Jalan Panjang Orang Singkawang Merawat Kebinekaan Bangsa
Banyak hal telah terjadi sepanjang perjalanan hidup etnis Tionghoa di Singkawang, Kalimantan Barat. Kisah itu coba disuguhkan lewat pameran foto bertajuk ”Memoar Orang-orang Singkawang” di Bentara Budaya Yogyakarta.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Tekanan politik hingga diskriminasi tidak menghalangi keinginan etnis Tionghoa di Singkawang, Kalimantan Barat, menjadi bagian dari Indonesia. Pengalaman itu bisa menjadi pelajaran bagi bangsa ini yang hingga sekarang masih berjuang merawat kebinekaan.
Benang merah itu diusung pameran fotografi bertajuk ”Memoar Orang-orang Singkawang” di Bentara Budaya Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (10/9/2022) malam. Pameran itu bagian peringatan 40 tahun Bentara Budaya.
Bakal digelar hingga 18 September 2022, sedikitnya 50 foto dalam pameran berasal dari buku berjudul sama. Dalam buku terdapat 308 foto, 102 foto arsip, 41 dokumen, dan 17 ilustrasi atau peta.
”Kami ingin menampilkan keuletan suatu suku bangsa menjadi bagian dari Indonesia. Semoga pameran ini menggugah dan mempersatukan kita kembali agar menjadi Indonesia yang lebih baik,” kata Oscar Motuloh, kurator pameran tersebut.
Oscar menjelaskan, dalam pameran ini tidak sekadar menampilkan foto-foto terkini. Seperti buku yang mulai diriset sejak 2009, ditampilkan juga koleksi arsip lawas. Keberadaan arsip itu membuat dinamika perjalanan manusia Singkawang terasa semakin lengkap.
Oscar mengatakan, foto-foto yang banyak disajikan adalah karya John Suryatmadja dan Sjaiful Boen. Mereka adalah fotografer dan penyusun buku tersebut.
Buku juga didukung sejumlah karya dari Jay Subyakto, Julian Sihombing, Sigi Wimala, dan Yori Antar. Selain karya Oscar, ada juga foto dari Octa Christi, Andreas Loka, Victor Fidelis, dan Khaw Technography.
”Jadi, ada banyak fotografer. Semuanya sukarela karena mereka punya konsep sama ingin publik Indonesia melihat lebih luas pengalaman nyata orang-orang Singkawang,” kata Oscar.
Sindhunata, budayawan dan kurator Bentara Budaya Yogyakarta, mengungkapkan, dalam pameran ini, pengunjung bisa menyaksikan perjalanan panjang etnis minoritas menjaga eksistensinya. Namun, perjuangan itu tidak hanya dilakukan demi eksistensi kultural.
Mereka, katanya, memberi sumbangan besar bagi bangsa lewat banyak karya. Beberapa hal yang ditampilkan seperti arsitektur, karya seni, kuliner, hingga kebudayaan.
Sindhunata menambahkan, wacana pameran itu sejalan dengan semangat Bentara Budaya Yogyakarta. Lembaga kebudayaan itu selalu ingin menghadirkan pihak-pihak yang tersisih. Pameran menjadi jalan menunjukkan keresahan pada persoalan di tengah masyarakat.
”Bentara selalu menampilkan yang terpinggirkan, yang tidak dilihat. Ini saaatnya kami mengekspresikan keprihatinan dengan menghadirkan pameran orang-orang Singkawang,” kata Sindhunata.
Direktur Jenderal Kebudayaan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid menyampaikan, banyak hal bisa dipelajari lewat pameran tersebut. Sebab, pameran disusun dengan riset panjang dan mendalam.
Untuk itu, fakta yang disuguhkan bernas dan memperkaya pengetahuan. Di sisi lain, ia menilai, isu kali ini relevan dengan semangat kebinekaan bangsa yang terus diuji.
”Kontribusi pameran ini untuk memastikan komitmen kita pada kebinekaan. Tentu, kita berharap lebih banyak masyarakat ikut melihatnya. Syukur bisa dijadikan bahan refleksi perjalanan ke depan,” kata Hilmar.