Polres Lamandau Gagalkan Peredaran 3 Kilogram Sabu di Jalur Trans-Kalimantan
Polres Lamandau gagalkan penyelundupan narkoba jenis sabu dalam rentang satu bulan dengan barang bukti 3 kilogram sabu dan sejumlah ekstasi di jalur Trans-Kalimantan. Para pelaku diduga jaringan lintas provinsi.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
NANGA BULIK, KOMPAS — Kalimantan Tengah masih menjadi sasaran para pengedar narkoba lintas provinsi yang menggunakan jalur Trans-Kalimantan sebagai jalurnya. Dalam waktu lebih kurang sebulan, Kepolisian Resor Lamandau menggagalkan peredaran sabu dari Kalimantan Barat dengan total barang bukti sabu seberat 3 kilogram lebih dan 943 butir ekstasi.
Kepala Kepolisian Resor Lamandau Ajun Komisaris Besar Bronto Budiyono menjelaskan, total sabu dengan berat 3 kilogram lebih dan 943 butir ekstasi itu disita petugas dari lima tersangka pada dua kasus yang berbeda. Mereka diduga merupakan jaringan pengedar narkoba lintas provinsi.
”Penangkapan ini merupakan bentuk pencegahan terjadinya peredaran narkoba dan tentunya menyelamatkan banyak jiwa. Kami punya komitmen Lamandau terbebas dari peredaran barang haram itu,” kata Bronto pada Selasa (16/8/2022).
Bronto menjelaskan, dua kasus itu diungkap pada rentang waktu Juli-Agustus. Kasus pertama terjadi pada 14 Juli 2022 lalu dengan total tiga tersangka, yakni RS (33), RT (24), dan JY (38). Ketiganya ditangkap saat aparat sedang melakukan razia kendaraan di jalur Trans-Kalimantan tepatnya di wilayah Desa Kujan, Kecamatan Bulik, Kabupaten Lamandau, Kalteng.
Petugas melihat sebuah mobil hitam yang berhenti sebelum mencapai titik razia dan berupaya untuk berbalik arah. Petugas mengejar, lalu menggeledah mobil tersebut. Dalam mobil itu, petugas langsung melihat beberapa alat isap narkoba atau yang dikenal dengan sebutan bong, juga pipet yang dimodifikasi untuk menikmati narkoba. Petugas kemudian memeriksa menyeluruh isi mobil dan ketiga orang yang berada di dalam mobil hingga menemukan bungkusan berisi 2.055,15 gram sabu dan 943 butir ekstasi.
”Ada dua bungkusan yang kami dapat saat itu berisi sabu dan butir-butir yang kemudian dicek ternyata ekstasi. Pelaku kami tahan dan kami bawa ke kantor Polres,” ucap Bronto.
Setelah diperiksa, lanjut Bronto, pelaku mengaku bakal mengedarkan barang haram itu ke Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalteng. Polisi menduga ketiganya merupakan jaringan pengedar dari Kalimantan Barat.
Kasus kedua terjadi pada 8 Agustus 2022. Masih di jalur Trans-Kalimantan yang menghubungkan Kalimantan Barat dan Kalteng, polisi mendapatkan informasi dari masyarakat bahwa terdapat pengiriman sabu dari Kalbar menuju Nanga Bulik, Kabupaten Lamandau.
Dua pelaku ditangkap pada 9 Agustus 2022 dini hari sekitar pukul 01.00 WIB di jalan Trans-Kalimantan. Polisi menghentikan sebuah mobil yang mereka curigai, lalu memeriksa isi mobil, pengendara dan penumpang, yakni ATP (29) dan HT (44). ”Saat digeledah, tidak ditemukan apa-apa,” ujarnya.
Pemeriksaan berlanjut ke kendaraan yang mereka kendarai. Polisi kemudian mendapatkan satu bungkus plastik berukuran besar yang berisi sabu dengan berat 1 kilogram. Keduanya menjadi tersangka.
”Kami melakukan penyelidikan lebih lanjut dari kasus ini dan berdasarkan keterangan dari tersangka ATP, kita berhasil mengamankan satu tersangka lain berinisial NW (39) di Kota Sampit yang, menurut rencana, akan menerima barang haram tersebut,” ujar Bronto.
Dari dua kasus tersebut, petugas kemudian menetapkan enam orang sebagai tersangka. Mereka langsung ditahan dan saat ini kasusnya sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Lamandau dan menunggu proses persidangan. Meski dua kasus itu tidak memiliki hubungan antartersangka, polisi terus mengawasi jaringan pengedar Kalimantan Barat yang masuk ke wilayah Kalteng melalui Lamandau.
Para tersangka dikenakan Pasal 114 Ayat (2) juncto Pasal 132 Ayat (1) atau Pasal 112 Ayat (2) juncto Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Mereka diancam hukuman mati, pidana seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat enam tahun dan paling lama 20 tahun penjara dengan denda minimal Rp 1 miliar dan denda maksimal Rp 10 miliar.
Bupati Lamandau Hendra Lesmana dalam pernyataan tertulis mengapresiasi kinerja Polres Lamandau. Menurut dia, mengungkapkan kasus itu merupakan bentuk pencegahan dan penyelamatan ribuan warga Kalteng.
”Pengungkapan tersebut menangkal daya rusak dan memberikan dampak positif bagi penyelamatan jiwa masyarakat Lamandau. Tentu capaian ini sangat luar biasa sekaligus sebagai warning keras bagi orang-orang yang ingin coba-coba melakukan peredaran narkoba di wilayah Kalimantan Tengah,” kata Hendra.