Khawatir Tsunami, Warga Mentawai Bertahan di Pengungsian
Ribuan warga Siberut Barat, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, bertahan di tempat-tempat pengungsian karena khawatir tsunami saat gempa susulan. Gempa kemarin contoh warga teredukasi. Mereka melakukan evakuasi mandiri.
Oleh
YOLA SASTRA
·6 menit baca
PADANG, KOMPAS — Ribuan warga di Siberut Barat, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, tetap bertahan di tempat-tempat pengungsian karena khawatir adanya tsunami saat gempa susulan. Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB mengimbau warga untuk kembali ke rumah gempa rentetan gempa pada Senin (30/8/2022) kemarin tidak berpotensi tsunami.
Data BPBD Kepulauan Mentawai menyebutkan, jumlah pengungsi pascagempa bermagnitudo 6,4 pada Senin (29/8/2022) pagi di Siberut Barat mencapai 2.326 orang. Pengungsi itu warga Desa Simalegi yang tersebar di tujuh dusun, paling banyak di Betaet Selatan dan Betaet Utara, yaitu masing-masing 704 orang dan 528 orang.
Kepala Desa Simalegi Jaret, Senin, mengatakan, jumlah pengungsi hampir sama. Sebagian warga, terutama kepala keluarga dan laki-laki dewasa, kembali ke rumah untuk melihat kondisi rumah. Sementara itu, perempuan, anak-anak, dan lansia tetap di pengungsian. ”Nanti malam mereka (kepala keluarga dan laki-laki dewasa itu) kembali lagi ke pengungsian,” kata Jaret, ketika dihubungi dari Padang, Selasa siang.
Gempa tektonik relatif kuat tiga kali mengguncang Pulau Siberut dan sekitarnya sejak Senin dini hari. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat gempa pertama M 5,2 terjadi pukul 00.04, gempa kedua M 5,9 pukul 05.34, dan gempa ketiga M 6,4 pukul 10.29.
Ketiga gempa terjadi di lokasi yang hampir sama di segmen Megathrust Mentawai-Siberut yang menyimpan potensi gempa M 8,9. Gempa terakhir M 6,4 berpusat di koordinat 0,99 lintang selatan dan 98,53 bujur timur atau tepatnya di laut pada jarak 12 kilometer (km) arah barat laut Siberut Barat pada kedalaman 24 km.
Jaret melanjutkan, warga mengungsi di bukit berjarak ratusan meter permukiman yang memang sudah disiapkan sebagai tempat mengungsi. Warga berlindung di rumah pengungsian yang dibangun Arbeiter-Samariter-Bund (ASB) ataupun di tenda-tenda darurat.
Menurut Jaret, warga mengungsi bukan karena rumah mereka rusak, melainkan karena khawatir terhadap kemungkinan tsunami saat gempa susulan. Warga masih merasakan belasan gempa susulan hingga pagi ini meskipun kekuatannya semakin berkurang dibanding gempa M 6,4.
”Warga mengungsi karena pusat gempa di laut tentu ada kemungkinan tsunami. Itu salah satu pemicunya. Makanya warga mengungsi ke dataran tinggi. Jadi, bukan karena ada kerusakan, kata Jaret.
Hingga Selasa siang, kata Jaret, tidak ada korban jiwa ataupun luka-luka akibat gempa. Namun, sejumlah fasiltas umum rusak, antara lain bangunan SD 11 Simalegi rusak berat, bangunan gereja Katolik rusak sedang, serta bangunan SMP 3 Siberut Barat, Puskesmas Betaet, dan aula kantor Camat Siberut Barat rusak ringan. Kerusakan lain masih dalam proses pendataan.
Gempa kemarin contoh warga masyarakat sudah teredukasi. Mereka bisa melakukan evakuasi mandiri. Tanpa ada yang mengomandoi, mereka bersama-sama mengamankan diri ke tempat pengungsian. (Rumainur)
Bantuan
Terkait bantuan kebutuhan pokok dan logistik lainnya, lanjut Jaret, sudah disalurkan sejak Senin kemarin tetapi tidak merata. Bantuan dari program lumbung sosial Kementerian Sosial hanya mencukupi untuk Betaet Utara dan Betaet Selatan, sedangkan lima dusun lainnya belum dapat bantuan.
”Itu karena sembako yang distokkan dinas sosial terbatas. Sampai Betaet, bantuan sudah habis. Dusun lain belum dapat sama sekali,” ujarnya.
Jaret menambahkan, Senin malam, ia sudah berdiskusi dengan pejabat Bupati Kepulauan Mentawai terkait bantuan. Pemkab melalui BPBD akan mengirimkan bantuan pada Kamis (1/9/2022) atau Jumat (2/9/2022) dari Tuapejat, ibu kota kabupaten ini. ”Yang sangat dibutuhkan, antara lain, tenda, tikar, selimut, dan sembako,” ujarnya.
Kepala Pelaksana BPBD Kepulauan Mentawai Novriadi mengatakan, sejauh ini, belum ada tambahan laporan kerusakan akibat gempa. Adapun untuk logistik di lokasi terdampak gempa cuma cukup untuk dua hari. ”Tadi kami sudah tambah di lokasi, dicari di toko terdekat. Kami sudah salurkan beras dua ton dan mi instan 40 kardus,” katanya.
Novriadi melanjutkan, bantuan dari Pemkab bakal diberangkatkan Rabu (31/8/2022) sore. Pengiriman bantuan tertunda karena mesti mengumpulkan logistik terlebih dahulu dan menunggu kapal, selain juga faktor cuaca badai di laut.
”Malam ini bantuan dibawa ke kapal, besok sore berangkat. Kami juga menunggu logistik lain dari Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, dan BNPB. Bantuannya berupa sembako, selimut, obat-obatan, kelambu, tenda, dan lain-lain,” ujarnya.
Diimbau pulang
Sesuai pesan Kepala BNPB, Novriadi juga mengimbau warga Desa Simalegi agar kembali ke rumah. Kondisi pascagempa di sekitar Pulau Siberut relatif aman. Gempa susulan relatif banyak terjadi sehingga potensi gempa berikutnya berkurang. Oleh sebab itu, sebaiknya warga tidak lama-lama di pengungsian dan kembali ke rumah, kecuali rumah rusak berat atau sedang.
”Risiko berada di pengungsian cukup besar, seperti masalah kesehatan, kecukupan makanan, dan segala macamnya. Lebih baik di rumah sambil waspada mengantisipasi terjadi gempa besar, warga bisa evakuasi mandiri kembali,” kata Novriadi. Jarak rumah warga ke pengungsian di belakang permukiman berkisar 400-500 meter.
Sebelumnya, Kepala BNPB Letnan Jenderal Suhayanto mengimbau warga terdampak gempa di Mentawai yang masih mengungsi di perbukitan agar kembali ke rumah masing-masing, terutama warga yang rumahnya tidak mengalami kerusakan struktur. Ia memastikan, berdasarkan data BMKG, rentetan gempa yang terjadi tidak memicu tsunami.
Suharyanto menjelaskan, rumah yang rusak struktur itu dapat berupa rumah dengan kondisi patah tiang penyangga, kerusakan masif pada dinding, dan kerusakan pada penyangga atau penyusun atap. ”Masyarakat yang rumahnya mengalami kerusakan struktur atau rusak berat dapat melapor kepada BPBD setempat,” kata Suharyanto, dalam siaran pers.
Ia juga mengimbau warga agar meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap potensi gempa susulan. Warga bisa membuat peringatan dini dengan memanfaatkan barang-barang yang mudah dijumpai di rumah, seperti menyusun kaleng secara bertingkat. Saat gempa, bunyi kaleng berjatuhan itu bisa jadi alarm.
Suharyanto turut mengingatkan warga agar memastikan jalur evakuasi bebas hambatan. Bagi warga di kawasan pesisir, juga dipesankan agar segera mengungsi ke tempat tinggi apabila gempa berlangsung lebih dari 30 detik untuk menghindari kemungkinan tsunami.
Relatif baik
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Sumbar Rumainur mengatakan, masyarakat Sumbar, termasuk Mentawai, sejak jauh-jauh hari sudah dipersiapkan agar waspada terhadap gempa dan tsunami. Masyarakat berulang kali diedukasi tentang ancaman gempa, baik melalui sosialisasi maupun simulai.
”Gempa kemarin contoh warga masyarakat sudah teredukasi. Mereka bisa melakukan evakuasi mandiri. Tanpa ada yang mengomandoi, mereka bersama-sama mengamankan diri ke tempat pengungsian,” kata Rumainur.
Rumainur melanjutkan, di kawasan pesisir lain di Sumbar, kondisi kesiapsiagaan masyarakat terhadap gempa dan tsunami relatif sama. Walakin, selama Covid-19, sosialisasi dan simulasi dari BPBD Sumbar terhenti. Baru tahun ini dimulai kembali. BPBD datang ke sekolah-sekolah di 19 kabupaten/kota yang ada ancaman bencana.
”Sekarang sedang berjalan satuan sekolah aman bencana. Kami masuk ke sekolah-sekolah. Warga sekolah diberi pemahaman soal ancaman bencana di daerah mereka, bagaimana menyelamatkan diri, dan menentukan evakuasi,” ujarnya.
Adapun terkait bantuan pemprov, Rumainur menyatakan, sejak jauh-jauh hari pemprov sudah memasok logistik bertajuk bantuan penguatan kelembagaan di setiap kabupaten/kota. Di Kepulauan Mentawai, bantuan pemprov ditambah bantuan pengadaan pemkab disimpan di kantor-kantor kecamatan agar mudah disalurkan ke daerah terdampak bencana.
”Tidak ada hal mendesak soal makanan (di Simalegi) karena tidak ada kerusakan signifikan. Beda dengan bencana banjir, bahan makanan bisa rusak. Gempa ini tidak merusak sagu atau beras warga. Kemarin dibuka dapur umum karena hari pertama, warga masih sangat khawatir,” ujar Rumainur.