Antisipasi Kebakaran di Gunung Ciremai, Petugas Tingkatkan Frekuensi Patroli
Kebakaran hutan dan lahan kembali terjadi di Taman Nasional Gunung Ciremai, Jawa Barat. Petugas meningkatkan patroli untuk mengantisipasi kebakaran di gunung tertinggi di Jabar itu.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
KUNINGAN, KOMPAS — Balai Taman Nasional Gunung Ciremai meningkatkan frekuensi patroli untuk mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan di Gunung Ciremai, Jawa Barat. Masyarakat juga diimbau tidak membakar lahan yang berbatasan dengan kawasan gunung tertinggi di Jabar tersebut.
Kepala Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC) Teguh Setiawan mengatakan, petugas telah memetakan titik rawan kebakaran di Ciremai. Titik rawan kebakaran itu tersebar di sejumlah daerah, misalnya Pasawahan, Padaherang, hingga Kaduela. ”Selain berbatasan langsung dengan lahan warga, titik itu juga pernah terbakar,” ujarnya, Sabtu (3/9/2022), di Kuningan.
Di Blok Pejaten, sekitar Desa Padabeunghar, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan, Jabar, misalnya, terjadi kebakaran pada Kamis (1/9/2022) sekitar pukul 16.00. Titik api juga berdekatan dengan Desa Cikalahang, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon. Sekitar 100 orang berjibaku memadamkan api di daerah itu.
Selain petugas, mereka juga berasal dari masyarakat peduli api (MPA), Paguyuban Kelompok Tani Hutan Siliwangi Majakuning, koperasi pengelola obyek wisata, serta personel TNI dan Polri. Api yang membakar semak belukar berhasil dipadamkan sekitar pukul 21.30 atau lebih lima jam.
Amukan si jago merah itu telah membakar 7,25 hektar lahan di Ciremai. ”Kejadian ini yang pertama di tahun 2022. Kami berharap semoga ini juga yang terakhir. Untuk antisipasi kebakaran ke depannya, kami akan meningkatkan frekuensi patroli dari satu kali menjadi dua kali,” kata Teguh.
Patroli tersebut untuk memantau potensi titik api sekaligus mengecek sekat bakar yang berfungsi mencegah meluasnya kebakaran hutan dan lahan. Pembuatan sekat bakar dilakukan dengan membabat ilalang hingga menyisakan tanah dan batu dengan lebar 2-10 meter. Ilalang ditumpuk di sepanjang jalur bekas pangkasan. Api pun hanya membakar ilalang, tidak menyebar ke pohon.
”Kebakaran kemarin itu bisa diatasi karena kami sudah bersihkan sekat bakarnya. Padahal, waktu itu api mudah menyebar akibat angin cukup kencang. Saat ini, sudah ada 44 kilometer sekat bakar,” ujar Teguh. Sekat bakar juga jadi jalur bagi petugas untuk memadamkan api.
Amukan si jago merah itu telah membakar 7,25 hektar lahan di Ciremai.
Selain menggiatkan patroli, BTNGC juga bakal menambah personel yang sebelumnya berjumlah 6-7 orang setiap tim untuk mencegah kebakaran di gunung seluas 15.000 hektar itu. Meski demikian, penambahan petugas dan bantuan warga akan disesuaikan dengan kondisi lapangan.
Teguh juga mengimbau masyarakat yang berada di sekitar kawasan Ciremai agar tidak membakar lahan. ”Dugaan awal kebakaran kemarin karena ada lahan di sekitarnya yang dibersihkan dengan api tetapi ditinggalkan begitu saja. Warga juga harus mengawasi,” katanya.
Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Kuningan San Andre menambahkan, kunci penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di Gunung Ciremai terletak pada respons cepat dari laporan berbagai pihak. ”Termasuk bantuan warga sehingga api tidak meluas,” ujarnya.
Kebakaran hutan dan lahan memang kerap mengancam Gunung Ciremai, yang mempunyai tinggi 3.078 meter di atas permukaan laut, terlebih saat musim kemarau. Tahun lalu, lahan yang terbakar di gunung itu sekitar 1 hektar. Tahun 2019, area yang terbakar mencapai 1.023 hektar, sementara pada 2018 sekitar 1.300 hektar.