Gempa Tak Bisa Diprediksi, Masyarakat Diminta Kenali Karakteristik Gempa
Masyarakat di zona rawan gempa dan tsunami, termasuk Kepulauan Mentawai yang berpotensi dilanda gempa M 8,9, mesti mengenali karakteristik gempa yang terjadi.
Oleh
YOLA SASTRA
·5 menit baca
PADANG, KOMPAS — Hingga saat ini belum ada metode yang pas untuk memprediksi kapan gempa terjadi di suatu daerah. Masyarakat di zona rawan gempa dan tsunami, termasuk Kepulauan Mentawai yang berpotensi dilanda gempa M 8,9, mesti mengenali karakteristik gempa yang terjadi.
Kepala Stasiun Geofisika Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Padang Panjang Suaidi Ahadi, Senin (12/9/2022), mengatakan, meskipun BMKG sudah melakukan riset, belum ditemukan metode pas untuk memprediksi gempa. Maka, langkah paling efektif saat ini adalah membangun kesiapsiagaan masyarakat.
”Masyarakat sudah mulai kami sosialisasikan agar mengenali guncangan yang dirasakan. Hal paling penting di sini, gempa berpotensi tsunami adalah gempa kuat. Gempa di lebih dari M 7. Guncangan dirasakan itu bahkan membuat kita tidak bisa berdiri, seperti gempa M 7,6 di Padang pada 2009,” kata Suaidi.
Suaidi melanjutkan, karakteristik lain gempa yang memicu tsunami adalah gempa berdurasi panjang dan mengayun lambat. Sebagai contoh gempa M 7,2 di Pagai, Kepulauan Mentawai, pada 2010, yang mengayun dan berdurasi sampai 100 detik yang memicu tsunami.
”Ketika merasakan gempa dengan karakteristik seperti itu, segera cari lokasi evakuasi yang aman dari tsunami. Kenali dan pahami lokasi tempat Anda berada. Saat gempa kuat, kita sudah tahu harus lari ke mana. Juga sudah tahu kita dan anggota keluarga akan bertemu di mana,” ujarnya.
Menurut Suaidi, pemangku kebijakan di Sumbar, seperti BPBD, sudah membentuk desa tangguh bencana (destana), sedangkan dinas sosial membentuk Taruna Tangguh Bencana (taga) di desa-desa dibantu LSM Kogami. Adapun BMKG memberikan informasi kebencanaan yang akan dieksekusi kelompok itu di lapangan.
BMKG serta BPBD Padang dan BPBD Padang Pariaman, kata Suaidi, juga sedang membangun masyarakat siaga tsunami di tiga kelurahan, yaitu Purus, Lolong Belanti, dan Tapakis, serta akan diikuti desa lainnya. Pembentukan ini sudah diverifikasi oleh Dewan Nasional Kesiapsiagaan Tsunami.
”Kami akan canangkan dan usulkan ke Unesco agar mengakui Purus, Lolong Belanti, dan Tapakis itu merupakan masyarakat siaga tsunami. Mudah-mudahan 30 September nanti bisa diresmikan di Pantai Purus,” ujarnya.
Selain kesadaran terhadap bencana, lanjut Suaidi, menyiapkan bangunan tahan gempa juga penting. Sebab, gempa tidak membunuh, yang membunuh justru bangunan ambruk yang menimpa penghuninya. Membangun rumah mesti menggunakan konstruksi tahan gempa. Jika bangunan telanjur berdiri, kuatkan struktur yang sudah ada.
”Buat pemda, ketika nanti kotanya akan berkembang, perlu dilakukan penilaian mikrozonasi. Jadi, kami bekerja sama dengan pemda membuat peta mikrozonasi. Datanya akan jadi kode bangunan (building code) untuk membangun gedung sesuai kondisi tanah. Membangun tanpa menghitung mikrozonasi bisa terjadi kesalahan fatal,” ujarnya.
Terkait kesiapsiagaan masyarakat Mentawai saat kejadian gempa M 6,1 dan M 5,4 pada Minggu (11/9/2022) pagi, Suaidi menilai warga sudah membiasakan diri melakukan evakuasi mandiri. Saat gempa sedang, M 6,1, yang tingkat kerusakannya mereka secara otomatis mengevakuasi diri ke tempat aman.
”Ketika ada gempa, warga langsung pergi ke arah lebih tinggi meski BMKG tidak memberikan peringatan tsunami. Menurut saya, ini baik. Kalau dirasakan gempa kuat, mereka lebih baik menjauh dari pantai,” kata Suaidi.
Suaidi menambahkan, hingga Senin sore, sudah tidak ada lagi gempa susulan di kawasan Pulau Siberut, Mentawai. Situasi kondusif, tetapi warga diminta tetap waspada terhadap potensi gempa selanjutnya.
Kepala Pelaksana BPBD Kepulauan Mentawai Novriadi mengatakan, pada Senin pagi hingga sore, sebagian besar warga yang mengungsi sudah kembali ke rumah. Yang tetap di pengungsian, antara lain, anak-anak dan warga lansia. ”Namun, untuk malam ini, kami belum tahu apakah warga akan kembali ke tempat pengungsian,” katanya.
Novriadi melanjutkan, ia sudah mengontak kepala desa dan camat agar mengimbau warga yang rumahnya tahan gempa kembali dan tidur di rumah. Situasi sudah kondusif karena gempa pada Minggu lalu tidak berpotensi tsunami. Ketika terjadi gempa besar, warga bisa kembali evakuasi mandiri seperti biasa.
”Warga diimbau tinggal di rumah karena gempa susulan tidak ada lagi. Sebagian besar rumah warga tahan gempa, jadi yang diperlukan adalah evakuasi mandiri ketika gempa besar. Bermalam di pengungsian, risikonya dari segi kesehatan relatif besar, apalagi anak-anak, lansia, dan wanita hamil,” ujarnya.
Ditambahkannya, saat ini, desa-desa terdampak kesulitan logistik makanan karena sudah beberapa hari terakhir kapal pemasok tidak masuk. BPBD sedang mengupayakan pengiriman logistik mulai besok.
Gempa M 6,1 dan M 5,4 mengguncang Pulau Siberut dan sekitarnya, Minggu pagi. BMKG mencatat, gempa pertama terjadi pukul 06.10 sekitar 147 kilometer barat laut Mentawai pada kedalaman 10 kilometer. Gempa kedua pukul 06.24 di 147 km arah barat laut Mentawai pada kedalaman 11 km.
Berdasarkan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa M 6,1 merupakan jenis gempa dangkal akibat aktivitas subduksi lempeng di zona Megathrust Mentawai-Siberut. Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa memiliki mekanisme pergerakan naik (thrust fault).
Pascagempa Minggu kemarin, warga dari empat desa dari dua kecamatan terdampak mengungsi. BPBD Kepulauan Mentawai mencatat, jumlahnya 6.593, yaitu di Sigapokna 2.424 orang, Simatalu 975 orang, Simalegi 2.232 orang, serta siswa dari luar 94 orang di Siberut Barat, serta di Muara Sikabaluan 868 orang, Siberut utara.
Gempa pada Minggu pagi menyebabkan tiga orang luka di Desa Simalegi. Satu orang tertimpa kayu di rumahnya, satu orang kakinya terluka oleh kaca saat evakuasi, serta seorang lagi lututnya luka dan pingsan saat evakuasi.
Adapun kerusakan yang ditimbulkan gempa, antara lain, 5 rumah rusak berat di Simalegi, Masjid Al Amin rusak berat, Puskesmas Betaet rusak ringan, laboratorium SMA 1 Siberut Barat rusak, 8 rumah rusak sedang (lepas sandi), gedung TK rusak ringan, puskesmas pembantu rusak ringan, dan Balai Dusun Muara Utara rusak ringan.
Sementara itu, di Sagulubbeg, Siberut Barat Daya, bangunan SD 8 Sagulubbeg rusak ringan dan bangunan SMP 2 Siberut Barat Daya rusak ringan. Di Muara Sikabaluan, SMA 1 Siberut Utara dan Puskesmas Muara Sikabaluan rusak sedang.