Menteri Kelautan dan Perikanan: Kearifan Lokal ”Maelo Pukek” di Kota Padang Mesti Dilestarikan
Teknik menangkap ikan ”maelo pukek” atau menghela pukat di Kota Padang merupakan kearifan lokal nan mesti dilestarikan karena dinilai betul-betul menjaga keseimbangan antara alam dan kebutuhan manusia.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyebut, maelo pukek atau menghela/menarik pukat merupakan kearifan lokal di Kota Padang, Sumatera Barat, nan patut dilestarikan. Kementerian berkomitmen untuk menggerakkan teknik menangkap ikan tradisional yang sudah dipraktikkan turun-temurun ini agar terus berkembang.
Hal tersebut disampaikan Menteri Trenggono ketika meresmikan Kampung Elo Pukek di kawasan obyek wisata Pantai Padang, Kelurahan Purus, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang, Minggu (21/8/2022). Dalam kesempatan itu, Trenggono juga sempat maelo pukek bersama nelayan.
”Elo pukek kearifan lokal masyarakat Minang di pesisir. Bagaimana kita bisa menjaga dan melestarikannya agar bisa kembali pada masa jayanya. Kearifan lokal ini betul-betul menjaga keseimbangan antara alam dan kebutuhan manusia,” kata Trenggono.
Trenggono melanjutkan, ia sudah meminta kepada jajarannya di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk menggerakkan dan membantu agar kearifan lokal tersebut bisa berkembang dengan baik. Selain untuk menangkap ikan, maelo pukek juga dinilai efektif untuk membersihkan sampah plastik di perairan sekitar pantai.
Maelo pukek biasanya dilakukan secara berkelompok berkisar 10-30 orang. Di Kelurahan Purus, nelayan maelo pukek pada pukul 07.00 hingga menjelang pukul 12.00 dan berlangsung 1,5-2 jam. Pukek sepanjang sekitar 50 meter ditebar 100-200 meter ke tengah laut dari pantai dengan perahu cadik.
Pada Kamis pagi, salah satu kelompok nelayan dengan belasan anggota maelo pukek ke darat. Hasilnya, mereka mendapatkan sebaskom ikan berbagai jenis. Walakin, selain ikan, pukek juga penuh dengan sampah, terutama sampah plastik. Sementara itu, warga berkerumun bersiap untuk membeli ikan ketika nelayan masih menyortir ikan.
Rafli (64), nelayan pukek, mengatakan, ada 5-6 kelompok nelayan pukek di kampung tematik Kampung Elo Pukek itu. Dalam bekerja, nelayan bergotong royong. Keuntungan dari hasil maelo pukek dibagi kepada setiap anggota.
Sampah laut
Adapun terkait sampah di perairan sekitar pantai, ia mengakui, hal itu juga menyulitkan nelayan. ”Biasanya sampah banyak saat ombak besar. Sampah dari muara hanyut ke tengah. Harapan kami, warga di hulu tidak buang sampah ke sungai,” katanya.
Wali Kota Padang Hendri Septa mengatakan, Kampung Elo Pukek adalah salah satu program unggul Pemerintah Kota Padang. Total ada 11 kampung tematik yang digarap Pemkot bekerja sama dengan perguruan tinggi. ”Kearifan lokal ini mesti dilestarikan agar anak dan kemenakan kita tahu warisan leluhurnya sehingga mereka bisa mengembangkannya pada masa mendatang,” katanya.
Menurut Hendri, selain potensial untuk kegiatan pariwisata, maelo pukek juga diharapkan bisa membuka mata semua orang. Yang terjaring oleh pukek bukan hanya ikan, melainkan juga sampah-sampah dari sungai yang bermuara ke laut. Sampah tersebut, terutama sampah plastik, juga mencemari ikan.
”Inilah bukti, kalau kita tidak mulai dari sekarang, anak cucu kita akan jadi korban. Sampah plastik dimakan ikan, kemudian ikan kita makan. Maka, kami meminta masyarakat untuk menjaga kelestarian alam, jangan buang sampah sembarangan,” ujarnya.
Inilah bukti, kalau kita tidak mulai dari sekarang, anak cucu kita akan jadi korban.
Hendri menambahkan, sampah di muara, misal di muara Batang Arau, tidak hanya berasal dari muara, tetapi juga dari hulu, mulai dari Indarung, Lubuk Begalung, Padang Timur, hingga ke muara di Padang Selatan. Oleh sebab itu, persoalan sampah ini menjadi tanggung jawab semua warga. Pemkot bersama komunitas terus menyampaikan sosialisasi agar warga bisa mengelola sampah dengan baik.