujar Saadiyah.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2022 tentang Pendelegasian Pemberian Perizinan Berusaha di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara, perizinan usaha pertambangan beralih dari pemerintah pusat ke provinsi. Meski demikian, Dinas ESDM Jabar tetap berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota. Apalagi, pajak pertambangan akan masuk ke pemerintah kabupaten/kota.
Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum saat membuka sosialisasi Perpres No 55/2022 di Kantor Bupati Cirebon, Selasa, meminta pemda mengevaluasi 46 IUP di Ciayumajakuning, terutama terkait pemeliharaan lingkungan. ”Apakah mereka melakukan reklamasi atau tidak? Kami juga akan mengevaluasi hal lainnya,” ujarnya dalam keterangan tertulis.
Uu menambahkan, Pemerintah Provinsi Jabar akan memproses perizinan tambang dengan cepat. Akan tetapi, satgas yang bakal dibentuk nantinya tidak segan-segan menindak pelaku usaha pertambangan yang melanggar aturan. ”Kalau nanti ada (usaha tambang) yang diputuskan untuk ditutup, satgas yang akan bertindak,” katanya.
Direktur Eksekutif Walhi Jabar Meiki W Paendong menilai, setiap usaha pertambangan bakal berdampak pada lingkungan. ”Yang good mining practices saja sudah pasti mengubah bentang alam. Apalagi kalau tidak baik. Pemerintah harus menindak secara tegas perusahaan tambang yang melanggar aturan. Cabut izin pertambangannya,” ujarnya.
Dari yang berizin saja, hanya sekitar 46 persen yang sudah memenuhi good mining practices.