Kenaikan harga BBM mengerek harga-harga komoditas, terutama bahan pangan di Surabaya, Jawa Timur, dan berpotensi terus menciptakan inflasi yang dikhawatirkan menggerus daya beli dan kualitas hidup masyarakat.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO, AGNES SWETTA PANDIA
·5 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi, Sabtu (3/9/2022), mulai berdampak. Di Surabaya, Jawa Timur, harga kebutuhan pokok, terutama bahan pangan, mulai terkerek. Kenaikan harga barang dan jasa masih akan terjadi sehingga mengancam daya beli serta kualitas hidup masyarakat.
Harga bensin bersubsidi atau jenis pertalite per liter (L) naik dari Rp 7.650 menjadi Rp 10.000. Untuk solar bersubsidi berlaku kenaikan per liter dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800.
Selain itu, juga terjadi kenaikan harga bensin nonsubsidi, yakni jenis pertamax per L dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500. Kenaikan 16 persen dialami pertamax, 30,7 persen dialami pertalite, dan 32 persen dialami solar.
Kenaikan harga BBM itu segera berdampak terhadap harga kebutuhan pokok. Padahal, sembilan bulan terakhir, harga bahan pangan, terutama komoditas tertentu, sudah naik karena gangguan rantai produksi, gagal panen, kasus korupsi, dan konflik antarnegara produsen.
Misalnya, kisruh kenaikan harga minyak goreng, tepung terigu dan produk turunan (roti, kue kering, dan mi instan), cabai, bawang, dan telur.
Dari laman resmi https://siskaperbapo.jatimprov.go.id/, harga beras di Surabaya dengan tren naik adalah IR 64, yakni Rp 9.500 per kilogram (kg). Harga ini naik daripada awal bulan yang Rp 9.300 per kg. Adapun pada awal bulan lalu atau Agustus, harga per kg masih Rp 9.200.
Bertahan
Meski harga ini diambil dari lima pasar besar di Surabaya, harga eceran di pasar tradisional cenderung lebih tinggi dengan kenaikan sampai Rp 500 per kg. Harga beras jenis lainnya masih bertahan, misalnya bengawan Rp 12.500 per kg dan mentik Rp 12.000 per kg.
Telur ayam kampung menjadi Rp 39.000 per kg daripada awal bulan yang Rp 38.000 per kg. Telur ayam ras masih di kisaran Rp 31.000 per kg atau lebih tinggi daripada harga operasi pasar yang rata-rata Rp 29.000 per kg. Daging ayam broiler naik dari Rp 33.000 per kg menjadi Rp 34.000-Rp 35.000 per kg.
Harga tepung terigu curah per kg naik dari Rp 12.000 menjadi Rp 12.500. Cabai merah besar keriting melonjak dari Rp 50.000 per kg di awal bulan menjadi Rp 64.000 per kg. Cabai rawit per kg juga naik dari Rp 45.000 menjadi Rp 47.000. Sayuran yang harganya naik adalah buncis per kg dari Rp 12.500 menjadi Rp 13.000.
Dihubungi secara terpisah, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim Adik Dwi Putranto mengatakan khawatir dengan dampak kenaikan harga BBM yang akan terus diikuti dengan kenaikan harga barang dan jasa. ”Bisa mengancam daya beli masyarakat,” katanya.
Adik mengingatkan, daya beli masyarakat secara umum belum pulih karena pukulan pandemi Covid-19 (Coronavirus disease 2019) sejak Maret 2020. Pada tahun ini, ekonomi mulai bangkit tetapi dianggap belum pulih, termasuk ke daya beli masyarakat.
Bisa mengancam daya beli masyarakat. (Adik Dwi Putranto)
Kenaikan harga BBM bersubsidi pada akhirnya dibebankan kepada masyarakat sebagai konsumen barang dan jasa. Tarif angkut logistik dan upah yang terkerek karena kenaikan harga BBM akan bermuara terhadap kenaikan harga barang dan jasa.
Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim Dadang Hardiwan mengatakan, di antara delapan kabupaten/kota indeks harga konsumen di Jatim, Surabaya menjadi satu-satunya yang mengalami inflasi atau kenaikan harga barang dan jasa. Tujuh daerah lainnya malah mengalami deflasi atau penurunan harga pada bulan lalu.
Dadang mengatakan, inflasi di Surabaya pada Agustus 2022 sebesar 0,26 persen. Dalam kurun Januari-Juli 2022, secara berturut-turut, inflasi di Surabaya sebesar 0,45 persen, 0,04 persen, 0,7 persen, 0,96 persen, 0,49 persen, 0,46 persen, dan 0,58 persen.
Inflasi Surabaya
Inflasi tahun kalender selama delapan bulan terakhir mencapai 3,94 persen. Untuk diketahui, Surabaya mengalami inflasi tahun lalu sebesar 4,96 persen. Inflasi di Surabaya tahun ini berpeluang melampaui tahun lalu.
Ketua Perhimpunan Driver Online Indonesia (PDOI) Jatim Herry Wahyu Nugroho menyesalkan keputusan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi.
Harga baru pertalite segera memukul dan berdampak terhadap kehidupan mitra ojek dan taksi dalam jaringan (daring) atau online. Tarif angkutan online belum naik karena penundaan oleh Kementerian Perhubungan.
Sepatutnya, pemerintah tidak menaikkan harga BBM bersubsidi tetapi membatasi konsumsi, terutama bagi sektor transportasi umum, termasuk angkutan online, petani dan nelayan, serta usaha mikro kecil (UMK) yang berkaitan dengan produktivitas kebutuhan pokok.
”Pengawasan konsumsi BBM bersubsidi bisa melalui aplikasi (MyPertamina atau PeduliLindungi),” ujar Herry.
Herry melanjutkan, aplikasi MyPertamina sudah digunakan ketika pemerintah membatasi pembelian BBM bersubsidi untuk kelas kendaraan yang dianggap tidak terjangkau oleh kelompok masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
Misalnya sepeda motor dengan kapasitas mesin di bawah 125 cc dan atau mobil di bawah 1.300 cc dan atau mobil untuk transportasi umum.
Aplikasi PeduliLindungi digunakan untuk memantau cakupan vaksinasi Covid-19 dan mobilitas masyarakat di ruang publik dan transportasi umum. ”Kenapa tidak dimaksimalkan pengawasan dengan aplikasi?” katanya.
Menurut Ketua Umum Forum Masyarakat Kelautan Maritim dan Perikanan Oki Lukito, dengan harga solar saat ini Rp 6.800 per liter, banyak nelayan memutuskan tidak melaut.
Penyebabnya adalah nelayan membeli solar di stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) dengan harga lebih mahal Rp 500-Rp 1.000 per liter. Solar subsidi di SPBU dibeli Rp 7.800 per liter, termasuk ongkos angkut dari SPBU ke sentra nelayan.
”Nelayan terpaksa membeli di SPBU meski harga lebih mahal karena selama ini solar subsidi tak pernah mencukupi,” katanya.
Di Pelabuhan Perikanan Popoh dan Sine Tulungagung, aktivitas nelayan tidak optimal karena suplai solar subsidi terbatas. Solar yang dikirim tidak pernah mencukupi memenuhi kebutuhan nelayan di Tulungagung. ”Pasokan solar subsidi selalu minim dialami hampir seluruh nelayan,” ujar Oki.