Lindungi Kampung Adat di Pulau Sumba dari Bahaya Kebakaran
Pemda di empat kabupaten di Pulau Sumba, NTT, perlu memberi pengamanan terhadap semua kampung adat di pulau itu dari bahaya kebakaran.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
TAMBOLAKA, KOMPAS — Empat pemerintah kabupaten di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, perlu memberi pengamanan khusus terhadap semua kampung adat di pulau itu dari bahaya kebakaran. Kebakaran terakhir di Kampung Adat Wainyapu, Kecamatan Kodi Balaghar, Kabupaten Sumba Barat Daya, menghanguskan 25 rumah adat. Tiga kasus kebakaran serupa juga terjadi pada 2021.
Direktur Lembaga Studi dan Pelestarian Budaya Sumba Nusa Tenggara Timur (NTT) Pastor Robertus Ramone CSsR,di Tambolaka, Minggu (25/9/2022), mengatakan, kasus kebakaran rumah adat terakhir terjadi pada 20 September 2022. Sebanyak 25 rumah adat di Kampung Adat Wainyapu ludes terbakar.
”Perlu kebijakan khusus dari pemerintah di empat kabupaten di pulau itu untuk mengamankan semua rumah adat di Sumba. Kebakaran kampung adat selama ini mengindikasikan bahwa pengamanan terhadap rumah-rumah adat masih sangat lemah. Rumah adat itu terbuat dari kayu dan atap rumah dari alang-alang, menjulur sampai ke lantai bagian dapur,” kata Ramone.
Dari 25 rumah adat yang terbakar di Wainyapu, lima di antaranya berpenghuni saat kebakaran terjadi. Sementara 20 rumah adat lain tidak berpenghuni. Para penghuni atau pemilik rumah adat sedang berada di rumah dusun atau rumah gubuk di kebun-kebun. Mereka menempati rumah adat saat ada pergelaran pesta adat, seperti pasola dan perkawinan.
Api berasal dari salah satu rumah kosong yang terletak di sisi jalan setapak di dalam kampung adat itu. Kebakaran terjadi sekitar pukul 10.00 Wita. Api dari rumah itu kemudian menjalar ke semua rumah dalam tempo lebih kurang 15 menit. Angin kencang dan panas terik mempercepat proses kebakaran itu. Apalagi, seluruh bahan bangunan terbuat dari kayu, bambu, dan daun-daunan yang mudah terbakar.
Nilai satu rumah adat berkisar Rp 200 juta–Rp 300 juta. Rumah itu dibangun secara gotong royong oleh setiap marga. Ukuran setiap rumah adat rata-rata 20 meter x 30 meter dengan tinggi sampai 20 meter, berbentuk rumah joglo. Satu rumah adat ditempati 5-25 kepala keluarga. Mereka adalah turunan dari satu menek moyang yang menempati rumah itu dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Sebagian korban kebakaran kini menginap di rumah kampung tetangga atau anggota keluarga, sebagian lainnya membangun tenda darurat di sekitar reruntuhan untuk tinggal sementara. Mereka sangat membutuhkan dukungan berbagai pihak berupa makanan, pakaian, dan air bersih.
Terkait kebakaran 25 rumah adat itu, para tetua adat dari Wainyapu telah berkumpul. Mereka memutuskan segera mengadakan upacara adat khusus untuk melakukan rekonsiliasi dengan nenek moyang atau leluhur terkait kebakaran itu.
Kebakaran itu diyakini masyarakat setempat sebagai akibat kemarahan leluhur. Ada kesalahan atau dosa yang dibuat masyarakat adat, entah secara pribadi atau komunal, yang menyebabkan kemarahan leluhur. ”Masing-masing pribadi memeriksa diri dan mengakui secara komunal sebagai pemulihan hubungan kembali dengan para leluhur,” kata Ramone.
Tokoh masyarakat Sumba Barat Daya, Moses Ramone, mengatakan, kebakaran rumah adat juga terjadi pada tahun 2021 di Kecamatan Kodi Bangedho, Sumba Barat Daya. Saat itu, tiga kampung adat terbakar, yakni Waidimu, Halikandangan, dan Borona Bararo. Pembangunan kembali ratusan rumah adat dari ketiga kampung ini pun belum rampung.
Perlu disiapkan satu mobil pemadam kebakaran yang diparkir berdekatan dengan beberapa kampung adat.
Moses mengatakan, untuk mencegah kebakaran, perlu dilakukan pencegahan dini. Atap daun ilalang setiap rumah adat diupayakan agar tidak berdekatan dengan dapur masak. Antara dapur dan atap perlu dibuat pembatas dari bahan yang tahan api.
Selain itu, perlu disiapkan satu mobil pemadam kebakaran yang diparkir berdekatan dengan beberapa kampung adat. Mobil ini selalu siaga dengan air di dalam tangki sehingga saat terjadi kebakaran bisa segera melakukan pemadaman. ”Jika mobil itu segera hadir, kebakaran tidak menghabiskan seluruh rumah adat di kampung itu. Ini cukup membantu masyarakat adat setempat,” kata Moses.
Biasanya, seusai kebakaran, masyarakat adat berjuang sendiri membangun kembali secara gotong royong. Bantuan pemda sangat minim, bahkan tidak ada, karena keterbatasan anggaran. Selama rumah adat belum dibangun, masyarakat belum bisa terlibat dalam kegiatan adat tertentu, seperti pasola.
Setiap rumah adat di Sumba memiliki nilai sakral. Di dalam rumah itu disimpan benda-benda purba warisan nenek moyang, seperti parang, tombak, busur, panah, piring tua, mangkuk China, sarung tua, gading gajah purba, dan kapak batu. Benda-benda ini biasanya ditempatkan di bagian puncak dari rumah joglo itu.
Setiap digelar ritual adat, benda-benda purba ini selalu diberi upeti berupa bagian tertentu dari hewan persembahan, seperti jantung dan hati dari hewan kurban itu. Dengan ritual ini, setiap doa, permohonan, dan syukur yang disampaikan oleh penghuni rumah selalu dikabulkan.
Oktovianus Ndale (36), salah seorang warga penghuni rumah adat Wainyapu, berharap polisi menyelidiki kasus ini dan bisa menemukan pelaku. Kebakaran itu diduga sengaja dilakukan orang-orang yang tak bertanggung jawab. Selama ini, dalam setiap kasus kebakaran rumah adat, tidak ada orang yang diproses secara hukum.
Ia mengatakan, Pemerintah Kabupaten Sumba Barat Daya atau lembaga mana saja yang peduli dengan rumah adat khas Wainyapu ini bisa membantu membangun kembali rumah yang terbakar. ”Satu unit rumah butuh biaya sampai Rp 300 juta, belum lagi pergelaran ritual adat untuk memanggil kembali arwah para leluhur yang diduga hilang akibat kebakaran itu, termasuk menggantikan benda-benda purba yang rusak atau terbakar,” kata Ndale.
Dia mengatakan, di tengah kondisi ekonomi saat ini, warga sulit membangun kembali rumah itu. Mencari bahan bangunan di hutan-hutan pun sangat sulit. Kasus kebakaran hutan akhir-akhir ini menyebabkan sejumlah kayu, rumput ilalang, dan jenis pohon lain yang selama ini digunakan sebagai bahan bangunan telah hilang atau punah.