Anggota Polisi Diduga Perkosa Anak, Polresta Cirebon Janji Profesional
Jajaran Polresta Cirebon berjanji tidak pandang bulu dalam menangani kasus dugaan kekerasan seksual oleh oknum polisi Briptu CH terhadap anaknya. Polisi juga meminta publik mengawal kasus itu.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Jajaran Kepolisian Resor Kota Cirebon, Jawa Barat, berjanji profesional menangani kasus hukum yang melibatkan CH, polisi berpangkat brigadir polisi satu, yang diduga melakukan kekerasan seksual terhadap anaknya. Selain menahannya, polisi juga membuka ruang bagi sejumlah pihak untuk mengawal kasus itu.
”Tentu seluruh jajaran Polresta Cirebon tetap dalam berkomitmen tinggi menegakkan hukum yang berkeadilan,” ujar Kepala Polresta Cirebon Komisaris Besar Arif Budiman, Senin (26/9/2022) petang. Penegasan itu untuk menanggapi penanganan dugaan kasus kekerasan seksual yang dilakukan Briptu CH.
Kasus itu ramai di media sosial setelah pengacara Hotman Paris Hutapea menerima aduan dari keluarga korban kekerasan seksual yang diduga dilakukan ayah tirinya, Briptu CH. Melalui akun Instagramnya, Hotman mempertanyakan proses hukum kasus itu. Sebab, ibu korban mengaku dilarang mendampingi korban saat menjalani pemeriksaan psikologis.
Menanggapi hal itu, Arif memastikan, penyidik telah menangani kasus itu sesuai dengan prosedur hukum. Ia menjelaskan, polisi menerima laporan kekerasan yang menimpa korban pada 25 Agustus lalu. Pada 5 September, ibu korban resmi membuat laporan polisi bahwa anaknya yang berusia 11 tahun jadi korban kekerasan seksual Briptu CH.
Tanggal 6 September, polisi lalu menangkap tersangka yang merupakan anggota Polres Cirebon Kota. Polisi juga menyelidiki kasus itu karena tempat kejadian perkara berada di salah satu kecamatan di Kabupaten Cirebon. Keesokan harinya, polisi menahan tersangka. Hingga kini, tersangka telah berada di jeruji besi selama 19 hari.
”Artinya, dalam kasus ini, penyidik tidak pandang bulu dan tidak tebang pilih,” ucapnya. Polisi juga menghadirkan tersangka saat merilis kasus ini di hadapan awak media, Senin. Tersangka mengenakan baju tahanan oranye, penutup wajah, tanpa alas kaki, dan borgol di tangan. Pihaknya juga mengklaim telah melibatkan keluarga dalam berita acara pemeriksaan.
Arif tidak menjelaskan kronologis kasus dugaan kekerasan seksual itu. Namun, berdasarkan hasil visum, korban mengalami kekerasan fisik. Penyidik juga menemukan luka yang diduga merupakan kasus kekerasan seksual. Namun, penyidik masih mendalaminya. Ia membantah isu bahwa tersangka memberikan pil kepada korban untuk aksi bejatnya.
Meski demikian, pihaknya membuka ruang bagi keluarga korban jika mendapatkan fakta-fakta baru terkait dengan perkara tersebut. ”Kami juga mempersilakan semua pihak mengawal proses ini agar penyidikan tetap transparan, akuntabel, dan berkeadilan. Saya juga berkomitmen, kalau ada pelanggaran oleh penyidik, kami pun tidak menoleransi,” ujarnya.
Pihaknya bakal mengutamakan hak-hak korban, seperti pemulihan trauma. Polisi pun berencana menerapkan pasal berlapis, yakni Pasal 81 Ayat 3 juncto Pasal 76 D dan/atau Pasal 82 Ayat 2 jo Pasal 76 E Undang-Undang No 17 Tahun 2016 terkait dengan perlindungan anak dan Pasal 6 C UU No 12/2022 terkait dengan tindak pidana kekerasan seksual. Ancamannya, penjara 15-20 tahun.
Ketua Dewan Pembina Komisi Nasional Perlindungan Anak Bimasena mengatakan, penanganan kasus dugaan kekerasan seksual itu sesuai prosedur. Ia justru menyoroti viralnya video pengaduan keluarga. Apalagi, dalam video itu, korban dikelilingi sejumlah orang. ”Jangan sampai korban jadi korban lagi untuk kedua kalinya,” ujarnya.
Bimasena juga menilai, terungkapnya dugaan kasus pemerkosaan oleh Briptu CH terhadap anak sambungnya menunjukkan bahwa pelaku kekerasan seksual bisa siapa saja, termasuk oknum aparat penegak hukum. ”Siapa pun, profesi apa pun, bisa jadi pelaku kekerasan terhadap anak. Khususnya, orang-orang terdekat yang punya relasi kuasa tidak sama,” katanya.