Marten A Taha: Fokus Kembangkan Gorontalo sebagai Kota Jasa di Tengah Ancaman Banjir
Kota Gorontalo berfokus mengembangkan sektor jasa sebagai motor pembangunan kota. Namun, ancaman banjir terus membayangi dan mungkin menenggelamkan kota pada 2050.
Setelah 22 tahun menyandang status sebagai ibu kota Provinsi Gorontalo, Kota Gorontalo terus berupaya berbenah. Di bawah arahan Wali Kota Marten A Taha, kota yang pada 2021 berpenduduk 199.788 jiwa itu teguh pada visi membangun diri menjadi pusat jasa.
Setidaknya delapan tahun terakhir, pendapatan asli daerah (PAD) tumbuh pesat. Namun, keterbatasan sumber daya di sektor lain, seperti industri pengolahan atau bahkan pariwisata, menyebabkan Kota Gorontalo masih bergantung pada dana transfer dari pusat. Setengah belanja rutin pemerintah kota tahun ini dibiayai dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) yang berjumlah Rp 1,1 triliun.
Pada saat yang sama, sebuah tantangan menghadang, yaitu bencana banjir yang nyaris tak terhindarkan karena diperburuk oleh perubahan iklim. Pada 2050, sedikitnya 23 persen dari 79,03 kilometer persegi wilayah kota akan dilanda banjir rob. Bentangan tersebut mencakup 47 persen permukiman masyarakat. Kerugian ekonomi diperkirakan menyentuh Rp 6,8 triliun, lebih dari enam kali lipat DAU dan DAK yang diterima Kota Gorontalo tahun ini.
Gorontalo adalah anggota Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) dan anggota Kompas Collaboration Forum (KCF)-Apeksi.
Pada Selasa (4/9/2022), Marten menyampaikan pandangannya akan perkembangan positif dan strategi menghadapi tantangan masa depan sebagaimana dapat disimak dalam penggalan wawancara di bawah ini.
Delapan tahun terakhir, PAD Kota Gorontalo meningkat hingga 4,5 kali lipat. Sektor manakah yang mendorong pertumbuhan drastis tersebut?
Kota Gorontalo ini perekonomiannya hanya digerakkan oleh sektor jasa dan perdagangan. Dari situlah sumber PAD kita, mulai dari jasa pendidikan, kesehatan, transportasi, perhotelan, dan restoran. Di samping itu, juga ada pajak seperti Pajak Bumi Bangunan (PBB), pajak atau retribusi parkir, pajak reklame, dan lain sebagainya.
Memang saat saya diberi amanat oleh rakyat (pada 2014), PAD kita masih berada di angka lebih kurang Rp 69 miliar. Sekarang di tahun 2022 sudah bisa mencapai di angka Rp 310 miliar. Artinya, meningkat sangat signifikan 7-8 tahun terakhir ini.
Apa upaya-upaya yang kami lakukan? Pertama, menginventarisasi semua potensi yang ada. Pajak dan retribusi ini potensinya sebenarnya besar sekali, tetapi mungkin belum terdata semua sehingga belum bisa gali seluruhnya. Jadi, tentunya ekstensifikasi, perluasan (sumber PAD) yang belum dikenai pajak.
Kedua, intensifikasi. Kami berupaya agar masyarakat dimudahkan dalam membayar pajak dengan sistem digitalisasi, pembayaran secara online. Kami menciptakan aplikasi-aplikasi, seperti YanJak (Pelayanan Pajak Kota Gorontalo) dan E-Biliu. Itu adalah aplikasi pembayaran pajak untuk memudahkan masyarakat sehingga bisa membayar pajak di mana saja.
Potensi apa yang masih bisa dikembangkan lebih jauh di Gorontalo untuk mendukung pembangunan daerah?
Yang bisa kita kembangkan menjadi potensi PAD adalah potensi pariwisata. Kota Gorontalo memang tidak punya spot-spot wisata alam. Pantai kita punya, tetapi tidak seindah pantai yang dimiliki daerah lain. Kita juga tidak punya pegunungan atau alam yang bisa dijual sebagai potensi wisata.
Namun, kita punya situs-situs sejarah peninggalan kerajaan zaman dahulu yang bisa kita jual sebagai potensi wisata. Salah satu contoh, kita punya yang namanya Benteng Otanaha. Dulu, itu dibiarkan begitu saja, tidak terawat dengan baik. Maka, saya lakukan pembenahan, saya upgrade sehingga benteng Otanaha menjadi ikon wisata di Kota Gorontalo.
Potensi pariwisata juga kami kembangkan melalui promosi destinasi wisata di daerah-daerah hinterland Kota Gorontalo. Walaupun bukan masuk wilayah kami, destinasi-destinasi tersebut bisa mendatangkan keuntungan bagi Kota Gorontalo.
Contoh, Gorontalo dikenal dengan wisata hiu paus. Lokasi hiu paus (Pantai Botubarani) tidak jauh dari kota Gorontalo, dari pusat kota hanya kira-kira 20 menit. Ya, kami promosikan itu, karena mereka yang datang berwisata untuk melihat hiu paus itu pasti dia menginap di Kota Gorontalo. Mereka akan makan, menggunakan transportasi, dan juga belanja suvenir di Kota Gorontalo. Jadi, hotel, restoran, dan jasa transportasi kami akan meningkat.
Setelah delapan tahun memimpin, apakah optimalisasi potensi-potensi tersebut sudah berpengaruh bagi pembangunan kota?
Alhamdulillah, dalam situasi Covid-19 pun, semua target dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) bisa tercapai, baik dalam bentuk pembangunan infrastruktur, perbaikan ekonomi masyarakat, maupun peningkatan PAD. Ukuran-ukurannya ada dan bukan kami yang mengukur.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Gorontalo sekarang mencapai 77,41. Angka kemiskinan terendah di Provinsi Gorontalo, hanya 5,93 persen. Pertumbuhan ekonomi, gara-gara Covid-19 kemarin kami agak mengalami kontraksi, tetapi pada 2021 mulai tumbuh lagi 2,81 persen.
Tahun 2022 kami bisa perkirakan tumbuh di atas 4 persen. Ukuran-ukuran makroekonomi itu meyakinkan bahwa kami masih on the right track sampai sekarang.
Baca juga: Hendrar Prihadi: Wisata dan Anak Muda Jadi Kekuatan Kota Semarang
Namun, bukan berarti tidak ada tantangan untuk mencapai itu, misalnya banjir. Apakah ini masalah terbesar Kota Gorontalo?
Perubahan iklim sangat berpengaruh. Cuaca berubah sehingga bencana banjir bisa datang kapan saja. Memang ini tidak bisa dihindari karena Kota Gorontalo adalah daerah muara (sungai) yang wilayahnya berbentuk seperti mangkok. Ketika hulu mengalami hujan dan debit air naik, pasti kami menerima limpahan air dari sana.
Apa yang kami lakukan untuk memtigasinya? Kami menormalisasi dan merevitalisasi (daerah aliran) dua sungai yang mengalir ke Kota Gorontalo, yaitu Sungai Bolango dan Bone, mulai dari pengerukan, pelurusan, dan pembuatan tebing.
Kemudian, kami membuat area pedestrian di tepi sungai sehingga sungai bisa bermanfaat. Sisi kiri dan kanannya bisa dinikmati masyarakat untuk trekking, beristirahat, jadi tempat wisata dan tempat bermain bagi anak-anak.
Dalam mengatasi banjir, sudahkah pihak eksternal dilibatkan?
Kami tidak mungkin berhasil sendirian dalam melaksanakan pembangunan. Kuncinya adalah kolaborasi dengan melibatkan seluruh stakeholder, baik dalam sinergi dengan pemerintah secara vertikal maupun horizontal, juga komunitas dan pemuda. Bahkan, ada LSM (lembaga swadaya masyarakat yang saya libatkan dalam pembangunan infrastruktur sebagai tenaga pendamping.
Adakah tantangan lain dari luar yang sedang dihadapi dan sulit diatasi?
SDM (sumber daya manusia) kami belum sehebat SDM di daerah-daerah yang sudah maju. Kami berupaya meningkatkan kemampuan SDM melalui proses pendidikan.
Tidak semua orang bisa mengakses sekolah. Kan, tidak semua orang mempunyai kemampuan (ekonomi) yang sama. Maka, jalan pertama yang saya tempuh adalah membuka akses seluas-luasnya untuk seluruh warga masyarakat. Biaya kebutuhan dasar sekolah (negeri) kami gratiskan semua. Anak-anak yang usia sekolah (SD sampai SMP) tidak boleh tidak sekolah.
Kedua, kita memperbaiki tata kelola, baik dari segi kurikulumnya, pemanfaatan teknologinya, kualitas gurunya, proses belajar-mengajar. Itu harus ditata dengan baik agar tujuan menelurkan SDM Gorontalo yang berkualitas unggul bisa tercapai. Itulah yang menjadi obsesi saya di sektor pendidikan ini.
Di luar pendidikan gratis, inovasi apa yang bisa dicontoh daerah lain dari Gorontalo?
Kami punya inovasi di bidang kesehatan, namanya Tancap (Tanda Aman Calon Pengantin) Nikah. Bagaimana anak bisa lahir dengan baik, tidak stunting (tengkes), bisa hidup dengan baik dari bayi, anak balita, remaja, tua, menikah, sampai mati lagi? Kalau kita mau ciptakan generasi unggul, fase sebelum ada bayi harus dipikirkan, yaitu pranikah. Makanya, sebelum calon pengantin menikah, kami harus screening, baik dari sisi kesehatan (di puskesmas), mental, spiritual, dan moral sehingga calon pasangan suami istri terbukti wajar dan patut (siap) menikah.
Bagaimana bayangan Anda akan Kota Gorontalo 15-20 tahun ke depan?
Sebagai ibu kota provinsi yang kini usianya baru 22 tahun terhitung sejak Provinsi Gorontalo dimekarkan dari Sulawesi Utara, kami ingin mengatasi ketertinggalan. Kami ingin kota ini menjadi lebih maju, masyarakatnya lebih sejahtera, pemerintahan dan pelayanan publik berjalan baik, dan infrastrukturnya menggambarkan bahwa kota ini dihuni oleh masyarakat yang sejahtera dan bahagia.
Seberapa yakin Anda terhadap anak-anak muda Gorontalo untuk menjadi pemimpin di masa depan?
Ini sebenarnya suatu tantangan. Anak-anak muda kita bisa berkiprah di masa yang akan datang apabila mereka mampu menerawang tantangan di masa depan. Sebab, saat ini kita sebenarnya sedang mendidik anak-anak sekolah untuk mengerjakan pekerjaan yang belum ada dan menggunakan teknologi yang belum ada juga.
Maka, saya selalu bilang kepada anak-anak muda agar mereka bersiap diri memasuki era (digital masa depan), karena perubahan semakin cepat. Kalau kita tidak mempersiapkan diri secara mandiri, hanya bergantung dan mengharapkan uluran tangan orang lain, kita tidak akan bisa maju.
Baca juga: KCF-Apeksi Bawa Sejumlah Isu Daerah