Siasati Kenaikan Harga, Pelaku UMKM Batasi Produksi hingga Modifikasi Menu
Kenaikan harga bahan pokok menuntut pelaku UMKM bersiasat mulai dari membatasi produksi hingga memodifikasi menu.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, berupaya bertahan serta menyiasati kenaikan harga bahan pokok dengan membatasi produksi dan memodifikasi menu. Upaya itu dilakukan demi tetap mempertahankan arus kas sekaligus berharap harga pangan kembali turun.
”Harga bahan-bahan luar biasa tinggi. Untuk pembuatan brownies tetap jalan, tapi hanya untuk terbatas jika ada pesanan saja. Untuk harian, saya sekarang produksi camilan sosis solo,” kata Irma Kusmayanti (45), pembuat brownies tempe di Karanglewas, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu (24/8/2022).
Dulu, Irma pernah memproduksi 2.000 bungkus brownies sebulan, tapi kini hanya sekitar 800 bungkus sebulan. Untuk bertahan hidup, dalam tiga pekan terakhir dia mulai memproduksi sosis solo yang dititipjualkan di toko-toko di Purwokerto. ”Alhamdulillah sehari bisa 200 buah sosis solo. Ada yang dititipkan di toko dan ada yang di kantin rumah sakit,” tutur Irma yang juga binaan Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Provinsi Jawa Tengah.
Untuk bahan pembuatan sosis solo, lanjut Irma, dibutuhkan ayam fillet 2 kilogram, telur 20 butir, terigu 3 kilogram, dan minyak 1 kilogram. ”Harga telur biasanya Rp 22.000-Rp 25.000 per kilogram, sekarang Rp 31.000 per kilogram. Terigu juga dulu Rp 8.000 per kilogram, sekarang Rp 10.050 per kilogram,” ujarnya.
Sebelum kenaikan harga bahan pokok, Irma bisa mendapatkan pemasukan hingga Rp 560.000 per hari dengan laba sekitar 50 persen. Akibat kenaikan harga tersebut, labanya pun menyusut sampai 30 persen. ”Sekarang keuntungan paling sekitar 30 persen. Yang penting masih bisa buat harian,” papar Irma yang juga berharap harga-harga kembali turun.
Hal serupa dialami Giovani (25), pemilik warung makan di Grendeng, Purwokerto Utara, atau sekitar Universitas Jenderal Soedirman. Dia menyiasati kenaikan harga pangan mulai dari beras hingga telur dengan mengurangi sedikit porsi nasi dan mengurangi bahkan menghilangkan menu telur. ”Mau menaikkan harga belum berani, jadi kami cuma memodifikasi menu. Misalnya, tadinya nasi-ayam-telur dadar Rp 12.000, telurnya dicoret jadi Rp 10.000,” tuturnya.
Dari pantauan harga di Pasar Kliwon, Purwokerto, harga telur sepekan terakhir naik dari Rp 25.000 hingga kini Rp 31.000 per kilogram. ”Saya jualnya enggak banyak-banyak. Paling satu peti per hari atau 10 kilogram saja,” ujar Jumirah (56), pedagang di Pasar Kliwon.
Selain telur, kata Jumirah, harga beras juga naik Rp 500 per kilogram. Ada yang tadinya Rp 9.500 per kilogram kini menjadi Rp 10.000 dan ada yang Rp 10.000 per kilogram, kini naik menjadi Rp 10.500 per kilogram. ”Kalau harga-harga naik, keuntungan jadi turun. Dari yang biasanya sehari bisa Rp 100.000, sekarang paling dapatnya Rp 80.000,” katanya.
Sebelumnya, Kepala Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Purwokerto Rony Hartawan, dalam keterangan tertulis, menyampaikan, di wilayah kerja KPwBI Purwokerto, pengendalian inflasi bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah dilakukan dengan strategi empat K, yaitu keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif.
Keterjangkauan harga dilakukan dengan pemantauan secara rutin, sidak harga, penyelenggaraan operasi pasar, optimalisasi Toko Tani Indonesia, serta ketersediaan pasokan dan stabilisasi harga melalui instansi/dinas terkait.
Terkait ketersediaan pasokan, lanjut Rony, dilakukan pengembangan kluster ketahanan pangan, antara lain kluster cabai, kluster beras, kluster bawang merah, kluster ayam kampung, serta pengembangan ekonomi lokal, yaitu memproduksi tepung mocaf dan turunan tepung mocaf, seperti mi, pie, dan kukis. Selain itu, kerja sama antardaerah juga terus diperkuat.
Kerja sama antardaerah juga terus diperkuat.
”KPwBI Purwokerto mendorong adanya kerja sama antardaerah antara Gapoktan Sumber Makmur Cilacap dan Food Station Jakarta untuk komoditas beras. Dalam waktu dekat akan dilaksanakan kerja sama antardaerah sapi dengan NTT,” papar Rony.
Upaya berikutnya, lanjut Rony, adalah kelancaran distribusi dengan melaksanakan sidak dan pertemuan dengan distributor untuk memastikan kelancaran distribusi serta tidak adanya tindakan penimbunan. Keempat adalah komunikasi efektif lewat koordinasi intensif antar-anggota TPID, penyampaian asesmen perkembangan inflasi serta rekomendasi pengendalian inflasi, publikasi harga, dan imbauan bijak belanja.