Pendaki Asal Portugal Terjatuh ke Jurang Saat ”Selfie” di Puncak Gunung Rinjani
Seorang pendaki berkewarganegaraan Portugal terjatuh dan diperkirakan meninggal dunia saat berswafoto atau ”selfie” dari puncak Gunung Rinjani, Lombok.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Kecelakaan pendaki terjadi di Taman Nasional Gunung Rinjani, Lombok Nusa Tenggara Barat. Kejadian itu menimpa Boaz Bar Anan, pendaki berkewarganegaraan Portugal. Boaz diperkirakan meninggal dunia setelah terjatuh saat berswafoto dari tepi jurang puncak gunung berapi setinggi 3.726 meter di atas permukaan laut itu.
Kepala Biro Subbagian Tata Usaha Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Dwi Pangestu dalam keterangan persnya, Jumat (19/8/2022), mengatakan, kecelakaan itu pada Jumat pagi sekitar pukul 05.30 Wita.
Dwi mengatakan, berdasarkan laporan Kepala Resort Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) Sembalun, kecelakaan diketahui dari informasi Trekking Organize (TO) Rudy Trekker. TO tersebut yang memandu Boaz mendaki Rinjani.
”Korban jatuh pada lereng bagian barat laut atau arah Danau Segara Anak. Jarak korban jatuh sekitar 150 meter dan korban diperkirakan meninggal dunia. Berdasarkan keterangan TO, sebelum terjatuh, korban tengah berswafoto di tepi jurang puncak Rinjani,” kata Dwi.
Boaz bersama dua rekannya, menurut Dwi, terdaftar dalam sistem pendakian Rinjani. Ia terdaftar mendaki Rinjani melalui pintu Sembalun pada 18 Agustus 2022.
Selain pintu Sembalun, ada lima pintu pendakian lain, yakni jalur Senaru dan Torean (Lombok Utara), jalur Aik Berik (Lombok Tengah), serta jalur Tete Batu dan Timbanuh (Lombok Timur).
Hingga berita ini diturunkan, sejumlah upaya dilakukan untuk menangani kejadian tersebut. Menurut Dwi, dua tamu atau pendaki yang bersama Boaz telah dibawa turun oleh pemandunya ke Bawak Nao Sajang yang merupakan titik keberangkatan jalur Sembalun.
Lokasi korban memang tidak bisa dikatakan mudah untuk dijangkau.
Proses evakuasi juga sudah dimulai. Pada Jumat siang pukul 14.00 Wita, tim gabungan dengan personel 34 orang dari TNGR, Unit SAR Lombok Timur dan SAR Mataram, Edelweis Medical Health Center (EMHC), dan tim Inafis Kepolisian Resor Lombok Timur telah berangkat menuju lokasi korban.
”Lokasi korban memang tidak bisa dikatakan mudah untuk dijangkau. Oleh karena itu, tim yang turun adalah yang berpengalaman dan mengenal medan. Semoga cuaca cerah sehingga kita bisa evakuasi lebih cepat,” kata Dwi.
Waspada
Sejak 27 Juli 2022, Balai TNGR memberlakukan kuota normal pendaki untuk semua jalur pendakian. Sebelumnya, kuota harian dibatasi akibat merebaknya pandemi Covid-19. Kuota baru itu disambut antusias oleh wisatawan, baik lokal, domestik, maupun mancanegara.
Sepanjang 2022 (hingga 19 Agustus), total ada 20.024 wisatawan atau pendaki Gunung Rinjani. Sementara pada periode yang sama di 2021 (hingga Agustus), Balai TNGR mencatat ada 20.876 pendaki yang menjajal Rinjani.
Pendakian Rinjani dilakukan baik dengan menggunakan jasa TO atau tanpa TO. Lalu, Erwin Mustiadi (32) dari Mantap Adventure, salah satu TO pendakian Rinjani mengatakan, pendakian dengan TO selalu diawali dengan pemaparan singkat (briefing) terkait apa saja yang boleh dan dilarang dilakukan oleh pendaki selama berada di Rinjani. Hal itu juga terkait dengan keamanan selama pendakian.
”Kecelakaan di gunung risiko mulai dari luka lecet, patah tulang, hingga terbesar kematian. Intinya, pendaki harus mencari informasi tipikal rute dan medan yang akan dituju. Kalau pakai pemandu, wajib menaati instruksi pemandu selagi untuk kebaikan dan kelancaran bersama,” kata Erwin.
Menurut Erwin, gempa bumi 2018 yang mengguncang Lombok sempat membuat Rinjani ditutup untuk pemeriksaan jalur, tetapi tidak ada perubahan signifikan akibat gempa itu, misalnya jalur ke puncak. Hingga saat ini, kata Erwin, jalur ke puncak juga masih kategori aman, tetapi membutuhkan kewaspadaan para pendaki.
”Kecelakaan di gunung sering terjadi karena tidak mengenal medan. Juga tidak mengindahkan instruksi pemandu. Selain itu, pendaki juga tidak siap dari segi peralatan serta memaksakan keadaan fisik,” kata Erwin.
Selaku penyedia jasa pemandu pendakian, Erwin berharap kejadian kecelakaan di Rinjani menjadi pelajaran penting. Tidak hanya bagi TO, tetapi juga pendaki.
”Pendaki harus dikasih tahu di puncak untuk tidak berfoto terlalu pinggir karena jurang yang curam. Apalagi, pendaki cenderung tidak sadar kalau sudah berswafoto karena ramainya pendaki lain,” kata Erwin.
Pascakejadian itu, kata Dwi, tidak ada penutupan sementara pendakian. Meski demikian, pihak TNGR akan mengambil sejumlah langkah.
Selain menambah sarana dan prasarana, termasuk papan peringatan di berbagai titik rawan, pihak TNGR juga akan mengingatkan TO terkait briefing sebelum pendakian.
”Saat briefing lebih menekankan ke porter atau pemandu untuk memperhatikan keselamatan tamu yang dibawa. Jadi, benar-benar dikawal. Misalnya, saat berada di area pelawangan atau puncak,” kata Dwi.