Grebeg Maulud Keraton Kasunanan Surakarta yang Dirindukan Warga
Grebeg Maulud Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat sempat digelar terbatas tanpa melibatkan warga akibat pandemi Covid-19 yang sulit dikendalikan. Riuh rendah acara itu sangat dirindukan warga.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Selama dua tahun terakhir, Grebeg Maulud Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat digelar terbatas tanpa melibatkan warga akibat pandemi Covid-19 yang sulit dikendalikan. Riuh rendah acara itu sangat dirindukan warga. Untuk itu, ribuan warga menyerbunya begituupacara tahunan tersebut diadakan kembali tahun ini.
Sejak pukul 10.00, Sabtu (8/10/2022), ribuan warga memadati area Masjid Agung Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Kota Surakarta, Jawa Tengah. Warga dari berbagai usia bercampur baur di sana.
Halaman yang biasanya lengang berubah menjadi lautan manusia. Mereka menunggu-nunggu hadirnya gunungan berisikan hasil bumi dan jajanan pasar yang akan diperebutkan di tengah terik matahari.
Dipimpin oleh prajurit dan kerabat dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, empat gunungan persembahan sang raja keraton, Paku Buwono XIII, memasuki area masjid sekitar pukul 11.00. Warga yang tadinya berteduh di bawah pohon langsung berbondong-bondong mendekati rombongan pembawa gunungan.
Ada empat gunungan yang dibawa, terdiri dari dua gunungan laki-laki dan dua gunungan perempuan. Gunungan laki-laki berisikan hasil bumi, seperti kacang panjang, terong, cabai, dan lain-lain. Sementara gunungan perempuan berisikan jajanan pasar, seperti rengginang, roti, intip, hingga onde-onde.
Lantas, keempat gunungan tersebut didoakan oleh Tafsir Anom Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Kanjeng Raden Tumenggung Muhammad Muhtarom. Setelahnya, sepasang gunungan laki-laki dan perempuan dibawa kembali ke area Kori Kamandungan Keraton Kasunanan Surakarta.
Sepasang gunungan lainnya diletakkan di halaman masjid. Warga yang sedari tadi berkumpul langsung berebut isi gunungan tersebut. Hanya butuh waktu 10-15 menit bagi ribuan warga untuk mengambil habis seluruh isi gunungan tersebut.
”Tahun ini diadakan lagi. Dua tahun sebelumnya libur karena pandemi Covid-19. Tadi bisa disaksikan, pengunjungnya luar biasa. Ini saking rindunya masyarakat akan kegiatan ini,” kata Muhtarom, yang juga menjabat Ketua Takmir Masjid Agung Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Muhtarom menjelaskan, tradisi grebeg diadakan untuk memperingati Maulid Nabi atau kelahiran Nabi Muhammad SAW. Gunungan yang diberikan adalah simbol sedekah dari Paku Buwono XIII selaku penerus kerajaan Mataram Islam. Itu sekaligus bentuk syukur dari sang raja atas keberkahan yang diberikan oleh Tuhan.
Perihal aksi berebut, lanjut Muhtarom, terjadi akibat adanya keterbatasan kemampuan untuk penyediaan gunungan. Sebab, jumlah pengunjung juga tidak bisa diprediksi. Menurut dia, esensi gunungan adalah kemauan dan keikhlasan berbagi. Panjatan doa yang kelak akan memberikan keberkahan bagi warga.
”Niat baiknya agar semua orang mendapatkan sesuatu yang berkah. Semoga semua yang ikut merayakan Maulid Nabi juga mendapatkan keberkahan,” kata Muhtarom.
Sudah biasa ke sini sejak masih kecil dulu.
Dalam perayaan Maulid Nabi, kata Muhtarom, tumbuh harapan agar para umat senantiasa mengilhami ajaran-ajaran Nabi Muhammad SAW. Pihaknya juga mengharapkan supaya bangsa ini selalu diselamatkan di tengah segala bahaya yang mengancam. Berkah melimpah hendaknya diterima segenap warga.
Pengunjung yang menghadiri acara ini tak hanya berasal dari wilayah Surakarta dan sekitarnya. Bahkan, beberapa orang hadir dari provinsi lainnya. Salah satunya ialah Sela Retno Yunita (38), warga asal Pacitan, Jawa Timur, yang datang dengan para tetangganya menggunakan satu bus. Ia tiba di area masjid tersebut sejak pukul 06.00.
Sela sangat merindukan adanya acara tersebut. Terlebih lagi, sudah dua tahun lamanya ia tak ikut serta akibat pandemi Covid-19 yang merajalela. Kerinduan Sela bisa dipahami. Pasalnya, ia merupakan pengunjung rutin yang hampir tak pernah absen setiap tahunnya. Alhasil, kesempatan ikut ”merayah” gunungan tahun ini tidak disia-siakannya.
”Tadi ikut desak-desakan juga. Tetapi, tidak apa-apa. Biar berkah. Sudah biasa ke sini sejak masih kecil dulu,” kata Sela yang memperoleh rengginang, potongan roti, dan potongan intip dalam acara tersebut.
Lain halnya dengan Bandi (60) dan Atik (40), suami-istri yang rela datang jauh-jauh dari Ngawi, Jawa Timur. Keduanya baru pertama kali mengikuti acara ini. Namun, mereka mempercayai hasil ”rayahan” bisa memberikan keberkahan, baik untuk kesehatan maupun pekerjaan yang sehari-hari. Pasangan tersebut memperoleh beberapa potong kacang panjang.
”Nanti mau kami jadikan sayur biar bisa dimakan. Ini bisa bikin sehat dan berkah karena pemberian keraton. Penginnya biar panjang umur dan gampang cari rezeki,” kata Bandi.