Kompolnas: Pengamanan Tidak Sebanding Gagal Cegah Tragedi Kanjuruhan
Jumlah petugas keamanan gabungan yang tidak sebanding dengan massa gagal mencegah kerusuhan sepak bola yang menimbulkan tragedi Kanjuruhan di Malang, Sebanyak 2.000 petugas mengamankan lebih 42.000 orang.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO, DEFRI WERDIONO
·4 menit baca
MALANG, KOMPAS — Sebanyak 2.000 anggota pengamanan terpadu dinilai tidak sebanding dengan lebih dari 42.000 orang di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022) malam, yang menyaksikan laga Liga 1 antara Arema FC dan Persebaya Surabaya. Pengamanan tidak sebanding itu terbukti gagal mencegah kerusuhan yang mengakibatkan kematian 125 jiwa dengan 2 jiwa di antaranya anggota Polri.
Demikian salah satu poin yang disampaikan oleh Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyikapi perkembangan penyelidikan Tragedi Kanjuruhan dalam jumpa pers di Kepolisian Resor Malang, Selasa (4/10/2022). Kompolnas hadir ke Malang untuk memantau dan mengawasi penyelidikan oleh Polri dan menerima masukan terutama dari keluarga korban yang hampir seluruhnya ialah Aremania, pendukung Arema FC.
Menurut anggota Kompolnas, Albertus Wahyurudhanto, kursi penonton di stadion berkapasitas 38.000-42.000 orang itu sudah penuh menjelang laga dimulai. Padahal, di luar prasarana milik Pemerintah Kabupaten Malang itu masih ada beribu-ribu orang yang bertiket, tetapi tidak bisa masuk. ”Jumlah petugas pengamanan 2.000 orang, yang 600 orang di antaranya dari Polres Malang kemudian 1.400 orang dari bantuan polres sekitar, Brimob, dan TNI,” katanya. Namun, Kompolnas tidak menyebut berapa standar pengamanan untuk massa sebanyak itu.
Mengenai penembakan gas air mata oleh petugas yang memicu kepanikan, kericuhan, kerusuhan, dan berujung kematian massal penonton, Wahyu mengatakan, terus memantau penyelidikan. Penggunaan gas air mata diatur dalam Peraturan Kepala Polri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa dan Prosedur Tetap Kepala Polri Nomor Protap/1//2010 tentang Penanggulangan Anarki.
Namun, penggunaan gas air mata dilarang sesuai peraturan FIFA tentang keselamatan dan keamanan stadion. Wahyu mengakui, peraturan FIFA belum diratifikasi oleh petugas pengamanan di Indonesia dalam laga sepak bola. ”Ini menjadi catatan bagi kami untuk merekomendasikan agar diadakan aturan khusus untuk pengamanan sepak bola,” katanya.
Wahyu melanjutkan, dalam kerusuhan itu ada beberapa pintu stadion yang dikunci sehingga penonton kesulitan keluar. Penonton terinjak-injak dan mengakibatkan kematian massal. Dalam penyelidikan awal, Polri mengumumkan sebanyak 34 jiwa korban meninggal mengalami kematian di area stadion. Selebihnya meninggal dalam perjalanan dan atau penanganan di rumah sakit.
Belum diketahui secara pasti pihak yang mengunci pintu-pintu stadion.
Belum diketahui secara pasti pihak yang mengunci pintu-pintu stadion. Padahal, lazimnya, pintu stadion terbuka 15 menit sebelum laga berakhir. Mungkin penutupan pintu terkait penonton membeludak serta keberadaan massa di luar agar tidak masuk. ”Dari keterangan kepada kami, Kepala Polres Malang (kini telah dinonaktifkan) tidak memerintahkan penutupan pintu sehingga harapannya 15 menit pintu dibuka, tetapi tidak diketahui mengapa pintu terkunci,” ujarnya.
Di stadion terdapat 15 pintu yang dua di antaranya berukuran besar. Belum diketahui siapa penanggung jawab operasional pintu. Namun, kunci biasanya dipegang oleh panitia pelaksana. ”Secara logika yang pegang kunci adalah panpel, enggak mungkin polisi megang kunci, pasti panpel,” kata Wahyu.
Periksa kamera pemantau
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo mengatakan, tim Laboratorium Forensik Polri masih memeriksa 6 dari 32 kamera pemantau atau CCTV stadion. Kamera yang diperiksa, antara lain di pintu 3 dan 9-13. Tim penyidik Bareskrim dan Polda Jatim masih bekerja secara maraton sesuai perintah Kepala Polri.
Alasan didalaminya enam CCTV, menurut Dedi, berdasarkan hasil analisis sementara di tempat itu terdapat cukup banyak korban jiwa. Kondisi pintu di tempat itu cukup sempit, hanya berkapasitas dua orang, tak sebanding dengan jumlah penonton yang hendak keluar yang jumlahnya ratusan. Kondisi pintu stadion masuk materi penyidikan. ”Hasil keterangan labfor (laboratorium forensik), (pintu) tidak tertutup, tetapi sempit sekali. Kapasitas dua orang, tetapi yang keluar ratusan orang sehingga terjadi impitan. Itu juga jadi bagian yang didalami,” katanya.
Dedi juga menyebutkan, tim telah memeriksa 29 saksi, dengan rincian 23 orang merupakan anggota kepolisian yang bertugas di stadion selama laga Arema FC vesus Persebaya berlangsung dan 6 saksi dari panitia penyelenggara dan lainnya. Saksi dari panitia sudah diperiksa kemarin dan besok. ”Tim sudah meningkatkan status dari penyelidikan menjadi penyidikan. Masih mengumpulkan beberapa alat bukti, keterangan saksi sudah, nanti ada keterangan ahli dan pemeriksaan alat bukti lainnya. Baru pada saatnya kami akan menetapkan tersangka dan memeriksa statusnya sebagai tersangka,” katanya.
Soal data korban, Dedi menyebutkan, jumlah korban meninggal masih 125 orang dan 467 lainnya luka-luka. Dari korban luka, sebanyak 406 luka ringan, 30 luka sedang, 29 luka berat. Sementara korban yang masih menjalani perawatan di rumah sakit sebanyak 59 orang. Sebanyak 30 di antaranya dirawat di RS Syaiful Anwar Malang dan 11 RSUD Kepanjen.
Namun, saat disinggung soal adanya perbedaan data dengan milik Dinas Kesehatan Kabupaten Malang yang menyebut angka 131 orang yang meninggal, Dedi mengatakan akan mengonfirmasi kembali. ”Saya akan konfirmasi kembali, tetapi data yang kami dapat dari Pusdokes seperti itu,” ujarnya.
Adapun Divisi Profesi dan Pengamanan serta Inspektorat Khusus (Itsus) kembali memeriksa dan mendalami keterangan 29 anggota Polri, yang 9 orang di antaranya sudah dinonaktifkan. Pemeriksaan dan pendalaman terkait masalah pelanggaran kode etik dalam tugas pengamanan di stadion.