Jenazah beliau telah dibawa ke rumah duka di Blang Bladeh, Bireuen, untuk dimakamkan. Bersamaan dengan kabar Abu Tumin wafat, Bireuen dan sebagian besar daerah di Aceh diguyur hujan deras.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BIREUEN, KOMPAS — Teungku Haji Muhammad Amin bin Teungku Mahmud atau kerap disapa Abu Tumin, seorang ulama Besar di Aceh, tutup usia pada Selasa (27/9/2022) di Rumah Sakit Umum Daerah dr Fauziah, Kabupaten Bireuen. Abu Tumin berpulang pada usia 90 tahun.
Abu Tumin merupakan pengasuh Dayah (Pesantren) Al Madinatuddiniyah Babussalam, Blang Bladeh, Bireuen. Dayah ini berusia 132 tahun, salah satu dayah tertua di ”Serambi Mekkah”. Dayah tersebut didirikan oleh kakeknya, Teungku Haji Imam Hanafiah, tahun 1890.
Direktur RSUD dr Fauziah, Bireuen, Amir Addani menuturkan, Abu Tumin wafat setelah menjalani perawatan selama dua hari karena mengalami sesak. Namun, Amir tidak menjelaskan lebih detail penyakit yang diderita Abu Tumin.
Jenazah Abu Tumin dibawa ke rumah duka di Blang Bladeh, Bireuen, untuk dimakamkan. Bersamaan dengan kabar Abu Tumin wafat, Bireuen dan sebagian besar daerah di Aceh diguyur hujan deras.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Bireuen Suhaimi sedih saat mendengar kabar meninggalnya ulama besar Abu Tumin. Sebagai anggota DPRK dan santri, ia mengaku kerap mendapatkan bimbingan dari Abu Tumin.
”Beliau cahaya bagi warga di Aceh. Kepergian beliau kehilangan bagi warga Aceh,” ujar Suhaimi.
Abu Tumin lahir mewarisi darah ulama dari pasangan Teungku Haji Mahmud Syah dan Khadijah. Pada usia belia, Abu Tumin menuntut ilmu ke Labuhan Haji, Kabupaten Aceh Selatan, di bawah asuhan ulama Aceh, Abuya Muda Waly.
Setelah merasa sudah cukup mumpuni, Abu Tumin kembali ke Bireuen untuk mengasuh dayah yang dibangun oleh kakeknya. Lambat laun, Dayah Al Madinatuddiniyah Babussalam itu berkembang. Kini, dayah salafiyah itu berstatus Ma’had Aly atau ijazahnya setara dengan perguruan tinggi. Abu Tumin seorang ulama ahli Tharikat Al-Haddadiyah.
Kini, jumlah santri di dayah itu mencapai ribuan orang. Selain dari kabupaten/kota di Aceh, sebagian santri berasal dari Malaysia, Sumatera Utara, Riau, dan Palembang. ”Kadang terpaksa dibatasi karena daya tampung terbatas,” kata Suhaimi.
Suhaimi menambahkan, Abu Tumin adalah guru bagi semua warga Aceh. Pengajian Abu Tumin selalu ramai. Suhaimi ingat satu pesan Abu Tumin kepada dirinya, jika telah diyakini kebenaran, jangan ragu, jalankan karena Tuhan akan membantu.
”Selain guru agama, bagi saya beliau juga guru politik,” ujarnya.
Kepala Kepolisian Daerah Aceh Inspektur Jenderal Ahmad Haydar menyatakan ikut berduka atas wafatnya Abu Tumin. ”Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Turut berdukacita atas wafatnya Abu Tumin. Kami semua sangat merasa kehilangan,” ucap Ahmad Haydar.