Kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi semakin memberatkan kehidupan rakyat yang akan menanggung kenaikan harga barang dan jasa.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi menuai penolakan dan kecaman dari kalangan masyarakat, termasuk di Surabaya, Jawa Timur. Kehidupan masyarakat semakin berat karena segera bahkan sudah terkena kenaikan harga barang dan jasa.
Di Surabaya, Selasa (6/9/2022), lebih dari 1.000 orang yang menyatakan diri elemen serikat buruh/serikat pekerja berunjuk rasa di depan kantor Gubernur Jawa Timur menolak kenaikan harga BBM bersubsidi yang berlaku sejak Sabtu (3/9/2022). Buruh kecewa karena gagal menghadirkan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa sampai unjuk rasa berakhir menjelang pukul 18.00.
Dalam demonstrasi, buruh meminta Pemprov Jatim mengevaluasi upah minimum kabupaten/kota 2022 dengan mempertimbangkan inflasi. Selain itu, penambahan kriteria penerima bantuan 2 persen dana alokasi umum (DAU) untuk bantuan langsung tunai BBM yang memasukkan pekerja dalam proses pemutusan hubungan kerja, tidak terdaftar dalam BPJS Ketenagakerjaan, dan upah di bawah minimum atau kurang dari Rp 3,5 juta.
Ketua Komite Eksekutif Partai Buruh Jatim Jazuli menyatakan, Pemprov Jatim perlu juga mengevaluasi pengawas gengang upah lembur. Alokasikan dana untuk iuran BPJS Kesehatan bagi warga atau buruh miskin dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
”Pemprov Jatim agar meminta pemerintah pusat meninjau kembali dan membatalkan kenaikan harga BBM,” ujarnya.
Wakil Sekretaris Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Nuruddin mengatakan, kenaikan harga BBM berpotensi lebih menghancurkan kehidupan buruh dan masyarakat yang berpenghasilan di bawah UMK atau amat rendah. Kebijakan itu patut dipertanyakan mengingat terjadi saat harga minyak dunia sedang turun. ”Argumentasi pemerintah dalam kenaikan harga BBM lemah,” katanya.
Secara terpisah, kalangan pengusaha angkutan umum berencana segera menaikkan tarif karena kenaikan harga solar kian memberatkan. Misalnya, diumumkan oleh PT Dharma Lautan Utama, operator angkutan penyeberangan. Solar bersubsidi telah naik 32 persen dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter.
Tarif naik
”Manajemen memutuskan kenaikan tarif 12,5-20 persen,” kata Direktur Utama DLU Erwin Poedjono. Misalnya, lintasan Surabaya-Banjarmasin dari Rp 300.000 menjadi Rp 340.000.
Lintasan Surabaya-Balikpapan naik dari Rp 420.000 menjadi Rp 475.000. Rencana kenaikan tarif itu akan diberlakukan mulai 12 September 2022 atau sepekan lagi. Kenaikan sebenarnya masih kurang, tetapi operator mempertimbangkan daya beli masyarakat selaku konsumen.
Erwin melanjutkan, pengumuman rencana kenaikan tarif itu dilakukan sepekan sebelum pemberlakuan untuk memberi kesempatan kepada pelanggan terutama perusahaan ekspedisi menyesuaikan harga jasa. Komponen BBM menjadi yang terbesar untuk operasionalisasi angkutan penyeberangan, yaitu lebih dari 55 persen. Kenaikan tarif menjadi keniscayaan akibat kebijakan pemerintah.
Tarif berdasarkan kesepakatan antara penyedia dan pengguna jasa angkutan. (Khodi Lamahayu)
Erwin mencontohkan, biaya BBM untuk operasionalisasi feri di DLU dalam sebulan mencapai Rp 37 miliar. Kenaikan harga solar yang 32 persen mengakibatkan biaya operasional bertambah Rp 11,8 miliar. Padahal, kenaikan biaya itu belum memperhitungkan efek ganda, misalnya suku cadang, baja, dan pekerja atau sumber daya manusia yang segera naik.
Kenaikan tarif jasa juga diutarakan oleh Ketua Organda Pelabuhan Tanjung Perak Khodi Lamahayu. Tarif jasa angkutan darat di pelabuhan naik sampai 25 persen sebagai akibat kenaikan harga solar. Kenaikan tarif mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Angkutan Barang dengan Kendaraan Bermotor di Jalan.
”Tarif berdasarkan kesepakatan antara penyedia dan pengguna jasa angkutan,” kata Khodi. Dengan demikian, kenaikan tarif telah diberlakukan meski akan berdampak lanjutan terutama berkontribusi terhadap kenaikan harga barang.