Peredaran Narkoba di Kalteng Masih Tinggi di Masa Pandemi Covid-19
Selama Agustus, Polda Kalteng sudah menangkap sejumlah pelaku pengedar narkotika. Dari para pelaku, setidaknya polisi menyita 2 kilogram sabu yang kemudian dimusnahkan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Peredaran narkoba masih tinggi di masa pandemi Covid-19. Selama Agustus, Polda Kalteng meringkus sejumlah pelaku pengedar narkotika. Dari para pelaku, setidaknya polisi menyita 2 kilogram sabu yang kemudian dimusnahkan.
Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo mengungkapkan, pemusnahan barang bukti 2 kilogram sabu merupakan hasil dari pengungkapan beberapa kasus di tiga wilayah di Kalteng, yakni Kota Palangkaraya, Kabupaten Gunung Mas, dan Kabupaten Katingan.
”Kami juga heran mengapa saat pandemi ini kasus narkoba tidak menurun, tetapi meningkat. Aparat tetap berkomitmen tinggi memberantasnya,” kata Dedi di Kota Palangkaraya, Rabu (2/9/2020).
Dedi menjelaskan, rincian kasus yang diungkap selama Agustus 2020, antara lain, adalah satu kasus di Kabupaten Katingan dengan tiga tersangka, yakni SA, FA, dan TH. Barang bukti yang disita dari ketiganya mencapai 235,52 gram.
Lalu di Kota Palangkaraya, polisi menangkap enam tersangka dengan barang bukti sebanyak 1.6431 gram sabu. Adapun di Kabupaten Gunung Mas terdapat satu tersangka dengan barang bukti sabu seberat 19,01 gram.
”Barang bukti yang dimusnahkan ini hanya dari tujuh kasus. Namun, ada yang satu kasus, tetapi tersangkanya tiga orang,” kata Dedi.
Selama 2020, data dari Polda Kalteng menunjukkan jumlah kasus narkoba mencapai 76 kasus dengan 95 tersangka. Adapun barang bukti yang ditemukan adalah 5,5 butir ekstasi, 3,8 kilogram sabu, dan 3.005 butir zenith dan sejenisnya. Jumlah itu terus meningkat setiap bulannya.
Dedi menjelaskan, jaringan narkoba di Kalteng masih ada yang dikendalikan dari dalam lembaga pemasyarakatan. Bukan hanya di dalam wilayah Kalteng, melainkan juga dari luar pulau, seperti kasus di Palangkaraya yang dugaannya dikendalikan oleh napi di sebuah lembaga pemasyarakatan di Jawa Timur.
”Di mana pun dan kapan pun akan kami tindak semua pengedar dan pengecer narkoba ini sesuai dengan prosedur yang berlaku dan ketentuan hukumnya,” kata Dedi.
Jaringan narkoba di Kalteng masih ada yang dikendalikan dari dalam lembaga pemasyarakatan.
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Kalteng Brigadir Jenderal (Pol) Edy Swasono mengungkapkan, Kalimantan Tengah dalam lima tahun terakhir menjadi sasaran baru para pengedar di seluruh Indonesia, bahkan internasional. Hal itu merujuk pada penelitian BNN tentang jumlah masyarakat yang terpapar narkoba di Kalteng mencapai 19.000 orang.
Edy juga menyampaikan bahwa di Kalimantan Tengah setidaknya 3-4 kilogram sabu dibutuhkan untuk memenuhi pasar narkotika Kalteng. Dengan kebutuhan pasar yang tinggi, upaya untuk memasukkan obat terlarang itu pun meningkat.
”Kalteng memang sudah menjadi sasaran, tidak seperti dulu yang hanya transit. Mereka (pengedar) sudah menjadikan wilayah ini market baru,” ujar Edy.
Edy menyampaikan, pihaknya akan berupaya mengintervensi barang-barang yang masuk dengan terus melakukan penangkapan. Di satu sisi, sosialisasi dan edukasi juga tak berhenti dilakukan.
”Tak hanya nasional dan pengedar lokal, negara-negara seperti Tiongkok, Malaysia, dan beberapa negara lain juga mengincar untuk mengirim ke sini,” kata Edy.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kalteng Komisaris Besar Hendra Rochmawan mengungkapkan, salah satu pasar atau target para pengedar di Kalteng adalah wilayah perkebunan dan pertambangan.
”Itu sudah sejak lama menjadi sasaran karena narkoba menjadi doping para pekerja di sana (perkebunan dan pertambangan). Mereka yang ingin bekerja lebih dari jam kerja,” kata Hendra.
Menurut Hendra, peredaran terjadi cukup besar di dua sektor tersebut karena jangkauan dan luas wilayah yang begitu besar. Meskipun demikian, pihaknya terus berupaya memutus ratai penyebaran narkoba.
”Sasarannya memang di sana, mulai dari pengguna kecil hingga akhirnya nanti menjadi pencandu. Ini berbahaya sekali bagi para pekerja kita dan untuk sektor industrinya pasti terancam,” papar Hendra.