Empat Hari Gunung Ciremai Terbakar, Pemadaman Terkendala Cuaca dan Medan
Kebakaran hutan dan lahan di Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, yang terjadi sejak Senin (25/9/2022) belum sepenuhnya padam. Pemadaman terkendala kondisi cuaca hingga medan yang berat.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·4 menit baca
KUNINGAN, KOMPAS — Kebakaran hutan dan lahan di Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, telah memasuki hari keempat pada Rabu (28/9/2022). Cuaca panas, angin kencang, keterbatasan air, hingga medan jalan yang sulit menjadi kendala pemadaman.
Titik api di Gunung Ciremai pertama kali tampak di Blok Cileutik dan menyebar ke Blok Manguntapa, Pasawahan, Minggu (25/9/2022). Sempat padam pada Senin (26/9/2022) dini hari, api muncul lagi pada siang hari. Kebakaran lalu meluas ke Blok Erpah hingga dekat obyek wisata 1001 Manguntapa di Desa Singkup, Kecamatan Pasawahan, Kuningan.
Pada Selasa (27/9/2022) dini hari, petugas mampu memadamkan api. Namun, petugas kembali mendeteksi asap di Blok Pejaten hingga Blok Batu Luhur, Kecamatan Pasawahan, pada siang hari. Kobaran api hanya berjarak sekitar 300 meter dari warung dan obyek wisata Batu Luhur, Padabeunghar.
Pada Selasa malam, api sempat padam. Namun, api terlihat lagi pada Rabu (28/9/2022) sekitar pukul 10.00 di Blok Pejaten. Setelah memastikan tidak ada api pada siang hari, petugas kembali mendeteksi asap di dekat Kebun Raya Kuningan. Hingga Rabu sore, upaya pemadaman masih dilakukan.
Petugas berupaya memadamkan kobaran api secara langsung dengan menyiramkan air. Air tersebut awalnya diambil dari embung, lalu dibawa dengan mobil yang dilengkapi tangki ukuran 1.800 liter. Air dari mobil tangki itu lalu dipindahkan ke kolam portabel. Dari wadah itu, air dimasukkan ke ransel pompa air, kemudian dibawa petugas ke titik api dengan berjalan kaki.
”Kendala pemadaman salah satunya karena medannya sulit. Kami juga harus membuat jalur baru,” ucap Kepala Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC) Teguh Setiawan saat ditemui di area kebakaran di Pejaten. Medan jalan itu berbatu, terjal, curam, dan dipenuhi semak.
Kendala lainnya adalah pasokan air. Di Blok Pejaten, misalnya, tidak ada embung sehingga petugas mengangkut air secara manual dari mobil tangki. ”Cuaca panas dan angin kencang, terutama siang hari, juga memicu kebakaran. Apalagi, yang terbakar semak belukar,” katanya.
Menurut Teguh, petugas telah mencegah munculnya api dengan mopping-up atau mendinginkan titik api yang telah padam. Petugas juga berpatroli mengecek area kebakaran hingga malam hari. Akan tetapi, semak belukar yang tebal dan kering mudah terbakar saat terdampak panas terik.
”Semoga titik ini yang terakhir terbakar. Kami belum bisa memastikan area yang terbakar karena petugas masih fokus memadamkan api. Setelah itu, kami hitung,” ujar Teguh. BTNGC memperkirakan, total lahan yang terbakar selama empat hari terakhir berkisar puluhan hektar.
Sejak Minggu sampai sekarang sudah sekitar 250 personel yang bertugas bergantian menjinakkan api. Petugas gabungan berasal dari BTNGC, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kuningan, Polri dan TNI, pemadam kebakaran, serta masyarakat pengelola wisata.
Teguh belum bisa memastikan penyebab kebakaran di gunung setinggi 3.078 meter di atas permukaan laut tersebut. ”Kami mengimbau masyarakat lebih bijak dan tidak membakar lahan di sekitar taman nasional. Kalau tertangkap tangan melanggar, bisa diproses hukum,” ujarnya.
Kendala pemadaman salah satunya karena medannya sulit. Kami juga harus membuat jalur baru.
BTNGC juga terus melakukan mitigasi untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di gunung tertinggi di Jabar itu. Upaya tersebut, antara lain, dilakukan melalui pembuatan sekat bakar dengan membabat ilalang hingga menyisakan tanah dan batu selebar 2-10 meter. Ilalang ditumpuk di sepanjang jalur bekas pangkasan. Dengan begitu, api pun hanya membakar ilalang, tidak menyebar.
BTNGC juga telah membuat posko karhutla di Kantor Resor BTNGC Pasawahan. Selain bersiaga 24 jam, petugas dari berbagai instansi itu juga memantau area kebakaran. Teguh berharap masyarakat yang menemukan pelanggaran segera menghubungi kontak 08112187411.
Kepala BPBD Kuningan Indra Bayu Permana menambahkan, gunung dengan luas 15.000 hektar itu masih berpotensi terbakar. ”Seharusnya, September ini sudah musim hujan, tetapi cuaca masih panas dan anginnya kencang. Ini harus diantisipasi. Makanya, kami tetap siaga,” ucapnya.
Karhutla di Ciremai terus berulang. Awal September lalu, lahan 7,25 hektar terbakar di Blok Pejaten. Tahun 2021, lahan yang terbakar di gunung itu tercatat sekitar 1 hektar. Tahun 2019, area yang terbakar mencapai 1.023 hektar, sementara pada 2018 sekitar 1.300 hektar.