Pengeroyok Suporter Bola di Sleman Berpotensi Dijerat Pasal Pembunuhan Berencana
Sebanyak 12 orang ditetapkan sebagai tersangka pelaku pengeroyokan terhadap suporter bola AEP (18). Karena semua senjata telah disiapkan, kasus ini berpotensi ditetapkan sebagai pembunuhan berencana.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Peristiwa pengeroyokan yang akhirnya menewaskan seorang suporter PSS Sleman, AEP (18), Minggu (28/8/2022) dini hari, berpotensi untuk ditetapkan sebagai kasus pembunuhan berencana. Hal ini didasari pertimbangan oleh banyaknya senjata tajam, dan bahan peledak yang telah disiapkan oleh kelompok pengeroyok sebelumnya.
”Dari hasil penyidikan sementara kasus ini ditetapkan sebagai kasus penganiayaan. Namun, kami juga akan tetap melakukan konsultasi dengan sejumlah saksi ahli apakah kejadian ini bisa ditetapkan sebagai kasus pembunuhan berencana atau tidak,” ujar Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor (Polres) Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Ajun Komisaris Ronny Prasasana, dalam konferensi pers yang digelar, Senin (29/8).
AEP bersama tiga rekannya diserang oleh sekelompok orang seusai menonton pertandingan sepak bola PSS Sleman-Persebaya, di Stadion Maguwoharjo, Sabtu (27/8). Setelah menunggu palang pintu kereta api dibuka, empat orang ini tiba-tiba ditabrak oleh kelompok pengeroyok. Peristiwa ini terjadi di Jalan Bibis, di Ambarketawang, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta.
AEP meninggal, sedangkan tiga temannnya yang lain, ABS (18), G (24), dan R (24), mengalami luka sayatan, memar, dan luka-luka bekas pukulan benda tumpul.
Semula, Ronny mengatakan, pihaknya sempat menangkap 18 orang. Namun, setelah melakukan penyelidikan lebih lanjut, 12 orang di antaranya akhirnya ditetapkan sebagai tersangka, di mana seorang di antaranya, JN, merupakan pelaku anak di bawah umur.
Dari hasil penyidikan sementara, 12 tersangka ini dinyatakan melanggar pasal 80 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 170 Ayat 2 ke-3e atau Pasal 351 Ayat 3 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Namun, jika ditetapkan sebagai kasus pembunuhan berencana, 12 pelaku ini dinyatakan melanggar Pasal 340 KUHP, dengan ancaman hukuman yang lebih berat, yaitu hukuman pidana mati atau hukuman penjara seumur hidup, atau selama waktu tertentu, maksimal 20 tahun penjara.
Selain mengamankan para pelaku, Polres Sleman juga telah mengamankan berbagai macam senjata yang dipakai untuk menyerang korban, antara lain tujuh bom molotov, tiga buah pipa besi, satu pedang, satu sangkur, satu celurit kecil, dan satu stik.
Seorang tersangka juga mengaku sempat melukai korban dengan mandau, senjata tajam sejenis parang khas suku Dayak, Kalimantan. Namun, pelaku mengaku langsung membuang mandau ke sebuah kolam di sekitar lokasi kejadian, dan hingga kini belum ditemukan.
Ronny mengatakan, pihaknya saat ini masih memperdalam penyidikan untuk mengetahui motif sebenarnya dari pelaku. Untuk sementara ini, dari pengakuan mereka, kejadian ini bermula dari provokasi JN, yang tiba-tiba mendatangi 11 orang lainnya yang saat itu berada di tepi jalan, melaporkan bahwa dirinya dikejar-kejar oleh rombongan kelompok suporter bola. Namun, sebagian dari mereka juga mengaku aksi ini dilakukan sebagai aksi balas dendam karena dalam kejadian sebelumnya, mereka sempat diserang terlebih dahulu oleh kelompok suporter PSS Sleman. Adapun kelompok pengeroyok semuanya mengaku sebagai anggota Brayat Jogja Mataram Utama Sejati atau Brajamusti, suporter PSIM.
Wakil Kepala Polres Sleman Andhyka Donny Hendrawan, mengatakan, dengan kejadian ini, pihaknya juga terus mengingatkan agar segenap warga DIY termasuk di Kabupaten Sleman, tidak gampang terprovokasi. Dengan menahan diri, mengontrol emosi, pada masa mendatang, diharapkan tidak lagi terjadi pengeroyokan atau perkelahian yang akhirnya menimbulkan perkelahian seperti kasus ini.
Direktur Utama PT Putra Sleman Sembada PT (PSS) Andhywardhana, dalam keterangan persnya, Minggu (28/8/2022), mengaku sangat prihatin dan sangat menyesalkan kejadian ini. Rivalitas antarklub, menurut dia, hanya ada dalam 90 menit pertandingan di lapangan. Namun, di luar itu, semua orang termasuk suporter, merupakan satu keluarga, yang harus menjunjung tinggi nilai sportivitas.