Lindungi Nelayan Tradisional dan Tindak Penyelundup di Perbatasan Indonesia-Australia
Indonesia dan Australia terus memperkuat pengamanan di perbatasan, termasuk menutup celah penyelundupan imigran.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Operasi bersama di perbatasan Indonesia dan Australia akan digelar perwakilan kedua negara mulai pekan depan. Salah satu fokus operasi adalah menjamin keamanan para nelayan tradisional serta mencegah penyelundupan imigran. Aparat kedua belah pun pihak diminta membantu nelayan yang mengalami kecelakaan dan menindak mereka yang terlibat penyelundupan.
Sebagaimana siaran pers yang diterima dari Badan Keamanan Laut (Bakamla) pada Kamis (22/9/2022), pihak Indonesia yang terlibat operasi itu adalah Bakamla serta Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan. Sementara dari pihak Australia akan bergabung The Australian Border Force dan Australian Fisheries Management Authority.
Kepala Bakamla Laksamana Madya Aan Kurnia melalui Direktur Operasi Laut Laksma Bakamla Bambang Irawan secara resmi melepas keberangkatan KN Pulau Dana-323 dari Pondok Dayung Jakarta menuju titik rendezvous yang telah disepakati bersama. Operasi akan berlangsung selama beberapa minggu ke depan.
Kapal dimaksud dilengkapi dengan meriam 30 milimeter, senjata mesin berat kaliber 12,7 milimeter, dan senjata ringan personel DSAR-15P kaliber 5,56 milimeter. Komandan kapal dalam operasi yang disebut Gannet 6/22 itu adalah Letnan Kolonel Bakamla Hananto Widhi Nugroho.
Operasi itu bertujuan mendeteksi, menangkal, serta menangani berbagai aktivitas ilegal di perairan perbatasan antara Indonesia dan Australia. Lebih dari itu, juga untuk mengembangkan kerja sama lebih lanjut antar-instansi terkait dari Indonesia dan Australia dalam menjaga wilayah perbatasan.
Dalam operasi ini, fokus utamanya adalah memberantas praktik penangkapan ilegal, tidak terdaftar, dan tidak sesuai regulasi (IUU Fishing), perlindungan lingkungan, serta kejahatan antarnegara yang terorganisir. Selain itu, wilayah patroli juga diketahui sebagai jalur penyelundupan manusia dan barang-barang terlarang seperti narkoba.
Secara terpisah, Kepala Stasiun Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kupang Dwi Santoso Wibowo mengatakan, pihaknya akan mengirim satu kapal dalam patroli tersebut, yakni KP Orca 02. Kapal tersebut sering kali terlibat dalam patroli dan menangkap banyak kapal nelayan asing.
Menurut Dwi, potensi IUU Fishing di daerah itu ada dan pihaknya berulang kali melakukan patroli secara rutin. Seperti pada Desember 2021, PSDKP Kupang menangani kasus penggunaan pukat trawl oleh KM Kupang Jaya 1. Izin kapal itu diterbitkan oleh Dinas Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Bakar kapal
Sementara itu, Edi (50), nelayan di Desa Tablolong, Kabupaten Kupang, berharap patroli bersama itu dapat meningkatkan perlindungan bagi nelayan tradisional di perbatasan. Sering terjadi, banyak nelayan asal NTT hanyut sampai masuk ke wilayah Australia. Banyak yang diselamatkan di sana.
Namun, pada 2021 sempat beredar foto pembakaran kapal nelayan tradisional asal Indonesia di Australia. Kondisi itu menimbulkan ketakutan bagi nelayan di NTT. ”Karena di laut ini kita tidak tahu musibah sering kali datang. Kalau kecelakaan harus ditolong, tapi kalau ada kejahatan diproses hukum saja,” katanya.
Dominggus Elcid Li, pemerhati masalah sosial di NTT, berpendapat, perlu dibedakan dengan tegas antara nelayan tradisional dan nelayan yang memang berniat menyeberangkan pengungsi ke Australia. ”Nelayan tradisional yang terseret arus perlu dibantu sebisa mungkin, dengan tidak memberikan penalti, apalagi sampai membakar perahu,” katanya.
Dengan patroli bersama Australia dan Bakamla, lanjut Elcid, kedua belah pihak perlu memilah dua kategori tersebut. Nelayan tradisional yang minim alat navigasi sangat perlu dibantu, sementara nelayan yang dengan sengaja membantu penyelundupan manusia dapat diproses sesuai aturan hukum.