Sebagian Petani di Sigi Tak Mendapatkan Pupuk Lengkap
Sejumlah petani padi di Sulteng tak mendapatkan jatah pupuk lengkap urea dan phonska (NPK). Hal itu mengancam produksi tanaman.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
KOMPAS/VIDELIS JEMALI
Asrul (33), petani di Desa Lolu, Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, menaburkan pupuk di sawahnya, Minggu (21/8/2022). Masalah ketersediaan pupuk bersubsidi belum bisa diatasi.
SIGI, KOMPAS — Sejumlah petani di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, tak mendapatkan pupuk phonska untuk musim tanam saat ini. Hal berbeda terjadi pada pupuk urea yang bisa diperoleh petani. Pemupukan tak lengkap bisa berdampak kurang maksimalnya produksi padi.
Hal tersebut disampaikan sejumlah petani di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Mereka hanya mendapatkan pupuk urea. Pupuk urea dan phonska (NPK) dua jenis pupuk yang disubsidi oleh pemerintah untuk petani padi.
Arudji (59), petani di Desa Vatunonju, Kecamatan Sigi Kota, Sigi, mengaku hanya mendapatkan 2 karung pupuk urea, masing-masing berbobot 50 kg, untuk musim tanam saat ini. Pupuk phonska yang jatahnya satu karung dengan bobot 50 kg tidak tersedia.
”Saya ’siram’ padi dengan urea saja,” tutur pemilik sawah 0,5 hektar tersebut saat ditemui, Senin (22/8/2022).
Tanaman padi Arudji saat ini berumur sekitar dua bulan. Ia menaburkan pupuk urea saat tanaman berumur 25 hari. Dua karung pupuk urea itu ditaburkan satu kali. Sebelumnya, pada Mei lalu, ia memanen 1 ton beras.
Arudji terdaftar sebagai anggota kelompok yang berhak mendapatkan pupuk bersubsidi. Bersama anggota kelompoknya, ia selalu menyerahkan kebutuhan ke petugas penyuluhan pertanian sesaat setelah panen berlangsung.
Tak mendapatkan pupuk phonska juga dialami Rizal (36), petani di Desa Loru, Kecamatan Sigi Kota, Sigi. Untuk pemupukan kedua di tanaman padi yang saat ini berumur dua bulan pada minggu lalu, ia hanya menggunakan pupuk urea satu karung.
”Pupuk phonska belum tersedia di distributor,” ujar Ketua Kelompok Tani Kanisaroa itu. Kelompok tersebut beranggotakan 13 petani.
Rizal membutuhkan 2 karung pupuk urea dan 2 karung phonska untuk padi di lahan seluas 0,75 hektar. Pemupukan dilakukan dua kali, yakni pada saat padi berumur 2 minggu dan 1,5 bulan-2 bulan.
Ia menyebutkan, tujuh anggota Kelompok Tani Kanisaroa lainnya juga tak mendapatkan pupuk phonska untuk pemupukam kedua. ”Phonska ini memang sering tidak didapat. Ini sudah sejak 2021,” ujarnya.
KOMPAS/VIDELIS JEMALI
Seorang petani di Desa Lolu, Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi, Sulteng, Minggu (21/8/2022), menabur pupuk di sawahnya. Meskipun produksi beras terakhir meningkat, masalah ketersediaan pupuk bersubsidi belum bisa diatasi.
Harga pupuk urea satu karung berbobot 50 kilogram di Sigi Rp 112.500, sedangkan pupuk phonska Rp 115.000 per per karung 50 kg.
Meski demikian, Rizal masih beruntung karena pada pemupukan pertama saat padi berumur dua minggu masih bisa mendapatkan pupuk lengkap, yakni satu karung urea dan satu karung phonska.
Rizal khawatir dengan tak lengkapnya pemupukan, produksi padi tak maksimal. Phonska (NPK) mengandung unsur yang memicu tumbuh bagus dan lebatnya bulir padi. Pada musim panen April-Mei, lahan Rizal menghasilkan 1,2 ton beras.
Tak mau kehilangan hasil yang maksimal, Rizal menyemprot obat perangsang buah pada tanaman sebagai pengganti pupuk phonska. Ia menghabiskan dua botol obat dengan harga Rp 225.000.
”Harganya lebih tinggi daripada pupuk phonska, tetapi harus dilakukan agar bulir tetap tumbuh maksimal,” ujarnya.
KOMPAS/VIDELIS JEMALI
Hamparan padi di Desa Lolu, Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi, Sulteng, Minggu (21/8/2022). Produksi beras di Sulteng terus meningkat.
Arudji dan Rizal berharap pemerintah memastikan kelengkapan ketersediaan pupuk. Pemupukan yang lengkap pasti berdampak baik pada produksi tanaman.
Saat dihubungi, Kepala Seksi Pupuk dan Pestisida Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulteng Umar menyatakan, untuk mengatasi kekurangan pupuk phonska, Pemerintah Provinsi Sulteng telah melakukan realokasi agar kekurangan kebutuhan pupuk petani teratasi.
Ia menambahkan, masalah sebenarnya terkait pupuk bersubsidi terbatasnya anggaran pemerintah pusat. Hal itu berdampak pada berkurangnya alokasi pupuk.