Harga BBM Naik, Sebagian Nelayan di Pantura Jateng Pilih Tidak Melaut
Kenaikan harga bahan bakar yang tidak diikuti dengan kenaikan harga ikan dikeluhkan para nelayan di Jawa Tengah. Untuk menekan kerugian, mereka memilih tidak melaut.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·3 menit baca
KOMPAS/KRISTI DWI UTAMI
Ratusan kapal nelayan tradisional bersandar di Pelabuhan Muarareja, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal, Jawa Tengah, Kamis (21/1/2021). Dua pekan terakhir, nelayan tradisional di Kota Tegal tidak berani melaut akibat cuaca buruk dan ombak setinggi 3,5 meter di perairan utara Jateng. Sembari menunggu cuaca membaik, nelayan memperbaiki kapal dan alat tangkap.
TEGAL, KOMPAS — Sebagian nelayan di Jawa Tengah memilih tidak melaut untuk sementara waktu. Mereka enggan merugi akibat tingginya biaya operasional seiring dengan kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi.
Jahid (65), nelayan di Kelurahan Muarareja, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal, Jateng, misalnya, sudah hampir sepekan tidak melaut. Nelayan dengan kapal berukuran 10 gros ton (GT) itu mengaku tidak punya cukup uang untuk membeli solar setelah harganya naik mulai Sabtu (3/9/2022).
Sebelum kenaikan harga BBM, Jahid mengeluarkan uang sekitar Rp 120.000 per hari untuk membeli solar. Kini, ia setidaknya harus menyiapkan biaya Rp 150.000 per hari.
”Kalau uang itu (Rp 150.000) dipakai modal melaut, istri dan anak-anak saya bisa enggak makan. Mau utang takut nanti tidak bisa bayar, kondisi (ekonomi) sedang tidak pasti seperti ini,” ujar Jahid, Rabu (7/9/2022).
Nelayan dan pemilik kapal di bawah 30 gros ton mengantre untuk membeli bahan bakar minyak jenis solar bersubsidi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan Tegalsari, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal, Jawa Tengah, Rabu (3/11/2021). Tiga bulan terakhir, harga solar industri untuk kapal perikanan di atas 30 gros ton merangkak naik dari Rp 9.500 per liter menjadi Rp 11.000 per liter. Kenaikan harga tersebut membuat sejumlah pemilik kapal perikanan menunda keberangkatan kapalnya.
Tobari (52), nelayan lain di Kota Tegal, juga cemas. Kenaikan harga BBM tidak seimbang dengan harga ikan yang tetap, bahkan cenderung turun. ”Dalam sekali melaut, paling banyak cuma dapat 3 kilogram (kg). Hasil penjualan ikan belum bisa menutup biaya perbekalan soalnya harga ikan tidak ikut naik,” ucapnya.
Tobari mencontohkan, harga ikan kuro tetap Rp 34.000 per kg dan ikan cracas Rp 15.000 per kg. Bahkan, harga rajungan turun dari Rp 50.000 per kg menjadi Rp 25.000 per kg. Harga udang juga turun dari Rp 100.000 per kg menjadi hanya Rp 60.000 per kg.
Tidak hanya nelayan tradisional dengan ukuran kapal kecil, nelayan dengan kapal berukuran di atas 100 GT juga terpukul. Mereka memilih tidak menjalankan sejumlah kapalnya untuk menekan biaya operasional.
”Saya punya empat kapal. Namun, hanya dua yang melaut karena tidak ada modal untuk beli bahan bakar. Untuk kapal ukuran di atas 100 GT, butuh biaya sekitar Rp 400 juta untuk perbekalan. Dari jumlah itu, Rp 300 juta untuk beli solar, sisanya untuk es batu dan konsumsi awak kapal selama 2-3 bulan melaut,” kata Koordinator Front Nelayan Bersatu Kabupaten Pati Hadi Sutrisno.
Dari hasil melaut, rata-rata Hadi mendapatkan ikan sekitar 50 ton. Ikan itu dilelang dengan harga paling mahal Rp 450 juta. Uang hasil selisih antara modal dan lelang sebesar Rp 50 juta habis untuk mengupah sebanyak 30 awak kapal dan menutup biaya lain-lain.
”Kalau mau nekat melaut, risiko ruginya lebih besar. Niat hati melaut supaya bisa bayar cicilan utang di bank, ujung-ujungnya malah menambah utang,” imbuh Hadi.
KOMPAS/KRISTI DWI UTAMI
Nelayan cantrang membongkar tangkapannya di dermaga Pelabuhan Perikanan Pantai Tegalsari, Kota Tegal, Jawa Tengah, Selasa (10/8/2021). Di pelabuhan perikanan terbesar di Kota Tegal tersebut, ada belasan ribu ton ikan yang dibongkar setiap tahun. Pelabuhan yang diresmikan pada tahun 2004 tersebut direncanakan akan direvitalisasi pada tahun 2022 oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk membuat aktivitas perikanan di pelabuhan itu lebih nyaman dan sehat.
Nelayan menjadi kelompok yang akan dibantu pemerintah akibat kenaikan harga bahan bakar minyak. Bantuan yang akan diberikan sebesar Rp 600.000 dan akan disalurkan sebanyak dua kali. Hingga Rabu, nelayan di Kota Tegal dan Pati belum mendapatkan bantuan tersebut.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Jateng Riswanto berharap harga ikan bisa naik. Dengan begitu, keberlangsungan usaha perikanan bisa tetap terjaga. Aktivitas melaut, selain bisa mendongkrak perekonomian masyarakat dan bangsa, disebut Riswanto penting untuk menjaga kedaulatan negara di laut.
Bantalan
Sementara itu, Pemerintah Provinsi Jateng mengalokasikan dana Rp 60 miliar atau 2 persen dari dana transfer umum untuk bantalan sosial. Jumlah itu disebut Gubernur Jateng Ganjar Pranowo masih memungkinkan bertambah.
”Jumlah itu masih mungkin bertambah mengingat akan ada APBD Perubahan yang akan dibahas dengan DPRD Jateng. Saya berharap ada alokasi dari APBD Perubahan yang nantinya dikonsentrasikan untuk bantuan tambahan kepada masyarakat,” kata Ganjar.
Ia menyebut, selama ini di Jateng sudah ada bantalan sosial, antara lain asuransi untuk nelayan, program untuk sektor pertanian, serta jaminan bagi masyarakat melakui Kartu Jateng Sejahtera. Ke depan, Ganjar meminta agar ada pendataan untuk memetakan kelompok masyarakat yang berhak mendapatkan bantuan, tetapi belum menerima bantuan.