Penyelundupan 179 Kilogram Sabu di Aceh Digagalkan
Hanya satu tersangka yang ditahan yang merupakan penjemput sabu itu. Ia merupakan bagian dari jaringan narkotika Malaysia-Indonesia.
Oleh
ZULKARNAINI
·4 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Kepolisian Daerah Aceh menggagalkan penyelundupan sabu seberat 179 kilogram. Sabu tersebut disita dari hasil operasi di kawasan Peureulak, Kabupaten Aceh Timur. Polisi menahan satu tersangka, yakni F (31), yang berperan sebagai penjemput barang haram itu.
Pelaksana Tugas Direktur Reserse Narkoba Kepolisian Daerah Aceh Komisaris Besar Wika Hardianto, dalam jumpa pers, Senin (10/10/2022), menuturkan, tersangka dan barang bukti telah ditahan sejak Kamis (6/10/2022). Ia ditangkap di Desa Beusa Seberang, Kecamatan Peureulak, Kabupaten Aceh Timur.
Wika mengatakan, tidak mudah menangkap tersangka penyelundup itu. Pihaknya membutuhkan waktu dua minggu untuk dapat mengendus keberadaan tersangka sejak informasi adanya penyelundupan diterima.
Pada Rabu (5/10/2022), dengan menggunakan kapal, Tim Polda Aceh sempat menyusuri perairan Peureulak. Petugas ingin menangkap tersangka sejak di laut agar ruang untuk lolos sempit. Namun, cuaca yang sedang tidak bersahabat membuat petugas kesulitan menjangkau titik sasaran. Ternyata tersangka telah berhasil memindahkan sabu dari kapal ke sebuah mobil.
Akhirnya, sehari setelahnya, Kamis sekitar pukul 07.00, saat mobil berisi sabu itu akan melaju, pelaku ditangkap. ”Tersangka menggunakan mobil Toyota Avanza membawa empat karung dan tiga buah tas biru berisi sabu,” kata Wika.
Wika mengatakan, tersangka yang ditahan itu merupakan bagian dari jaringan narkotika Malaysia-Indonesia. Wika menduga bandar atau pemilik sabu tersebut berada di Malaysia. Adapun F, warga Aceh Timur, sebagai penjemput.
Menurut Wika, modus seperti ini jamak dilakukan dalam kasus penyelundupan sabu di Aceh. Dari luar negeri, sabu diangkut menggunakan kapal. Tim penjemput yang menyaru sebagai nelayan memindahkan sabu ke kapal kayu di tengah laut, kemudian membawa ke daratan Aceh.
Dalam jaringan penyelundupan sabu, Aceh lebih berperan sebagai terminal penghubung. Dari Aceh, sabu itu didistribusikan ke banyak provinsi lain meski sebagian juga beredar untuk pemakai di Aceh.
Rawan penyelundupan
Kawasan utara-timur Aceh yang berhadapan dengan Selat Malaka menjadikan perairan itu bak jalur sutra bagi aktivitas penyelundupan. Bukan hanya narkotika, penyelundupan barang ilegal lain juga marak terjadi, seperti bawang, gula, beras, hingga satwa. Apalagi di sepanjang pantai Aceh Timur banyak muara kecil atau disebut jalur tikus yang hanya bisa dilintasi kapal kecil yang menjadi rute penyelundupan.
Petugas kesulitan untuk mengungkap siapa dalang-dalang di balik penyelundupan sabu ke Aceh.
Dalam banyak kasus, petugas hanya dapat menangkap penjemput atau kurir, sementara bandar atau pemilik narkotika sangat jarang ditangkap. Petugas kesulitan untuk mengungkap siapa dalang-dalang di balik penyelundupan sabu ke Aceh. ”Karena bandarnya tidak bergerak, statis, mungkin mereka di Malaysia. Jaringannya putus-putus,” kata Wika.
Pengungkapan penyelundupan sabu dalam jumlah besar kerap dilakukan oleh aparat penegak hukum di Aceh, mulai dari Polri, TNI, BNN, dan Bea Cukai. Namun, anehnya, penyelundupan tidak juga berhenti.
Pada Januari 2021, Polda Aceh juga menyita sabu 61 kilogram dari lima tersangka. Pada Oktober 2020, Polda Aceh dan Bea Cukai menggagalkan penyelundupan sabu 60 kilogram. Satu tersangka tewas terkena tembakan petugas dan tiga orang ditahan.
Pada Januari 2020, TNI Komando Distrik Militer 0117 Kabupaten Aceh Tamiang menggagalkan penyelundupan narkotika jenis sabu sebanyak 19 kilogram, pil ekstasi 20.000 butir, dan pil happy five 20.000 butir. Namun, pelaku melarikan diri.
Sementara penangkapan dengan barang bukti lebih rendah dari kasus di atas terjadinya lebih sering. Namun, tidak semua dirilis ke publik.
Sepanjang 2020, Kepolisian Daerah Aceh menangani 1.025 kasus kriminal penyalahgunaan narkotika. Dari kasus itu, 2.144 orang ditetapkan sebagai tersangka serta 141 kilogram sabu dan 100.000 butir ekstasi disita. Adapun pada 2019, jumlah barang bukti yang disita berupa 121 kilogram sabu dan 4.348 butir ekstasi.
Pertahanan keluarga
Ketua Inspirasi Keluarga Anti-Narkoba (IKAN) Syahrul Maulidi mengatakan, untuk mencegah penyalahgunaan narkoba di kalangan masyarakat Aceh, ketahanan keluarga harus diperkuat. ”Keluarga adalah benteng terakhir untuk melawan narkoba,” ujar Syahrul.
Syahrul menambahkan, aparatur desa sebagai perpanjangan tangan pemerintah harus berperan besar untuk menghalau peredaran narkoba di desa masing-masing. Syahrul meyakini, jika pemerintahan desa ikut terlibat melawan narkoba, para pengedar tidak akan berani masuk ke desa tersebut.
”Kalau ada orang yang mencurigakan yang terlibat narkoba, segera lapor kepada polisi. Polisi juga harus melindungi warga yang melapor agar mereka merasa aman,” kata Syahrul.
Sebelumnya, Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi Aceh Heru Pranoto mengatakan, sasaran utama penindakannya adalah para bandar. ”Kalau pengguna harus direhab, tetapi bandar harus diringkus. Mereka adalah bagian dari jaringan mafia narkotika internasional,” kata Heru.