Sepatu Roda, Saluran Energi Anak Kampung di Semarang
Berlatih sepatu roda menjadi aktivitas rutin anak-anak di sebuah kampung di Kota Semarang, Jawa Tengah. Sempat keberatan, para orangtua akhirnya mendukung kegiatan itu karena dinilai memberi banyak manfaat.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·5 menit baca
Berlatih sepatu roda menjadi aktivitas rutin anak-anak di sebuah kampung di Kota Semarang, Jawa Tengah. Sempat merasa keberatan, para orangtua akhirnya mendukung kegiatan itu karena dinilai memberi banyak manfaat. Sepatu roda pun menghadirkan kemeriahan dalam kehidupan warga kampung.
Puluhan anak meriung di depan sebuah rumah di Jalan Batan Timur Raya, Kelurahan Miroto, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang, Jumat (9/9/2022) petang. Anak-anak berusia 3-12 tahun itu kompak memakai kaus biru bertuliskan ”Batira” yang merupakan akronim dari nama kampung mereka, Batan Timur Raya. Semua anak itu juga memakai sepatu roda.
Sejurus kemudian, seorang perempuan berkalung stopwatch keluar dari rumah. Setelah menilik waktu di stopwatch-nya, perempuan bernama Hartini (51) itu meminta dua anak untuk menutup jalanan kampung. Saking semangatnya, ada empat anak yang berangkat menutup jalan. Mereka menutup akses masuk kampung di Jalan Batan Timur Raya menggunakan pembatas dari kayu dan besi.
Seusai memastikan jalanan kampung ditutup dan tak ada kendaraan lalu lalang, anak-anak itu diajak berdoa, lalu melakukan sejumlah gerakan sebagai pemanasan. Beberapa menit kemudian, satu per satu anak meluncur ke sana kemari dengan sepatu rodanya. Wajah-wajah mereka riang.
”Made, turun lagi punggungnya, Nak! Kezia, buka kakinya sedikit lagi!” kata Hartini memberi arahan.
Keriuhan anak-anak berlatih sepatu roda itu membuat sejumlah warga keluar dari rumah untuk menonton. Dengan wajah berbinar, orang-orang dewasa itu duduk di depan teras rumah. Bola mata mereka bergerak mengikuti arah luncur anak-anak. Tak sedikit pula yang mencoba mengabadikan momen itu dengan kamera ponsel.
Suasana meriah saat latihan sepatu roda sebenarnya bukan hal baru di kawasan Batan Timur Raya. Sejak setahun lalu, anak-anak di kawasan itu rutin latihan sepatu roda bersama dengan Hartini. Kegiatan yang rutin digelar tiga kali dalam sepekan pada Jumat, Minggu, dan Senin pukul 16.00-17.30 itu selalu dinanti-nantikan anak-anak di kampung tersebut.
Kelompok sepatu roda Batira didirikan oleh Hartini pada Agustus 2021. Kala itu, mantan atlet sepatu roda Jateng tersebut merasa prihatin dengan banyaknya anak di kampungnya yang berlatih sepatu roda tanpa arah. Sejak saat itu, ia berniat melatih anak-anak tersebut.
”Latihan yang saya berikan ini gratis, tanpa biaya sepeser pun. Anak-anak yang mau latihan hanya perlu datang ke rumah saya dengan membawa badan dan sepatu roda. Materi latihannya sama dengan materi latihan yang saya ajarkan di klub-klub sepatu roda untuk atlet,” tutur Hartini yang juga pelatih di Ikatan Orangtua Sepatu Roda Semarang.
Hartini menggratiskan biaya latihan karena tidak semua warga di kampungnya memiliki dana lebih untuk membayar biaya les sepatu roda anaknya. Apalagi, harga peralatan penunjang olahraga sepatu roda juga tidak murah.
Harga sepatu dengan spesifikasi biasa hingga sedang, misalnya, berkisar Rp 200.000 hingga Rp 750.000. Lalu, harga helm Rp 100.000-Rp 150.000 per buah, sedangkan pelindung lutut dan siku seharga Rp 100.000-Rp 300.000 per pasang.
Sempat ditentang
Awalnya, niat Hartini melatih anak-anak bermian sepatu roda ditentang para orangtua. Mereka khawatir, latihan sepatu roda membuat anak-anak kecapekan sehingga tidak bisa belajar. Hartini lalu memutuskan untuk mengadakan sesi latihan sekali dalam sepekan pada Jumat petang. Hari Jumat dipilih karena kebanyakan anak di kampung itu libur sekolah pada Sabtu.
”Saya juga menegaskan ke anak-anak dan orangtua, yang belum belajar dan mengaji belum boleh ikut latihan sepatu roda. Hasilnya, anak-anak jadi semangat belajar dan mengaji supaya bisa cepat-cepat berlatih sepatu roda. Kondisi ini yang pada akhirnya membuat para orangtua mendesak agar waktu latihan sepatu roda ditambah menjadi tiga kali seminggu,” ujarnya.
Latihan yang saya berikan ini gratis, tanpa biaya sepeser pun. Anak-anak yang mau latihan hanya perlu datang ke rumah saya dengan membawa badan dan sepatu roda.
Selama latihan, anak-anak juga diwajibkan oleh Hartini berkata-kata dengan baik. Anak yang berkata kotor dilarang ikut berlatih sepatu roda di Batira. ”Di sini, anak-anak tidak cuma dapat sehat, bisa main sepatu roda, tapi sikap dan akhlaknya juga dibentuk,” imbuh perempuan yang sudah berkecimpung di dunia sepatu roda sejak 1978 tersebut.
Sejak tahun 2021, Batira telah beberapa kali mengadakan turnamen terbuka. Ajang itu diselenggarakan Hartini dengan dana pribadinya serta donasi dari warga. Tujuannya, untuk memberikan pengalaman bagi anak-anak mengikuti kompetisi melawan pemain sepatu roda dari wilayah lain. Batira juga beberapa kali mengirimkan atlet ke sejumlah perlombaan di tingkat Kota Semarang ataupun Jateng.
Aneka manfaat
Latihan sepatu roda yang digelar Hartini itu disambut antusias oleh anak-anak di kawasan Batan Timur Raya. ”Saya senang bisa latihan sepatu roda di sini. Senang karena bisa bertemu dan bermain dengan banyak teman,” kata salah seorang anggota kelompok sepatu roda Batira, Keiza Azzahra (5).
Sejak bergabung dengan Batira sekitar setahun lalu, Keiza sudah sering terjatuh. Siku, dagu, dan lututnya juga tak luput dari bekas-bekas luka. Kendati demikian, siswi sebuah taman kanak-kanak di Kecamatan Semarang Tengah itu mengaku tidak kapok bermain sepatu roda.
Anak lain, Lusifa Ayu Ardani (12), juga senang bisa berlatih sepatu roda di Batira. Sebelumnya, Lusifa belajar sepatu roda sendiri di rumahnya. Sejak belajar di Batira bersama Hartini, Lusifa bisa belajar lebih terarah.
”Sebelumnya, saya belajar sendiri, yang penting bisa jalan. Kalau di sini diajari semuanya, mulai dari dasar-dasar sampai teknik-teknik yang benar. Ini penting untuk saya karena saya punya cita-cita menjadi atlet sepatu roda,” ucap Lusifa.
Para orangtua yang anaknya mengikuti latihan sepatu roda di kampung itu merasakan beragam manfaat dari aktivitas tersebut. Anisa (32), misalnya, merasa anaknya semakin sehat dan kuat sejak rutin bersepatu roda. Waktu senggang anak Anisa yang dulu dihabiskan dengan bermain gawai kini mayoritas dipakai untuk berlatih sepatu roda.
”Meski tidak ada jam latihan sama teman-teman Batira, anak saya tetap berlatih sendiri di rumah setiap hari. Sejak sibuk (latihan) sepatu roda, dia sudah mulai lupa sama ponselnya,” ujar Anisa seraya tersenyum lebar.
Anisa juga mendapat laporan dari guru bahwa anaknya jauh lebih fokus mengikuti pelajaran di sekolah semenjak berlatih sepatu roda. Saat berlatih sepatu roda, anak-anak diajarkan untuk fokus menerima instruksi dari pelatih. Kebiasaan itu akhirnya terbawa sampai ke ruang kelas.
Dari latihan di tingkat kampung itu juga terselip harapan akan lahirnya atlet-atlet muda sepatu roda di masa depan. Namun, yang lebih penting, berlatih sepatu roda membuat anak-anak di kampung bisa memiliki kegiatan positif untuk menyalurkan energi mereka.