Berhari-hari Mencari Rumah Sakit dengan Jasad Janin di Kandungan
Janin dalam kandungan Martha diduga sudah meninggal sebelum Sabtu (6/8/2022). Dengan jasad janin di kandungan, selama lebih dari satu minggu, ia naik kapal mencari rumah sakit yang bisa menolong dirinya.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·5 menit baca
Dengan wajah cemas, Martha Manuputty (25) datang memeriksa kesehatan kandungannya di Puskesmas Ustutun, Pulau Lirang, Kabupaten Maluku Barat Daya, Maluku, pada Sabtu (6/8/2022). Ia khawatir dengan keselamatan janinnya. Dua hari belakangan, tak terasa gerakan dalam kandungan yang sudah berusia 32 minggu itu.
Bidan yang memeriksa kandungannya mengonfirmasi firasat buruk yang menghantui Martha. Detak jantung janin tidak lagi terdeteksi, diduga sudah meninggal. Ia nyaris pingsan. Puskemas Ustutun mengeluarkan surat rujukan agar Martha segera dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Moa di ibu kota Kabupaten Maluku Barat Daya.
Sabtu pagi itu tak ada kapal yang berlayar ke Moa. Martha lalu dibawa pulang ke rumah sambil menunggu kapal perintis KM Sabuk Nusantara 67 yang akan tiba dari Kupang, Nusa Tenggara Timur, pada Minggu (7/8) keesokan harinya. Sesuai rute, kapal itu akan berlayar ke timur dan menyinggahi Moa. Martha dan keluarga kian gelisah.
Kapal sandar pada Minggu pagi, Martha dievakuasi ke atas kapal. Kapal lalu berlayar melewati empat pulau hingga tiba di Moa dua hari kemudian, Selasa (9/8) dini hari. Martha lalu dibawa ke RSUD Moa. Sayangnya, tidak ada dokter yang bisa menangani. Peralatan medis juga terbatas. Martha lalu dirujuk lagi ke Ambon, ibu kota Provinsi Maluku atau Kupang.
Sudah hampir satu minggu masih cari rumah sakit
Selasa pagi itu, datang kabar, kapal perintis KM Sabuk Nusantara 87 yang sedang berlayar ke barat akan melewati Moa menuju Kupang. Keluarga dan bidan pendampingan kembali mengevakuasi Martha ke kapal tersebut. Kondisi Martha mulai lelah. Ia diinapkan di dalam ruang perawatan di kapal.
Kapal tersebut berlayar ke barat melewati beberapa pulau, kemudian singgah di Pelabuhan Ilwaki pada Rabu (10/8) malam. Di Ilwaki, Martha sempat mendapat perawatan. Ia didampingi dua bidan, Shela dan Adel serta Gita Mabaha dari keluarga. ”Sudah hampir satu minggu masih cari rumah sakit,” tutur Gita dengan wajah sendu.
Kapal terus berlayar ke barat dan singgah kembali di Pulau Lirang, kampung Martha, pada Kamis (11/8) keesokan harinya. Beberapa anggota keluarga, termasuk anaknya yang sulung, datang mejenguk Martha di kapal. Mereka menangis dan berdoa agar kondisi Martha tetap sehat hingga tiba di Kupang. Dalam kondisi lemas, Martha memeluk anaknya.
Rombongan keluarga segera turun sebab kapal kembali berlayar. Menuruni tangga kapal hingga dermaga, mereka terus mendoakan Martha. Mereka tak ingin hal buruk terjadi seperti dialami pasien lain pada waktu lalu. Banyak pasien sakit berat, gawat darurat, dan ibu hamil meninggal di atas kapal saat ke Kupang.
Jumat (12/8), kapal tersebut sandar di Pelabuhan Tenau, Kupang. Martha lalu dibawa ke salah satu rumah sakit swasta untuk ditangani. Setelah pemeriksaan, keesokan harinya Martha diberi tindakan. ”Dokter anjurkan untuk kuret. Sudah berjalan. Kondisi dia sudah membaik,” kata Adel, salah satu bidan dari Puskesmas Ustutun yang mendampingi.
Adel memperkirakan lebih dari 10 hari janin meninggal dalam kandungan Martha. Menurut Adel, fisik Martha tergolong kuat. Mereka sempat khawatir kalau sampai Martha drop di dalam perjalanan. Tidak tertutup kemungkinan, nyawa Martha tidak selamat. ”Ini keajaiban yang tidak bisa kami mengerti,” ujar Shela. Adel dan Shela adalah bidan muda yang mengabdikan diri di Pulau Lirang.
Selesai menjalani perawatan di rumah sakit, Martha pulang ke rumah kerabatnya di Kota Kupang sambil menunggu jadwal kapal. Mereka berencana pulang ke Lirang dengan KM Sabuk Nusantara 67 pada Jumat (19/8), tetapi kapal tersebut tengah docking. Mereka menunggu KM Sabuk Nusantara 71 pada Jumat (19/8).
Waktu itu kami juga menitipkan pesan agar fasilitas kesehatan di sini bisa diperhatikan. Tapi, sayangnya belum ada perubahan. Tenaga kesehatan juga minim.
Tak hanya Martha. Dalam pelayaran itu ada pula Nisa (27), ibu hamil yang naik di Pelabuhan Ilwaki, Pulau Wetar. Nisa yang usia kahamilannya hampir sembilan bulan itu juga dirujuk ke Kupang menjelang persalinan. Pihak Puskesmas Ilwaki tak mau ambil risiko mengingat kondisi kesehatan Nisa mengkhawatirkan. Nisa mengalami tekanan darah tinggi.
”Ibu bidan takut nanti terjadi sesuatu sehingga mereka rujuk ke Kupang. Di Kupang fasilitasnya lengkap. Ini yang terbaik untuk saya dan bayi saya. Sudah banyak kejadian buruk yang terjadi di sini sehingga saya takut,” ucap Nisa. Selama dalam pelayaran, ia didampingi keluarga.
Kostansium Aswali, Camat Wetan Barat, mengatakan, kondisi semacam itu bukan hal baru bagi warga di sana. Selain ke Kupang dan Ambon, warga Pulau Lirang biasanya mencari pertolongan ke Dili, ibu kota negara Timor Leste. Mereka menumpang perahu nelayan ke Pulau Atauro, Timor Leste, kemudian dari sana mereka dijemput pesawat dari Dili. Proses itu memakan waktu tidak sampai satu hari.
Pasien dari Lirang hanya bermodal surat keterangan dari desa yang menerangkan bahwa pasien itu adalah warga Lirang. Pihak Timor Leste tidak menarik biaya. Alasannya, warga Lirang memiliki irisan budaya dengan warga Atauro. ”Nenek moyang orang Lirang berasal dari Atauro. Ini ditambah lagi dengan hubungan kawin mawin yang dijaga terus sampai hari ini,” ujar Kostansium.
Namun, setelah pandemi Covid-19 merebak, Pemerintah Timor Leste menutup pintu bagi masuknya pasien dari luar negeri yang dikhawatirkan membawa virus. Warga Lirang pun terpaksa harus mencari pertolongan di dalam negeri dengan harus menumpang kapal selama berhari-hari. Pun tidak ada jaminan semua rumah sakit bisa menolong.
Fasilitas kesehatan terbatas
Perjuangan masyarakat di perbatasan untuk menikmati layanan kesehatan bukan cerita baru. Kenyataan bahwa masyarakat di sana berobat ke Timor Leste juga sudah diketahui oleh pemerintah pusat. Menteri Kesehatan Nila Moeloek (2014-2019) pernah berjanji akan memperhatikan layanan kesehatan di sana. Itu ia sampaikan saat berkunjung ke Ambon pada 2019.
Sebelumnya, Pulau Lirang juga dikunjungi oleh Rini Soemarno pada tahun 2017 kala menjabat Menteri Badan Usaha Milik Negara. Kehadiran Rini itu diikuti dengan pembangunan pemancar jaringan telepon dan internet serta pelayanan listrik di Lirang. Kini, masyarakat menikmatinya. Namun, titipan harapan masyarakat untuk layanan kesehatan belum terpenuhi.
”Waktu itu kami juga menitipkan pesan agar fasilitas kesehatan di sini bisa diperhatikan. Tapi, sayangnya belum ada perubahan. Tenaga kesehatan juga minim. Mereka dapat SK (surat keputusan) untuk bertugas di sini, tetapi mereka tidak pernah muncul. Sekarang mau harap kepada siapa lagi?” ujar Lazarus Mabala, warga Pulau Lirang.
Martha dengan janin meninggal dalam kandungan kemudian berjuang mencari rumah sakit adalah tamparan keras bagi negara. Betapa pelayanan dasar yang menjadi hak setiap warga masih sulit dipenuhi negara. Demi keselamatan diri, mereka berjuang sendiri. Naik kapal dari pulau ke pulau, selama berhari-hari.