Tragedi di Kanjuruhan menyisakan duka mendalam dan sesal yang tak berkesudahan. Seperti dikatakan Ketua Umum Paguyuban Suporter Timnas Indonesia Ignatius Indro, seharusnya tiada laga sepak bola seharga nyawa.
Kesedihan keluarga korban kerusuhan di RS Wava Husada, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Minggu (2/10/2022).
Mashadi (49) tak kuasa membendung tangis saat menunggu identifikasi putrinya, Hindun Diana (19), di RSUD Dr Saiful Anwar, Malang, Jawa Timur, Minggu (2/10/2022) siang. Hindun merupakan 1 dari 125 korban meninggal dalam tragedi kerusuhan seusai laga Persebaya versus Arema FC di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu malam.
”Saya ingin keadilan yang seadil-adilnya, kebenaran yang sebenar-benarnya,” kata Mashadi, menuntut penegakan hukum atas tragedi itu.
Tidak jauh dari situ, nestapa serupa dialami Aji Suryadi (40). Ia meratapi kematian anaknya, Akbar Raihan Firdaus (15), yang menjadi korban dalam tragedi kemanusiaan di Kanjuruhan.
”Dia masih anak-anak, mengapa turut menjadi korban,” kata Aji.
Di instalasi gawat darurat, Edi Hermanto (55) terus memanjatkan doa untuk kesembuhan sang putri, Bellanis Agustin (16), yang tengah dirawat. ”Kalau tahu akan begini, mending enggak usah lihat sepak bola di stadion, di rumah saja, aman,” ujar Edi menyesali keputusannya mengizinkan sang buah hati menonton sepak bola di Stadion Kanjuruhan.
KOMPAS/DAHLIA IRAWATI
Suasana di depan RS Wava Husada, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Minggu (2/10/2022). Rumah sakit ini merupakan salah satu dari sejumlah rumah sakit yang menangani korban kerusuhan suporter sepak bola.
Sementara itu, di Rumah Sakit Wava Husada, Kepanjen, Kabupaten Malang, Satun (48) menangis tersedu. Sambil menggendong cucunya yang berusia 1,5 tahun, ia berusaha berkomunikasi dengan petugas medis, menanyakan kejelasan jenazah anaknya, Radina Astrid Yufitasari (20), yang juga menjadi korban tragedi tersebut.
”Sebenarnya sudah saya larang nonton, nunggu anaknya dua di rumah saja, 1,5 tahun dan 3 tahun. Sudah saya bilang tidak usah, tetapi namanya keinginannya keras, mau bagaimana lagi,” kata Satun sesenggukan.
Satun datang ke RS Wava Husada diantar oleh Hanif (25), teman Radina. Hanif turut menonton laga Arema bersama Radina. Ia selamat, sedangkan Radina tewas terinjak-injak penonton lain.
”Tadi itu suasana kacau, gas air mata terasa perih dan bikin sesak napas. Semua orang panik. Saya dan Radina awalnya berhasil turun menuju ke pintu. Namun, pintu tak bisa dilewati karena penuh. Pegangan kami pun terlepas karena desakan dari belakang. Saya selamat dan Radina…,” kata Hanif tercekat dan tak mampu melanjutkan percakapan.
Tampak kesedihan menggantung di raut mukanya. Bola matanya sayu, menghadapi kejadian yang tak pernah disangka-sangka. Sesekali ia mencoba tersenyum saat ada orang menawarinya minum.
Suasana di depan RS Wava Husada, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Minggu (2/10/2022). Rumah sakit ini merupakan salah satu dari sejumlah rumah sakit yang menangani korban kerusuhan suporter sepak bola.
Posko layanan korban
Di Balai Kota Malang, Pemerintah Kota Malang membuka posko layanan informasi terkait tragedi Kanjuruhan. Posko dibuka hingga setidaknya tiga hari ke depan.
”Posko ini kami buka untuk menerima aliran informasi dan data akibat tragedi kemanusiaan di Kanjuruhan. Tujuannya mengumpulkan data, baik yang sakit, meninggal, maupun dimakamkan. Korban tidak kami batasi dari Kota Malang saja,” kata Prayitno, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Malang.
Setidaknya ada 40 personel BPBD Kota Malang ditambah tim dinas kesehatan dan institusi terkait bersiaga secara bergantian di posko itu. Mereka bersiap nonstop 24 jam untuk menerima laporan keluarga yang kehilangan kerabatnya dalam tragedi Kanjuruhan. Sejauh ini, jumlah korban jiwa akibat tragedi Kanjuruhan 125 orang, 2 di antaranya polisi.
”Rata-rata korban meninggal dengan tubuh membiru karena terinjak-injak dan sesak napas,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malang Wiyanto Wijoyo.
Sejumlah keluarga korban berkumpul di sekitar ruang IGD RS Wava Husada, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Minggu (2/10/2022). Rumah sakit ini merupakan salah satu dari sejumlah rumah sakit yang menangani korban kerusuhan suporter sepak bola.
Dalam keterangan resmi yang disampaikan melalui web resmi Arema, manajemen Arema FC menyampaikan dukacita atas musibah itu.
”Arema FC menyampaikan duka mendalam atas musibah di Kanjuruhan. Manajemen Arema FC turut bertanggung jawab untuk penanganan korban, baik yang telah meninggal maupun yang luka-luka,” kata ketua panitia pelaksana laga Arema FC, Abdul Haris.
Kita semua mencintai bola, mencintai bagaimana suasana pertandingan bola yang bisa memberikan suasana membahagiakan bagi kita semua. Ini pembelajaran penting bagi kita semua. (Khofifah Indar Parawansa)
”Kepada keluarga korban, manajemen Arema FC memohon maaf sebesar-besarnya serta siap memberikan santunan. Manajemen siap menerima saran dan masukan dalam penanganan pascamusibah agar banyak yang diselamatkan,” ujarnya.
Bupati Malang M Sanusi, yang mengunjungi korban di rumah sakit, mengatakan, pihaknya akan menanggung semua biaya perawatan korban luka. Pihaknya juga mengerahkan semua ambulans yang berjumlah 50 unit untuk membantu mengangkut korban.
”Biaya ditanggung Pemerintah Kabupaten Malang. Saya sudah perintahkan ke rumah sakit setiap korban yang masuk untuk dirawat semua. Itu yang bisa kami lakukan di tengah keterbatasan,” ujarnya.
KOMPAS/NINA SUSILO
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa
Empati terhadap korban juga disampaikan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa. Pemerintah Provinsi Jatim akan memberikan santunan takziah Rp 10 juta bagi keluarga korban tewas. Korban luka berat akan mendapatkan Rp 5 juta.
Khofifah berharap peristiwa ini menjadi pembelajaran bagi semua. ”Kita semua mencintai bola, mencintai bagaimana suasana pertandingan bola yang bisa memberikan suasana membahagiakan bagi kita semua. Ini pembelajaran penting bagi kita semua,” katanya.
Tragedi di Kanjuruhan menyisakan duka mendalam dan sesal yang tak berkesudahan. Seperti dikatakan Ketua Umum Paguyuban Suporter Timnas Indonesia Ignatius Indro, seharusnya tiada laga sepak bola seharga nyawa.