Bakamla Tangkap Tanker yang Diduga Angkut 90 Ton Solar Ilegal
Tanker berbendera Guinea Ekuatorial ditangkap karena diduga mengangkut solar ilegal di Batam, Kepulauan Riau. Penangkapan itu hasil dari operasi bersama yang digelar Bakamla dan lima lembaga keamanan laut lain.
Oleh
PANDU WIYOGA
·2 menit baca
BATAM, KOMPAS — Badan Keamanan Laut menangkap tanker MT Blue Star 08 di perairan Batam, Kepulauan Riau. Kapal berbendera Guinea Ekuatorial itu mengangkut 90 ton solar industri yang diduga ilegal.
Komandan Kapan Negara (KN) Marore-322 Letnan Kolonel Bakamla Yuli Eko Prihartanto, Sabtu (27/8/2022), mengatakan, tanker MT Blue Star 08 disergap saat berlayar di perairan Sengkuang, Batam. Eko memerintahkan tim reaksi cepat (visit board search and seizure/VBSS) untuk melakukan pengejaran menggunakan kapal karet (rigid-hull inflatable boat/RHIB).
Tim VBSS Bakamla berhasil menaiki MT Blue Star 08 pada pukul 16.06. Menurut Yuli, awak kapal tanker tersebut tidak melakukan perlawanan. Setelah menaiki kapal, tim VBSS langsung memeriksa dokumen kapal itu.
Dari hasil pemeriksaan, MT Blue Star 08 diketahui memuat 90 ton solar industri (high speed diesel/HSD) tanpa dilengkapi dokumen pengangkutan barang (bill of ladding) dan daftar muatan (manifest). Selain itu, rute kapal juga tidak sesuai dengan surat persetujuan berlayar (port clearance).
Untuk kepentingan penyelidikan lebih lanjut, MT Blue Star 08 dipaksa berlabuh di Batam. ”Dari hasil pemeriksaan awal, MT Blue Star 08 diduga melanggar tindak pidana (dalam kegiatan usaha) minyak dan gas bumi,” kata Yuli melalui pernyataan tertulis.
Operasi penangkapan MT Blue Star 08 merupakan bagian dari Patroli Bersama Keamanan dan Keselamatan Laut Nasional 2022. Wilayah perairan yang menjadi fokus operasi adalah Selat Malaka, Selat Singapura, dan perairan Kalimantan bagian utara.
Dari hasil pemeriksaan awal, MT Blue Star 08 diduga melanggar tindak pidana minyak dan gas bumi.
Selain Bakamla, ada lima lembaga pemerintah yang bergabung dalam patroli bersama tersebut. Lima lembaga tersebut adalah TNI Angkatan Laut, Kepolisian Air dan Udara, Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya dan Perikanan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai.
Saat membuka operasi bersama itu pada 23 Agustus lalu, Kepala Bakamla Laksamana Madya Aan Kurnia mengatakan, patroli gabungan akan berlangsung selama dua bulan hingga pertengahan Oktober 2022. Sebanyak 17 kapal dikerahkan untuk memberantas kegiatan ilegal di Selat Malaka, Selat Singapura, dan perairan Kalimantan bagian utara.
”Target kami yang pertama adalah (membangun) kebersamaan. Kedua, untuk menurunkan (intensitas) kegiatan ilegal di perairan sehingga pengguna laut lebih nyaman berkegiatan di wilayah Indonesia,” ujarnya.