Tujuh Bulan Berlalu, Aduan Kekerasan Seksual Fakultas Hukum Unsrat Tak Terselesaikan
Penanganan dugaan kekerasan seksual oleh salah satu dosen Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi terhadap seorang mahasiswi tak kunjung menemui titik terang. Rektorat menyatakan akan segera mengambil keputusan.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS — Penanganan dugaan kekerasan seksual oleh salah satu dosen Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara, terhadap seorang mahasiswi tak kunjung menemui titik terang setelah tujuh bulan berlalu. Pihak rektorat menyatakan akan mengambil keputusan akan kasus itu sesegera mungkin.
Dugaan pelecehan seksual yang terjadi pada November 2021 itu melibatkan seorang pengajar berinisial VZL terhadap mahasiswi yang diajarnya, D. Pelecehan terjadi ketika VZL disebut memanggil D ke mobilnya dengan alasan minta dibantu merekapitulasi nilai bersama. Kasus itu kemudian diumumkan ke publik oleh Lembaga Advokasi Mahasiswa (LAM) pada Februari 2022.
Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (FH Unsrat) Toar Palilingan, Senin (5/9/2022), mengatakan, kasus tersebut telah ditangani dengan cepat oleh tim khusus yang beranggotakan para dosen untuk menginvestigasi tuduhan terhadap VZL. ”Kami sudah selesaikan dan merekomendasikan rektorat untuk menjatuhkan sanksi,” kata Toar.
Menurut Toar, tim memang menemukan indikasi pelecehan seksual. Namun, keputusan untuk memberi sanksi merupakan kewenangan rektorat. Jika kasus itu tidak terselesaikan di rektorat, akan diambil alih oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Hal itu sesuai dengan amanat Peraturan Mendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. ”Kami sempat dikritisi karena tidak melibatkan perwakilan mahasiswa. Namun, saat itu peraturan tersebut masih baru, sedangkan kami harus bergerak cepat. Kalau harus melatih mahasiswa dan karyawan dulu, akan lama sekali,” kata Toar.
Kendati begitu, setelah tujuh bulan, rektorat belum mengambil keputusan untuk menjatuhkan sanksi ataupun menyatakan VZL tidak bersalah. Rektor Unsrat Ellen Joan Kumaat mengatakan, rektorat kini sedang disibukkan oleh banyak hal, termasuk pergantian jabatan.
Selain pemilihan rektor yang telah tertunda sejak Juni, Ellen mengatakan, Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Rony Gosal sudah pensiun. Penanganan kasus ini pun terulur.
”Kami baru diberi tahu kasus itu Juni, nanti kami akan cek lagi. Untuk sementara, kami sedang mengurus banyak hal. Harus satu per satu, kalau tergesa-gesa, nanti disalahkan lagi. Setelah warek (wakil rektor) III di SK-kan (surat keputusan), akan kami update,” kata Ellen.
Namun, ia tak bisa menyatakan estimasi penyelesaian kasus. ”Secepatnya. Saya enggak bisa bilang. Anda jangan paksa saya untuk mengatakan (kapan), yang pasti secepatnya,” ujarnya.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati, dalam kunjungan ke Manado, yakin Unsrat telah memiliki inovasi dan strategi untuk mengatasi kasus-kasus kekerasan seksual di kampus secara efektif. Hal ini dibuktikan, salah satunya, dengan keberadaan platform E-Lapor.
”Unsrat memilik inovasi yang berpedoman pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan permendikbudristek. Ini untuk melindungi mahasiswa, terutama yang perempuan, sehingga bisa belajar dengan aman,” tutur Bintang.
Selain itu, Bintang juga menyatakan UU No 12/2022 telah diimplementasikan di semua daerah dalam wujud Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) yang disempurnakan. Para korban bisa memperoleh segala layanan yang diperlukan di satu tempat.
”Sudah ada di 34 provinsi, di 279 kabupaten/kota yang memiliki UPTD PPA dengan layanan terintegrasi. Kami akan bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri untuk mendorong terus hingga 514 kabupaten/kota. Jadi, UU PKS ini akan efektif memberikan keadilan kepada korban serta memberi efek jera kepada pelaku,” ujar Bintang.