Sejumlah daerah di Sumsel akan ditetapkan menjadi sentra peternakan sapi. Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan populasi sapi di Sumsel dari yang rata-rata 305.000 ekor per tahun menjadi 700.000 ekor per tahun.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Sejumlah daerah di Sumatera Selatan akan ditetapkan menjadi sentra peternakan sapi. Langkah ini untuk meningkatkan populasi sapi dari yang rata-rata 305.000 ekor per tahun menjadi 700.000 ekor per tahun. Inseminasi dan penggemukan secara berkelanjutan menjadi program awal untuk mencapai tujuan tersebut. Target besarnya adalah swasembada daging sapi pada 2025.
Kepala Dinas Peternakan dan Ketahanan Pangan Sumsel Ruzuan Efendi, Jumat (19/8/2022), mengakui, saat ini kebutuhan daging sapi di Sumsel masih dipasok dari provinsi lain, utamanya Lampung. Dari 125.000 ton kebutuhan daging sapi per tahun, hanya 80.000 ton yang diproduksi sendiri di Sumsel, sisanya masih dipasok dari daerah lain.
Populasi sapi di Sumsel sekitar 305.000 ekor per tahun. Padahal, untuk memenuhi kebutuhan daging, setidaknya dibutuhkan sekitar 700.000 ekor per tahun. Melihat kekurangan ini, menurut Ruzuan, pemerintah sudah membuat program untuk meningkatkan populasi secara bertahap melalui dua skema, yakni penggemukan secara berkelanjutan dan inseminasi buatan secara masif.
Sebagai langkah awal, ujar Ruzuan, akan dibentuk sentra peternakan di beberapa daerah potensial. Daerah itu, antara lain, Banyuasin, Ogan Komering Ulu Timur, Musi Rawas, Musi Banyuasin, Ogan Ilir, dan Ogan Komering Ilir. ”Dengan pembentukan kluster ini diharapkan proses pengembangbiakkan bisa lebih terfokus,” ucapnya.
Ruzuan mengakui, sampai saat ini Sumsel tidak memiliki kluster peternakan sapi. ”Memang ada peternakan, tapi itu sifatnya sporadis,” ucapnya. Hal inilah yang membuat pengembangabiakan sapi tidak optimal.
Di samping itu, pemerintah juga telah merekrut 208 tenaga pendamping petugas teknis peningkatan produksi peternakan (PPTPPP). Mereka yang sebagian besar berlatar belakang pendidikan peternakan dari tingkat SMK hingga sarjana diterjunkan ke daerah untuk mendampingi para peternak agar peternak bisa mengembangkan usahanya, baik dari segi produktivitas maupun pemasaran.
Dengan langkah tersebut ditargetkan pada tahun 2025 mendatang Sumsel bisa swasembada daging sapi. ”Kita akan melakukan evaluasi setiap tahun dengan target ada peningkatan populasi secara bertahap,” ucap Ruzuan.
Gubernur Sumsel Herman Deru berpendapat, masih sulitnya Sumsel menjadi lumbung ternak disebabkan rendahnya minat, modal, dan jaringan pemasaran. Saat ini tidak banyak lagi orang yang berminat menjadi peternak lantaran hasilnya sangatlah minim. ”Pendapatan yang mereka (peternak) terima sama seperti gaji buruh, bukan pendapatan pemilik usaha. Inilah yang membuat banyak orang tidak berminat menjadi peternak,” ucapnya.
Itu karena sebagian besar peternak tidak memiliki pengetahuan untuk mengembangkan usahanya. Selain keterbatasan modal, mereka juga tidak memiliki jaringan pasar. ”Mereka hanya menjual untuk pasar lokal saja,” ucapnya.
Karena itu, integrasi antara pihak terkait, termasuk perbankan, sangat dibutuhkan untuk mendongkrak level peternak. Menurut dia, tenaga PPTPPP harus bisa mengambil peran sebagai jembatan antara petani dan perbankan dan pasar.
Herman mengatakan, peningkatan produktivitas hewan ternak sudah sangat mendesak mengingat jumlah penduduk semakin besar. Jangan sampai penduduk Sumsel mengalami kekurangan gizi. Apalagi, saat ini tingkat stunting atau tengkes di Sumsel masih cukup tinggi, yakni 24,8 persen.
Peningkatan produktivitas hewan ternak ini, menurut Herman, merupakan rangkaian dari upaya produktivitas sejumlah bahan pangan yang mencakup bidang pertanian, perikanan, perkebunan, dan peternakan serta ketahanan pangan. ”Keempat dinas ini harus berintegrasi agar program kemandirian pangan dapat terwujud,” ucapnya.