Mahasiswa dan Organisasi Kepemudaan hingga DPR Papua Tolak Kenaikan Harga BBM
Badan Eksekutif Mahasiswa, organisasi kepemudaan dan DPR Papua menolak kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak. Kebijakan ini akan menyebabkan masyarakat Papua semakin terjerumus ke dalam jurang kemiskinan.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa perguruan tinggi dan organisasi kepemudaan di Kota Jayapura, Papua, menggelar aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak pada Senin (5/9/2022). Kebijakan ini dinilai menyebabkan perekonomian masyarakat semakin terdampak di tengah kondisi pandemi Covid-19 dan angka kemiskinan meningkat.
Berdasarkan pantauan Kompas, aksi unjuk rasa oleh perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa dan organisasi kepemudaan, seperti Himpunan Mahasiswa Islam, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia.
Unjuk rasa para mahasiswa berpusat di Taman Imbi Jayapura. Aksi unjuk rasa di Taman Imbi berlangsung sekitar pukul 11.00 hingga pukul 12.00 WIT. Sekitar 200 personel Polresta Jayapura yang diterjunkan untuk mengawal aksi unjuk rasa ini.
Massa kemudian melanjutkan aksi unjuk rasa di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua. Anggota DPR Papua, Elvis Tabuni dan Sinut Busup, serta beberapa anggota lainnya yang menemui mahasiswa.
Dalam aksi ini, mahasiswa menyampaikan orasi dampak kenaikan harga BBM bagi masyarakat, khususnya di Papua. Mahasiswa juga membacakan puisi yang menyoroti kondisi masyarakat yang semakin menderita kenaikan harga BBM.
Mahasiswa menyatakan kenaikan harga BBM, khususnya di daerah pedalaman Papua, akan meningkat drastis. Sebab, harga BBM selama ini di daerah pedalaman bisa sudah mencapai hingga Rp 50.000 per liter ketika pasokan minim. Pengirimannya pun harus menggunakan pesawat dan mobil dengan mesin gardan ganda.
Para pendemo juga menyatakan aksi unjuk rasa dapat memicu kenaikan angka kemiskinan di Papua. Dari data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin di Papua pada Maret 2022 sebanyak 922.012 orang. Jumlah ini meningkat 1.680 orang bila dibandingkan dengan Maret tahun 2021.
Diketahui seusai berkunjung ke Lampung pada Sabtu kemarin, Presiden Joko Widodo langsung bertolak ke Jakarta. Presiden kemudian mengumumkan kenaikan harga BBM dari Istana Negara.
Kebijakan ini yang berlaku sejak 3 September pukul 14.30. Rinciannya, pertalite naik dari Rp 7.650 menjadi Rp 10.000 per liter, solar naik dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 per liter. Pertamax naik dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter.
”Kebijakan Presiden Jokowi sangat menyakiti masyarakat Papua yang masih hidup dalam kondisi kesulitan ekonomi hingga kini. Masalah ini sangat sensitif bagi masalah Papua, seperti kasus rasisme yang terjadi tahun 2019,” kata Roni Tigi selaku perwakilan pengunjuk rasa dari Universitas Sains dan Teknologi Jayapura.
Anggota DPR Papua, Elvis Tabuni, menyatakan, pihaknya menerima aspirasi mahasiswa yang menolak kenaikan harga BBM. ”DPR Papua akan membentuk panitia khusus untuk membahas aspirasi yang disampaikan mahasiswa. DPR Papua juga menolak kenaikan harga BBM karena menyebabkan masyarakat Papua khususnya di daerah pedalaman semakin miskin,” tegas Elvis.
Anggota DPR Papua, Sinut Busup, yang ditemui di tengah aksi unjuk rasa, menyatakan, pihaknya menolak kebijakan pemerintah pusat menaikkan harga BBM. Ia pun menyatakan kebijakan ini akan berdampak besar karena masyarakat Papua harus mendapatkan layanan transportasi dan membeli barang kebutuhan pokok dengan harga bertambah mahal.
”Sebelum kenaikan harga BBM, harga semen di sejumlah daerah pegunungan Papua sudah mencapai Rp 500.000 per zak, sedangkan harga pengiriman sembako dari Jayapura ke Wamena dengan menggunakan truk sudah mencapai Rp 100 juta. Bisa dibayangkan harga tiket pesawat dan sembako di wilayah pedalaman akan melonjak drastis setelah adanya kebijakan kenaikan harga BBM,” tutur Sinut.