Misteri Hilangnya Satu Keluarga di Way Kanan, Dibunuh karena Masalah Warisan
Pembunuhan satu keluarga di Kabupaten Way Kanan, Lampung, karena persoalan warisan menggegerkan warga. Apalagi, kasus ini baru terungkap satu tahun setelah lima korban dinyatakan hilang dari desa tersebut.
Oleh
VINA OKTAVIA
·6 menit baca
WAY KANAN, KOMPAS — Misteri hilangnya Zainudin (70), warga Desa Marga Jaya, Kecamatan Negara Batin, Kabupaten Way Kanan, Lampung, beserta istri, anak, dan cucunya sejak tahun lalu akhirnya terungkap pada Rabu (5/10/2022). Satu keluarga itu ditemukan tewas terkubur dalam septic tank. Pelaku pembunuhan tak lain adalah anak kandung dan cucu Zainudin, Erwin (50) dan W (17). Mereka dibunuh karena masalah warisan.
Sudah setahun Mbah Din, sapaan akrab pria lanjut usia itu, tak pernah lagi terlihat shalat berjamaah di masjid dekat rumahnya. Padahal, petani yang sudah berumur itu biasanya menjadi orang yang paling pertama tiba di masjid setiap Subuh. Tak ayal, para tetangganya heran saat tiba-tiba Mbah Din menghilang bagai ditelan bumi sekitar Oktober 2021.
Tak sendirian, istri sambungnya, Siti Romlah (45), serta anak dan cucunya, Wawan (52) dan Zahra (6), juga menghilang. Padahal, Wawan dan Zahra belum lama mudik dari perantauan di Jambi untuk menengok Mbah Din.
Kepala Desa Marga Jaya M Yani dan warga sekitar lantas menanyakan keberadaan satu keluarga itu kepada Erwin, anak kedua Mbah Din. Kepada warga sekitar, ia mengaku orangtuanya sedang pergi ke kebun di dekat pegunungan di Way Kanan. Sementara Wawan dan Zahra disebut sudah kembali merantau.
Meski merasa aneh karena Mbah Din dan keluarganya pergi tanpa pamit dengan tetangga sekitar, warga sekitar mulanya percaya dengan keterangan Erwin. Apalagi, tak ada gelagat mencurigakan dari pria itu.
”Selama ini, korban (Zainudin) memang sering bertengkar dengan anaknya, Erwin, karena masalah warisan. Perangkat desa pernah beberapa kali melerai dan menengahi,” kata M Yani kepada Kompas saat dihubungi dari Bandar Lampung, Kamis (6/10/2022).
Teka-teki hilangnya Mbah Din dan keluarganya belum terpecahkan hingga Juwanda (26), anak tiri Mbah Din, pulang merantau dari Jakarta pada Desember 2021. Juwanda yang mencari keberadaan ayah dan ibunya juga bertanya pada Erwin. Jawabannya pun sama, Mbah Din dan Siti Romlah disebut sedang berkebun di gunung.
Tak percaya, Juwanda meminta Erwin menemaninya mencari orangtuanya ke gunung. Namun, mereka kembali ke desa itu tanpa Mbah Din dan Siti Romlah.
Juwanda lantas mencari tahu keberadaan orangtuanya kepada sejumlah saudara jauh, yang ada di Pringsewu hingga Tanggamus. Namun, pasangan suami istri itu tak juga diketahui keberadaannya.
Juwanda mulai sering bertengkar dengan Erwin karena kakak tirinya itu justru sibuk menjual kebun milik orangtuanya. Padahal, orangtuanya belum juga ditemukan.
Sekitar pertengahan Februari 2022, kedua saudara tiri itu bertengkar hebat di Pasar Marga Jaya. Pertengkaran mereka disaksikan warga sekitar yang kemudian berusaha melerai.
Tak lama sejak pertengkaran itu, justru giliran Juwanda yang menghilang dari Desa Marga Jaya. Saat adik tirinya menghilang, Erwin buru-buru mengatakan kepada tetangganya bahwa Juwanda sudah kembali merantau ke Jakarta.
Namun, hilangnya Juwanda kala itu membuat warga mulai curiga pada dugaan pembunuhan satu keluarga itu. Hanya saja, mereka tidak punya bukti dan petunjuk tentang hilangnya Mbah Din dan keluarganya.
Saat itu, kepala desa setempat juga sudah melaporkan hilangnya satu keluarga itu kepada aparat Kepolisian Sektor Negara Batin. Namun, penyelidikan belum membuahkan hasil karena tak ada petunjuk tentang keberadaan para korban.
”Saya bersama beberapa remaja karang taruna pernah mencari keberadaan Mbah Din dan keluarganya. Kami masuk diam-diam ke dalam rumah Mbah Din saat Erwin pergi bekerja. Tapi tak ada petunjuk apa pun, termasuk bau mencurigakan di sekitar septic tank tempat korban dikubur,” ungkap Wahedi Rusyanto (40), salah satu tetangga korban.
Menurut dia, semula septic tank itu merupakan sumur sedalam sekitar 6 meter. Namun, pelaku Erwin kemudian mengubah sumur tersebut menjadi septic tank. Perubahan fungsi sumur itu disebut dilakukan setelah pembunuhan untuk menghilangkan bau menyengat dari jasad yang dibuang di dalamnya.
Akan tetapi, gelagat Erwin semakin membuat warga sekitar curiga. Pasalnya, ia dengan santai menjual hampir seluruh kebun milik orangtuanya. Hanya rumah Mbah Din yang juga menjadi lokasi pembunuhan yang tidak dijual. Kepada para tetangga, ia mengaku disuruh menjual kebun oleh orangtuanya untuk membayar utang.
Rentetan peristiwa itu membuat M Yani bersama beberapa warga setempat kembali mencari tahu misteri hilangnya Mbah Din dan keluarganya. Sebagai kepala desa, ia merasa bertanggung jawab atas hilangnya satu keluarga itu.
Pengakuan
Saat Erwin sedang tidak di rumah, warga pun meminta W, anak kandung Erwin, untuk datang ke rumah kepala desa, tepatnya pada Selasa (4/10/2022). Di sana, W ditanya soal di mana keberadaan kakek, nenek, dan paman-pamannya. Akhirnya, W mengaku bahwa mereka semua telah dibunuh.
W lalu menunjukkan lokasi kuburan Juwanda di kebun singkong yang berjarak sekitar 6 kilometer dari desa. M Yani bersama warga lantas menggali tanah tersebut dan menemukan jasad Juwanda. Temuan itu langsung dilaporkan kepada aparat Kepolisian Resor Way Kanan.
Dari pengakuan W, keempat korban lain dikubur dalam septic tank di rumah Mbah Din. Saat ini, polisi telah membongkar septic tank tersebut dan menemukan tulang belulang para korban. Sementara pelaku Erwin ditangkap pada Rabu (5/10/2022) saat berada di Desa Karang Raja, Kecamatan Merbau Mataram, Kabupaten Lampung Selatan.
”Pelaku diduga membunuh keempat korban sekaligus dalam satu waktu menggunakan kapak. Sementara satu korban atas nama Zahra dicekik. Keempat korban lalu dibuang ke sumur yang sudah digunakan sebagai septic tank di belakang rumahnya,” kata Kepala Polres Way Kanan Ajun Komisaris Besar Teddy Rachesna saat paparan kasus di Polres Way Kanan, Kamis (6/10/2022).
Sementara korban Juwanda dibunuh dengan dipukul menggunakan besi. Pembunuhan dilakukan ketika korban sedang tidur di dalam rumah pada Februari 2022.
Setelah korban tak berdaya, kedua pelaku menyeretnya ke dapur hingga meninggal. Jasad korban diangkut menggunakan mobil pikap dan dibawa ke areal kebun singkong untuk dikubur. Polisi menyita besi dan kapak yang digunakan oleh pelaku untuk menghabisi keluarganya.
Saat ini, para pelaku dikenai Pasal 338 KUHP dengan ancaman kurungan maksimal 15 tahun. Namun, jika hasil pemeriksaan pelaku terbukti ada perencanaan, pelaku akan dijerat Pasal 340 KUHP dengan ancaman pidana mati atau seumur hidup.
Niat jahat
Pengajar hukum pidana Universitas Lampung, Heni Siswanto, menilai, pelaku sudah mempunyai niat jahat sejak lama sehingga tega menghabisi seluruh keluarganya. Dendam kesumat itu bisa muncul karena persoalan harta.
”Rasa tega dan tidak menghormati keluarga itu muncul karena sudah terbangun niat jahat. Pelaku sudah punya maksud sehingga melakukan pembunuhan sadis tersebut. Tidak mungkin pembunuhan itu dilakukan seketika, pasti ada perencanaan,” kata Heni.
Sementara itu, pengajar sosiologi Universitas Lampung, Pairul Syah, mengungkapkan, tekanan ekonomi dapat mendorong seseorang untuk melakukan pembunuhan secara membabi buta. Selain itu, konflik di dalam keluarga juga bisa memicu seseorang sehingga tega membunuh keluarganya. Pelaku pembunuhan juga biasanya jauh dari agama sehingga tidak mampu membentengi diri dari dorongan untuk melakukan kejahatan.
”Dalam rumah tangga ada tatanan sosial yang harus dibangun. Norma-norma sosial dan kehidupan kebersamaan juga harus dibangun. Kesejahteraan dalam keluarga juga penting sehingga seluruh anggota keluarga bisa berperan dengan baik,” katanya.
Tragedi pembunuhan satu keluarga di Way Kanan karena persoalan warisan ini semoga menjadi refleksi untuk kembali menguatkan ikatan keluarga. Jangan sampai warisan yang semestinya menyejahterakan justru memantik petaka.