Bersepatu Roda di Semarang, dari Lapangan Simpang Lima sampai Arena Lomba
Di Kota Semarang, olahraga sepatu roda diminati para anak balita hingga orang dewasa. Bermula dari coba-coba, tak sedikit dari mereka yang memutuskan untuk berkarier secara profesional menjadi atlet sepatu roda.
Di Kota Semarang, Jawa Tengah, olahraga sepatu roda diminati para anak balita hingga orang dewasa. Bermula dari coba-coba bermain sepatu roda di tempat penyewaan, tak sedikit dari mereka yang memutuskan untuk berkarier secara profesional menjadi atlet sepatu roda.
Kota Semarang diguyur hujan deras, Sabtu (10/9/2022) petang. Angin juga bertiup cukup kencang. Kendati demikian, puluhan anak tetap berbondong-bondong mendatangi lapangan sepatu roda di kawasan Gelanggang Olahraga (GOR) Jatidiri di Kecamatan Gajahmungkur.
Setelah hujan reda, mereka berjalan menuju lapangan dengan menggendong tas berisi sepasang sepatu roda, helm, sarung tangan, pelindung lutut dan siku, serta botol minum.
Anak-anak tersebut merupakan anggota klub sepatu roda Ikatan Orangtua Sepatu Roda (Ikos) Semarang. Mereka rutin latihan di GOR Jatidiri sebanyak empat kali dalam sepekan dengan durasi beragam, mulai dari satu jam hingga satu setengah jam. Ada tiga tingkatan yang bisa diikuti di klub Ikos, mulai dari kelas pemula, menengah, hingga senior.
Petang itu, sejumlah anak sedang berlatih untuk persiapan menghadapi kejuaraan tingkat provinsi dan nasional pada Oktober hingga November mendatang. Salah satu yang ikut latihan untuk menghadapi kejuaraan-kejuaraan itu adalah Muhammad Zulfikar (20).
Fikar, sapaan akrab Zulfikar, pertama kali berkenalan dengan sepatu roda pada tahun 2012. Kala itu, sepatu roda sedang booming di Semarang. Fikar yang saat itu masih duduk di bangku sekolah dasar tertarik untuk mencicipi rasanya meluncur di atas sepatu beroda tersebut.
Baca juga : Suka-suka di Atas Sepatu Roda
”Waktu itu, di sekitar rumah saya banyak banget anak kecil yang pada dibelikan sepatu roda sama orangtua, terus main-main di sekitar rumah saya. Saya ingin coba juga, lalu minta orangtua diantar ke lapangan Simpang Lima karena di sana ada penyewaan sepatu roda,” kata Fikar.
Saat itu, hanya dengan uang Rp 20.000, Fikar bisa merasakan sensasi meluncur ke sana kemari dengan sepatu roda. Di tempat itu, Fikar bertemu dengan salah satu atlet sepatu roda yang memberi saran untuk masuk ke klub sepatu roda. Itulah kenapa, Fikar lalu bergabung ke klub Ikos Semarang.
Di klub tersebut, Fikar yang awalnya tidak bisa bersepatu roda menjelma menjadi atlet andalan. Bersama dengan Ikos, Fikar sudah melanglang buana ke sejumlah daerah untuk mengikuti perlombaan. Salah satunya, ia berangkat mewakili Jateng dalam Pekan Olahraga Nasional di Papua tahun 2021. Dalam ajang itu, Fikar menyabet medali perak pada nomor maraton 42 kilometer.
”Di masa awal bergabung dengan klub, saya sudah diikutkan berbagai kompetisi untuk kelas pemula. Saya masih ingat, kompetisi pertama saya di Jakarta. Dalam kompetisi itu, saya dapat nomor satu. Dari situ ketahuan kalau ternyata saya ada bakat, akhirnya keterusan sampai sekarang,” ujarnya.
Mahasiswa semester V di Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga Universitas Negeri Semarang itu pun bertekad untuk serius berkarier di dunia sepatu roda hingga tua. Jika nantinya sudah tidak menjadi atlet, Fikar ingin menjadi pelatih sepatu roda dan mencetak atlet-atlet baru di masa depan.
Di klub tersebut, Fikar yang awalnya tidak bisa bersepatu roda menjelma menjadi atlet andalan.
Inspirasi
Prestasi yang dicetak oleh Fikar ternyata menginspirasi anak-anak lain di klub Ikos. Kakak beradik Zien (10) dan Axal (4), misalnya, rajin berlatih empat kali dalam sepekan karena ingin mengikuti jejak Fikar sebagai atlet. Ibunda Zien dan Axal, Prima (29), mendukung penuh keinginan anak-anaknya tersebut.
Prima selalu mengantarkan anak-anaknya ke GOR Jatidiri untuk berlatih. Prima juga rela merogoh kocek hingga belasan juta untuk membelikan aneka perlengkapan penunjang olahraga itu bagi anak-anaknya.
Harga sepatu yang dibeli Prima untuk kedua anaknya berkisar Rp 5 juta-Rp 6 juta per pasang. Selain itu, Prima juga membelikan helm seharga Rp 900.000-Rp 1 juta untuk keduanya. Untuk sarung tangan, pelindung lutut, dan pelindung siku, masing-masing harganya Rp 200.000 hingga Rp 500.000 per pasang.
”Biaya lain yang harus dikeluarkan adalah biaya untuk pendaftaran les sepatu roda dan uang bulanannya. Biaya pendaftarannya Rp 200.000 per anak dan uang bulanannya Rp 250.000 per anak. Jadi, setiap bulan minimal mengeluarkan uang Rp 500.000 untuk biaya lesnya saja,” ucap Prima.
Baca juga : Semarang dalam Renjana Jalur Sepur Pertama di Indonesia
Kepala pelatih klub sepatu roda Ikos, Muhammad Arif Rahman (36), mengatakan, rata-rata anak yang mengikuti latihan di klub itu berkeinginan menjadi atlet. Oleh karena itu, materi latihan yang diajarkan di klub yang sudah berdiri sejak 25 tahun lalu tersebut juga banyak difokuskan pada materi perlombaan. Saat ini, jumlah orang yang berlatih di Ikos sebanyak 85 orang, mulai dari usia tiga tahun hingga 24 tahun.
”Anak-anak yang latihan di Ikos sering kami ikutkan kompetisi untuk memberikan mereka pengalaman berkompetisi sekaligus menguji kemampuan mereka. Ikos juga selalu mengirimkan orang itu mewakili Kota Semarang, Jateng, maupun Indonesia ke berbagai kompetisi sepatu roda,” kata Arif.
Sedikitnya ada tiga atlet nasional yang berasal dari Ikos, termasuk Arif. Selain itu, ada Ajeng Anindya dan Allan Chandra. Mereka pernah mewakili Indonesia dalam berbagai kejuaraan internasional, salah satunya SEA Games. Medali emas, perak, dan perunggu diboyong oleh ketiga atlet tersebut.
Hobi
Meski berfokus pada pembibitan atlet, Ikos juga memberikan kesempatan bagi anak-anak yang ingin berlatih sepatu roda karena hobi. Menurut Arif, ada beberapa orangtua yang sengaja mengikutkan anaknya latihan sepatu roda supaya anak mereka bisa lebih kuat dan percaya diri.
”Anak-anak yang kalau di rumah cengeng, di sini kami ajari untuk berani. Olahraga ini, kan, risikonya jatuh. Kami tanamkan juga sikap-sikap berani bangun setelah jatuh, kemudian sepatu rodaan lagi. Selain itu, ada juga orangtua yang ingin anaknya ada kegiatan positif, supaya tidak main gawai terus di rumah,” ucapnya.
Ikos memiliki lima pelatih yang terdiri dari tiga mantan atlet sepatu roda nasional dan dua guru olahraga. Kehadiran guru olahraga diperlukan untuk melatih kebugaran para atlet.
Pelatih lain, Arif Rahman (35), menyebut, sepatu roda memiliki prospek yang baik di bidang olahraga. Dalam satu tahun, para atlet sepatu roda bisa mengikuti tiga hingga empat kejuaraan tingkat nasional. Setiap atlet berkesempatan mengikuti hingga empat nomor pertandingan.
Baca juga : Denyut Romansa ”Little Netherland”, Kota Lama Semarang…
”Dengan mengikuti banyak nomor pertandingan, kemungkinan bisa menang di salah satu nomornya semakin besar. Kalau sudah menang, kesempatan mendapatkan bonus juga lebih terbuka,” kata Rahman.
Selain memiliki prospek yang baik bagi atlet, sepatu roda juga dinilai menjanjikan untuk para pelatih. Rahman, misalnya, mendapatkan penghasilan tambahan dari melatih sepatu roda. Dalam sebulan, ia dibayar minimal Rp 2 juta dari melatih sepatu roda. Sehari-hari, pria yang sudah melatih sepatu roda sejak 2012 itu bekerja sebagai guru olahraga di sebuah sekolah di Kota Semarang.
”Lumayan, bisa dapat tambahan pemasukan. Kalau pagi sampai siang, saya kerja di sekolah. Kalau sore baru kerja di lapangan, melatih anak-anak sepatu roda. Kalau sedang ada kompetisi, seperti tingkat nasional, saya juga ikut melatih tim dari Jateng,” ucapnya.
Berdasarkan catatan historis, olahraga sepatu roda muncul pertama kali di Kota Semarang sekitar tahun 1974. Kala itu, para pencinta sepatu roda diwadahi oleh satu-satunya klub sepatu roda yang ada, yakni klub Eagle. Seiring berjalannya waktu, banyak klub baru yang bermunculan. Kini, ada dua klub sepatu roda besar di Semarang, yakni Ikos dan Kahuripan Roller Sport (Kairos).
Persatuan Olahraga Sepatu Roda Seluruh Indonesia (Perserosi) Kota Semarang mendukung penuh upaya-upaya klub sepatu roda membina atlet-atlet yang andal. Sekretaris Umum Perserosi Kota Semarang Atiek Kusmiati menuturkan, sejumlah kompetisi rutin diselenggarakan untuk menjaring atlet sepatu roda dari Semarang.
Perserosi tengah menyiapkan para atlet untuk dikirim ke Pekan Olahraga Nasional 2024 yang akan digelar di Aceh dan Sumatera Utara. Selain menyiapkan sumber daya manusia, Perserosi juga menyiapkan lapangan yang bisa dimanfaatkan untuk berlatih sepatu roda.
”Kami juga sedang menyiapkan pembangunan lapangan berstandar khusus yang diharapkan bisa dipakai untuk latihan sepatu roda. Harapannya, rencana itu bisa terealisasi secepatnya,” ujarnya.
Dukungan ketersediaan arena yang memadai sangat berarti untuk mencetak atlet sepatu roda mumpuni. Di situ mereka bisa terus mengasah keterampilan dan memacu adrenalin pada batas tertinggi.