Berpotensi Ekonomi Besar, Pengelolaan Sampah di Palembang Belum Optimal
Sampah, terutama organik, berpotensi ekonomi besar, tetapi belum terkelola dengan baik. Buktinya, timbunan sampah di Kota Palembang mencapai 900 ton per hari.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Timbunan sampah di Palembang masih tinggi. Dari sekitar 1.200 ton sampah yang diproduksi per hari, jumlah sampah yang tertimbun mencapai 900 ton. Hal ini menandakan pengelolaan sampah di tingkat masyarakat masih rendah. Padahal, potensi ekonomi dari pengelolaan sampah cukup besar.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Palembang Ahmad Mustain, Kamis (29/9/2022), menyebut, tumpukan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sukawinatan terus bertambah.
Dalam satu hari diperkirakan ada 900 ton sampah yang masuk ke TPA itu. Itu berarti jumlah sampah yang bisa dikelola di masyarakat hanya sekitar 300 ton per hari. Itu pun mungkin ada yang belum terangkut.
Jika tidak segera ditanggulangi, lanjut Ahmad, dikhawatirkan tumpukan sampah akan semakin tinggi. Masih tingginya jumlah sampah yang masuk ke TPA menandakan kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah sejak dari dini masih minim.
Beragam cara dilakukan, seperti melibatkan komunitas, untuk mengedukasi masyarakat mengelola sampah. Hingga saat ini ada 38 bank sampah yang beroperasi di Palembang. Namun, jumlah tersebut belum memadai. ”Seharusnya, satu kelurahan satu bank sampah. Tujuannya agar pengelolaan sampah mulai dari masyarakat bisa meningkat,” ucapnya.
Dengan begitu, idealnya ada 107 bank sampah di Palembang. ”Inilah yang terus kami upayakan dengan melibatkan beragam pemangku kepentingan,” ujarnya. Padahal, mengelola sampah juga mendatangkan nilai ekonomi dengan skema ekonomi sirkular.
Hanya saja, masyarakat belum teredukasi. Jangankan untuk mengelola sampah, masih banyak masyarakat yang belum melakukan pemilahan sampah sejak dari rumah.
Menurut Ahmad, mengedukasi masyarakat mulai giat mengelola sampah memang membutuhkan waktu yang lama dan harus dimulai dari sekolah. ”Ada beragam komunitas yang memiliki komitmen untuk melakukan edukasi dan kami sangat mengapresiasi hal tersebut,” ucapnya.
Sampah organik
Ketua Yayasan Sampah Amal Nusantara Fetri Fajeri mengatakan, potensi sampah jika telah dipilah sangatlah besar khususnya sampah organik. Dalam satu hari ia bisa menghasilkan sekitar 3 ton sampah organik dengan omzet sekitar Rp 18 juta per hari.
Fetri menyebut, saat ini pemesanan sampah organik untuk budidaya maggot dan ulat jerman cukup besar. Untuk wilayah Palembang saja potensi pasar maggot dan ulat jerman mencapai 1 ton per bulan dengan omset mencapai hingga Rp 300 juta per bulan. Potensi lebih besar ada di beberapa daerah di luar Jawa. Bahkan, ulat jerman dipesan oleh pihak luar negeri negeri, seperti China, Malaysia, dan Singapura.
Namun, dirinya masih kesulitan mencari sampah organik yang bisa digunakan untuk pakan. ”Karena itu, kami terus bekerja sama dengan pemerintah agar sampah organik bisa tersedia terutama dari sampah yang ada di pasar,” katanya.
Di sisi lain, ucap Fetri, pihaknya juga terus melakukan edukasi ke masyarakat, mulai dari sekolah-sekolah agar siswa dapat mengelolah sampahnya sejak dari rumah. Selain meningkatkan pendapatan dari sampah, pengelolaan sampah dari rumah diharapkan juga bisa mengurangi risiko tumpukan sampah di TPA.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel Yuliusman mengatakan, agar program ini berjalan, pemerintah harus memastikan pengelolaan sampah di hulu bisa berjalan dengan baik. ”Harus dipastikan sarana dan prasarana untuk penampungan sampah rumah tangga sudah tersedia,” ucapnya.
Menurutnya, pengelolaan sampah di Palembang belum optimal. Hal ini terbukti dari masih banyaknya sampah yang tidak terangkut dan akhirnya dibuang di median jalan atau menumpuk di beberapa titik bahkan di sungai.