Kerugian akibat Banjir di Aceh Ditaksir hingga Puluhan Miliar Rupiah
Jika banjir berlangsung dalam waktu yang panjang, padi-padi itu terancam gagal panen. Sawah yang tergenang terletak di Kecamatan Indra Makmur, Simpang Ulim, Birem Bayeun, Banda Dalam, dan Kecamatan Idi Tunong.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Selama sepekan, banjir di Kabupaten Aceh Utara dan Aceh Timur, Aceh, merusak infrastruktur publik, lahan pertanian, dan harta benda warga. Nilai kerugiannya ditaksir mencapai puluhan miliar rupiah.
Banjir di Aceh Timur melanda 24 desa. Sementara di Aceh Utara, banjir berdampak pada 142 desa. Puluhan ribu warga terpaksa mengungsi.
Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Aceh Timur Erwin Atlizar, Selasa (11/10/2022), dalam laporan tertulis menuturkan, luas sawah tergenang banjir mencapai 421 hektar. Sawah yang tergenang terletak di Kecamatan Indra Makmur, Simpang Ulim, Birem Bayeun, Banda Dalam, dan Kecamatan Idi Tunong. Padinya berusia 50 hari hingga telah mencapai masa panen.
Sebagian sawah hingga Selasa masih tergenang. Jika banjir berlangsung dalam waktu yang panjang, padi itu terancam gagal panen. Bukan hanya sawah, ladang jagung seluas 57 hektar juga ikut tergenang banjir.
Sementara di Aceh Utara kerusakan infrastruktur akibat banjir ditaksir Rp 61 miliar. Kerugian itu muncul akibat kerusakan badan jalan, jembatan, dan puluhan meter tanggul sungai yang jebol. Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Aceh Utara Edi Anwar mengatakan, 11 jembatan rusak, dua di antaranya bahkan rusak berat.
”Jembatan dan jalan rusak berat terdapat di Kecamatan Sawang, Geureudong Pasee, dan Kecamatan Langkahan. Kami telah melaporkannya kepada Kementerian PUPR,” kata Edi. Adapun, tanggul sungai rusak berada di Sungai Peutoe, Nisam, dan Sungai Pasee. Edi memperkirakan butuh anggaran Rp 63 miliar lebih untuk memperbaikinya.
Data Badan Penanggulangan Bencana Aceh menyebutkan, banjir, banjir bandang, dan longsor mendominasi kejadian bencana. Pada 2018, tercatat 127 kali bencana dengan nilai kerugian material mencapai Rp 655,8 miliar. Selanjutnya di tahun 2019 terjadi 126 kali dengan kerugian Rp 69,4 miliar dan 170 kali di tahun 2020 dengan nilai kerugian Rp 157,9 miliar.
Sebelumnya Deputi Walhi Aceh Muhammad Nasir mengatakan, pemerintah tidak boleh abai terhadap bencana banjir di Aceh Utara. Selama ini, responsnya hanya tanggap darurat. Mitigasi menyeluruh belum tidak dilakukan.
Nasir berpendapat, banjir di Aceh Utara dipicu banyak faktor, mulai dari kerusakan hutan di daerah resapan air, daerah aliran sungai yang kritis, hingga infrastruktur di hilir yang tidak baik. ”Akibatnya, ketika hujan lebat dalam beberapa hari, banjir tidak terhindarkan,” kata Nasir.
Nasir mengatakan, perambahan hutan dan alih fungsi hutan harus dihentikan. Dia mendorong pemerintah mengkaji ulang izin hak guna usaha dan hutan tanaman industri di kawasan hulu.
Nasir menambahkan, penataan sungai juga perlu dilakukan. Aceh Utara memiliki beberapa daerah aliran sungai (DAS) dan sub-DAS yang kondisinya sama-sama kritis. Beberapa sungai yang kerap meluap adalah Sungai Keureuto, Peuto, Pasee, Pirak, dan Sungai Jambo Aye. Tidak semua sungai memiliki tanggul dan bantaran sebagai penahan air saat terjadi kenaikan debit.