Bambu Penopang Ekonomi Keluarga ”Mama-mama” di Flores
Bambu sebagai penopang ekonomi keluarga miskin di Flores. Ratusan ibu dari keluarga miskin terlibat dalam pembibitan bambu. Setiap bibit dihargai Rp 2.500. Mereka, masing-masing, melakukan pembibitan 4.000-20.000 bibit.
Bertahun-tahun didera kemiskinan, ratusan ibu rumah tangga dari keluarga miskin di Flores, Nusa Tenggara Timur, mencoba bangkit lewat pembibitan bambu. Perlahan, mereka berdaya secara ekonomi dan mampu memenuhi kebutuhan hidup.
Maria Lestiana Dina (34), warga Kampung Bela, Desa Goloworok, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, bermandi keringat di pekarangan rumah. Ia bersama puluhan mama di kampung itu tengah mengerjakan pembibitan stek bambu di dalam polybag.
Maria dan puluhan rekannya merupakan kelompok tani pembibitan bambu yang dibina Yayasan Bambu Lestari (YBL). Para mama atau ibu rumah tangga itu aktif dibina sejak Maret 2021. Mereka rata-rata yang ingin mencari penghasilan tambahan untuk membantu suami.
”Suami saya hanya buruh bangunan. Kalau ada proyek, dia ikut kerja. Kalau tidak,dia di rumah saja. Kebun jagung dan ubi pun gagal panen karena kebanyakan hujan. Nah, ketika tim dari YBL menjelaskan pekerjaan bagi ibu rumah tangga itu, saya sangat gembira,” kata Maria di Ruteng, Senin (26/9/2022).
Setelah pertemuan dan pelatihan awal bersama YBL, kaum perempuan di Kampung Bela langsung membentuk kelompok ”mama-mama bambu”. Sebanyak dua kelompok terbentuk dari kampung itu, beranggotakan 47 orang. Tiap-tiap kelompok terdiri dari 25 dan 22 orang.
Baca juga: Ratusan Perempuan Ngada Tanam Anakan Bambu di Lahan Kritis
Pada Mei 2021, petugas dari YBL mulai membagikan polybag kepada anggota kelompok tani. Maria mendapat 8.000 lembar polybag.
Ia dibantu suami, lantas mencari ranting bambu di hutan, kemudian dibawa pulang ke rumah. Di pekarangan rumah itu, Maria dibantu suami dan anak pertama yang duduk di bangku SMA melakukan pembibitan bambu.
Ibu dua anak inisangat bersyukur. Mereka berhasil membuat 8.000 anakan stek bambu. Semuanya berhasil. Proses pembibitan cukup lama, yakni 1 tahun, dari Mei 2021-Mei 2022. Saat pengangkutan anakan bambu oleh YBL, Mei 2022, ia pun langsung mendapatkan pembayaran senilai Rp 20 juta.
Sebelumnya, pihak YBL membuka rekening atas nama Maria Lestiana Dina di Bank NTT. Uang senilai Rp 20 juta itu pun ditransfer langsung ke rekening milik Maria.
”Saya sangat senang menerima uang itu. Ini peluang bagi saya untuk menghasilkan uang. Saya tidak lagi bergantung dari suami. Saya percaya diri, bisa menghasilkan uang,” ujarnya.
Segala kebutuhan
Uang hasil penjualan bibit bambu itu digunakan untuk membiayai sekolah anak, mengganti atap seng rumah yang rusak, membeli kursi dan meja plastik satu set, membeli perkakas dapur, kelambu, dan kebutuhan rumah tangga lain. Sebagian uang tetap disimpan di bank.
Baca juga: Bambu Ngada Belum Tersentuh Teknologi
Sejak Juni 2022, ia bersama anggota kelompok lain beristirahat dari kegiatan pembibitan bambu. Ia pun berharap program pembibitan itu dilanjutkan.
”Saya minta YBL dan Bapak Gubernur NTT terus melanjutkan program ini. Kami mama-mama di desa-desa sangat terbantu dengan program ini. Kerja di kebun pun sangat tergantung dari hujan dan kondisi cuaca. Kebun kopi pun tidak berbuah. Pembibitan bambu ini menjadi harapan kami, terutama saya,” katanya.
Proses pembibitan bambu cukup lama, yakni setahun. Bibititu tumbuh sampai menghasilkan 25 lembar daun sebelum ditanam. Bibit stek itu tidak butuh pemupukan khusus, cukup disiram hingga tumbuh daun baru dari tangkai bambu itu.
Ketua Kelompok Mama Bambu Desa Beja, Kecamatan Bajawa Kabupaten Ngada, Mia Lewa mengatakan, jumlah anggota kelompok yang dipimpin sebanyak 21 orang. Mereka sangat senang dengan program pembibitan bambu tersebut. Selain mendapatkan pengetahuan soal proses pembibitan,budidaya bambu juga mendatangkan penghasilan.
Baca juga: Nusa Tenggara Timur Memiliki Kampus Bambu
Anggota kelompok adalah kaum ibu-ibu rumah tangga dari keluarga miskin, termasuk janda-janda yang selama ini tidak memiliki pekerjaan tetap. Beberapa di antara mereka dibantu suami atau anak laki-laki untuk mencari ranting bambu di hutan.
Pekerjaan ini tidaklah berat. Stek bambu mudah didapatkan di sekitar rumah. Bambu yang dijadikan bibit itu tumbuh sejak ratusan tahun silam. Dulu, bambu di Flores dijadikan bahan bangunan rumah.
Ia pun berharap Pemerintah Provinsi NTT dan YBL masih melanjutkan proyek ini. Di tengah kenaikan harga semua kebutuhan hidup saat ini, penghasilan yang diperoleh dari pembibitan bambu sangat berarti. Mereka ingin terus berkarya mendukung suami, mencari penghasilan tambahan.
Dengan program ini, mereka sangat terbantu. Selain mendapatkan uang tunai yang ditransfer langsung ke rekening anggota, semua anggota kelompok pun mendapatkan telepon pintar dari YBL. Telepon pintar tersebut untuk komunikasi antaranggota kelompok tani, komunikasi annggota dengan pengurus YBL dan Pemprov NTT.
”Intinya, dengan ponsel ini, ibu-ibu rumah tangga pun bisa mengikuti perkembangan di luar melalui ponsel tersebut,” kata Mia.
Koordinator Proyek YBL Paskalis Lalu mengatakan, pembagian ponsel Android kepada setiap anggota kelompok bertujuan membantu sistem pelaporan perkembangan pembibitan, serta berkoordinasi jika ada kendala terkait pembibitan.
Sebelum proses pembayaran melalui rekening, ada tim dari YBL yang turun melakukan monitoring terhadap bibit-bibit itu. ”Berapa jumlah bibit yang berhasil, yang harus dibayarkan, serta siapa pemilik bibit dan pemilik rekening itu sebenarnya,” kata Paskalis.
Baca juga: Aktualisasi Diri Perempuan Manggarai
Maria dan Mia Lewa adalah dua dari 490 mama-mama, yang tinggal di tujuh kabupaten di Flores, terlibat dalam proses pembibitan bambu. Adapun tujuh kabupaten itu adalah Kabupaten Manggarai, Manggarai Barat, Manggarai Timur, Ngada, Nagekeo, Ende, dan Sikka. Kabupaten Ngada sebagai cikal bakal kelahiran proyek YBL ini, melibatkan ibu rumah tangga, suami, dan anak remaja selama tidak mengganggu kegiatan belajar mereka.
Proses pembibitan bambu dilakukan sejak tahun 2021. Bambu yang dibudidayakan jenis petung, pering, dan aur. Setiap anggota kelompok melakukan pembibitan bambu 5.000–20.000 bibit. Jumlah ini tergantung kerajinan dan disiplin anggota.
Dengan bantuan YBL dan Pemprov NTT, ibu-ibu rumah tangga di desa-desa ini mulai mengenal dunia perbankan. Mereka bisa menabung di bank. Ke depan, mereka bisa melakukan kredit untuk usaha mikro dan usaha kecil dari bank. ”Terima kasih kepada YBL dan Pemprov NTT,” kata Mia.
Baca juga: Presiden Jokowi Tinjau Kampus Bambu di Ngada
Kepala Program YBL Nurul Firmansyah mengatakan, tahun 2021 sebanyak 2,5 juta bibit bambu dihasilkan dari mama-mama yang tersebar di tujuh kabupaten di Flores. Pada tahun 2022 ada 700.000 bibit bambu yang dihasilkan.
”Dalam kurun waktu 2021-2022, sebanyak 3,2 juta bibit bambu dihasilkan,” kata Firmansyah.
Mengikuti pendidikan
Sebelum melakukan pembibitan, mereka mengikuti pendidikan yang diberikan YBL melalui sekolah lapangan mengenai tata cara melakukan pembibitan terhadap bambu dengan cara stek. Setelah mengikuti sekolah lapangan, sangat jarang proses pembibitan itu gagal.
Sejak 2021-2022, sebanyak390 mama-mama dari tujuh kabupaten itu terlibat dalam proses pembibitan bambu. Tidak ada persyaratan khusus mengenai keanggotaan ini. Terpenting, mereka saling bekerja sama dan bisa memberikan penghasilan tambahan bagi ekonomi rumah tangga mereka.
Sebanyak 1,2 juta bibit bambu telah ditanam di kawasan hutan lindung, hutan rakyat atau hutan adat, hutan desa, dan sebagian ditanam di luar kawasan hutan. Di luar kawasan hutan diprioritaskan di kawasan lahan kering dan gersang. Anakan bambu yang mati akan disulam sehingga lokasi itu benar-benar dipenuhi hutan bambu.
Baca juga: Kopi Arabika Organik di Ngada Terancam Alih Fungsi Lahan
Pembibitan juga dilakukan pihak gereja, pendonor, dan lembaga swadaya masyarakat. Bibit yang dihasikan ditanam di bantaran sungai, waduk,sumber-sumber mata air, dan bekas longsoran. Penanaman bambu semakin masif setelah YBL hadir di Ngada dan sekitarnya.
Bambu yang ditanam bisa dipanen setelah mencapai usia 4 tahun dan memiliki jumlah 36 bambu dalam satu rumpun. Selain menjaga kelestarian lingkungan, bambu juga dimanfaatkan untuk industri. Bambu bisa dilaminasi sebagai bahan alternatif pengganti kayu.
”Bambu telah menopang ekonomi rumah tangga mama-mama di Flores. Bambu ini bermanfaat untuk melestarikan lingkungan, dan ke depan akan diproses menjadi industri perkayuan dari bambu, dan kebutuhan lain,” kata Paskalis.
Baca juga: Cerita Pedagang Ngada, Menangis Haru Saat Jeruknya Dibeli Presiden Jokowi