Pemerintah daerah di Jawa Timur bakal mendongkark sektor usaha mikro, kecil, dan menengah untuk mengendalikan inflasi. Tidak hanya menyediakan tempat berjualan, tetapi juga menggelar berbagai macam pelatihan usaha.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA
·2 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Kota Surabaya dan Kota Mojokerto di Jawa Timur sepakat menggenjot omzet usaha mikro, kecil, dan menengah untuk mengendalikan inflasi setelah kenaikan harga bahan bakar minyak. Tidak hanya menyediakan tempat berjualan fisik dan daring, tetapi juga menggelar berbagai macam pelatihan usaha.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, bakal rutin menggelar pelatihan keterampilan bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) hingga membuka pasar atau tempat untuk mereka memasarkan produknya. Lewat program Rumah Padat Karya (Pakar), misalnya, pelaku usaha yang rata-rata masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) bisa memasarkan produknya. Operasi pasar juga, kata dia, bakal dilakukan.
”Semua diberi kesempatan meningkatkan ekonomi keluarga MBR agar segera naik kelas karena penghasilannya meningkat,” kata Eri, Rabu (7/9/2022).
Hal senada dikatakan Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari. Dia menyebut, pengembangan UMKM menjadi prioritas karena sektor ini cukup bisa menekan inflasi.
”UMKM tidak hanya diberi pelatihan terkait produk dan usahanya, tetapi juga disediakan tempat berdagang, termasuk terus mendorong kreativitas dengan memanfaatkan digitalisasi,” ujar Ika.
Ika menambahkan, untuk menjaga stabilisasi harga komponen bergejolak (volatile food), Pemkot Mojokerto akan melakukan operasi pasar dan bekerja sama dengan penyedia produk agar ketika harga naik, ketersediaan stok bahan pangan tetap terjaga. Kebijakan yang berpihak kepada masyarakat dan sangat membantu pengendalian inflasi, seperti sekolah gratis siswa SD dan SMP, seragam, sepatu dan tas gratis, termasuk perhatian pada transportasi dan kesehatan, juga akan dilakukan.
Sementara itu, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jatim Budi Hanoto akan berkolaborasi dengan pemerintah daerah untuk mengantisipasi terjadinya inflasi harga pangan melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Bersama Pemkot Surabaya, misalnya, akan membentuk TPID untuk menangani inflasi harga pangan.
”Perlu dipetakan lalu diteliti di mana kira-kira membutuhkan,” ujar Budi.
Kepala Badan Pusat Statistik Jatim Dadang Hardiawan menjelaskan, Kota Surabaya mengalami inflasi 0,26 persen. Penyebabnya, terjadi kenaikan harga pada indeks kelompok pengeluaran. Hal itu terutama terjadi pada kelompok pendidikan 4,04 persen serta kelompok lain seperti makanan dan minuman sebesar 0,71 persen.