Atraksi dan Dekorasi Pemikat Penikmat Kopi di Palembang
Beragam atraksi dan rangkaian dekorasi menarik diciptakan oleh pemilik kedai untuk memikat para pelanggan. Cara ini dianggap efektif untuk merekatkan hubungan antara pembuat kopi dan konsumennya.
”
Beragam pendekatan menarik diciptakan oleh pemilik kedai untuk memikat para pelanggan. Cara ini dianggap efektif untuk merekatkan hubungan antara pembuat kopi dan para konsumennya. Termasuk memberikan wawasan dan pengalaman tentang perkopian Sumatera Selatan.
Hino Bagas Saputro (60), pemilik kedai Mung Kopi Palembang, dengan perlahan memasukkan setengah kilogram (kg) biji kopi arabika Semendo ke gerabah buatan perajin Kasongan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Gerabah berdiameter 19 sentimeter (cm) dengan kedalaman 15 cm itu dipanaskan di atas kompor.
”Cara tradisonal seperti ini dipercaya dapat menambah kuat cita rasa kopi karena gerabah memiliki sifat menyimpan panas,” jelas pria yang akrab disapa Pakde Mung kepada para pelanggannya yang sedang mampir, Minggu (31/7/2022).
Aroma kopi dari asap yang mengepul juga menggugah penciuman para pelanggan. Mereka seakan terpana lantaran belum pernah menyaksikan pemanggangan kopi seperti ini sebelumnya.
Baca juga: Anomali Cuaca, Produksi Kopi di Sumsel Menurun Signifikan
Dengan menggunakan spatula kayu, beberapa kali Pakde Mung mengaduk biji kopi agar pemasakan bisa lebih merata. Spatula itu sudah agak menghitam karena memang sering digunakan untuk mengaduk biji kopi.
Dibutuhkan waktu sekitar 45 menit sampai biji kopi terpanggang sempurna. Kematangan kopi ditandai ada bunyi ”krek”. ”Jika sudah ada bunyi tersebut, berarti telah matang,” ujarnya.
Setelah itu, biji kopi yang telah matang itu didiamkan beberapa saat. Setelah dingin, Pakde menuangkan biji kopi ke dalam stoples. Biji kopi tersebut akan menjadi bahan baku di kedainya hingga satu minggu ke depan. Sejumlah biji dimasukkan ke mesin giling untuk dijadikan bubuk kopi.
Pakde Mung yang sudah lima tahun bergelut di usaha kopi segera menyeduh bubuk kopi buatannya itu. Ia menuangkan air panas dari dalam teko yang telah diseduh ke dalam tiga gelas. ”Silakan coba dulu. Kali ini gratis,” ujarnya kepada pelanggan yang sudah siap mencicipi kopi buatan Pakde Mung.
Sembari menikmati kopi, Pakde Mung berbincang akrab dengan konsumennya tentang berbagai topik. Mulai dari politik, kuliner, budaya, hingga isu yang sedang hangat saat itu. Tak heran, banyak dari pelanggannya yang singgah hingga lebih dari satu jam.
Bagi Pakde Mung, ngopi bukan sekadar menikmati racikan minuman, melainkan juga mengikat tali persaudaraan. ”Dari ngopi kita bisa bertukar pikiran sekaligus menambah wawasan,” ucapnya.
Pendekatan dengan cara berbincang juga dilakukan oleh pemilik Anestic Coffee, Palembang, Rangga Munggaran (35), yang kerap berkomunikasi dengan pelanggannya. Bagi pria yang sudah berpengalaman menjadi barista sejak 10 tahun lalu ini, berbincang adalah cara jitu untuk mengetahui selera pelanggan. ”Karena setiap biji kopi memiliki pecintanya sendiri,” ucap Rangga.
Bagi pencinta kopi, ngopi merupakan cara untuk mencari pengalaman. Tujuan mereka mampir ke kedai-kedai kopi adalah untuk mencari sensasi baru dari sebuah varian kopi. ”Semakin banyak kopi yang dicicipi, akan semakin kaya pula penilaian akan sebuah varian kopi,” ujarnya.
Karena itu, seorang barista tidak hanya bertugas menjadi seorang ”koki kopi”, tetapi harus mampu berkomunikasi. Itulah salah satu alasan ia membentuk Barista Street League (Liga Barista Jalanan) yang menjadi wadah kreativitas para barista. Selain menguji keterampilan membuat kopi, di liga tersebut juga akan dinilai cara berkomunikasi para barista yang berkompetisi.
Menurut dia, saat ini banyak barista yang tercipta bukan dari pengalaman sendiri, melainkan desakan industri akibat menjamurnya kedai kopi di Palembang. ”Masih banyak barista yang hanya tahu membuat kopi tanpa tahu asal kopi yang dia olah tersebut,” ujarnya.
Baca juga: Sumsel Mulai Kembangkan Kopi Arabika di Kawasan Perhutanan Sosial
Cara berbeda dilakukan oleh pengelola kedai kopi gerai hutan Palembang. Mereka mengedepankan hiasan dekorasi untuk memperkenalkan kopi dari hulu hingga hilir. Asisten Teknikal Binis Hutan Kita Institute Aidil Fikri memperlihatkan beberapa bingkai yang berisikan informasi tentang pengelolaan kopi.
Misalnya bingkai yang menginformasikan fase sangrai, sampel kopi cacat pada proses sangrai, hingga beragam referensi buku tentang kopi yang disusun dalam rak. Di kedai tersebut juga dibuat etalase tempat sejumlah produk petani binaan di lima daerah di Sumsel.
”Kedai ini menjadi galeri bagi pelanggan untuk mengetahui informasi lebih dalam tentang kopi sembari menyeruput kopinya,” ucap Aidil.
Di daerah asalnya, ngopi merupakan sebuah tradisi untuk merekatkan silaturahmi. Monika (52), Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa Cahaya Alam, Kecamatan Semende Darat Ulu, Kabupaten Muara Enim, menuturkan, budaya ngopi sudah ada sejak turun-temurun.
Karena itu, selain untuk dijual, kopi asal Semendo juga digunakan untuk kebutuhan pribadi, yakni menyiapkan stok untuk ngopi bagi diri sendiri, keluarga, maupun tamu yang berkunjung. Sebagian besar warga pun sudah memiliki kemampuan untuk mengolah kopi. ”Kopi yang disajikan biasanya kopi robusta yang cukup pekat dicampur dengan gula,” ucapnya.
Wajar, jika ada orang yang bertamu, menu utamanya adalah kopi dari hasil kebun sendiri. Selain berbincang santai, tradisi ngopi juga dilakukan dalam acara resmi seperti pernikahan atau syukuran. ”Wajar kalau rata-rata warga Semendo bisa ngopi hingga 5 kali dalam sehari,” ujar Monika sembari tertawa.
Analis Madya Sarana dan Prasarana Perkebunan Dinas Perkebunan Sumatera Selatan Rudi Arpian mengapresiasi pegiat kopi dan pemilik kedai mengemas beragam cara untuk memikat para pelanggan. Cara itu juga upaya untuk memperkenalkan kopi Sumsel sekaligus memperkenalkan budaya ngopi.
Hanya saja belum ada kedai kopi yang menggambarkan secara menyeluruh terkait pengolahan kopi dari hulu ke hilir disertai tradisi ngopi di wilayah asalnya. Karena itulah, Rudi menganggap penting agar pemangku kepentingan bersama menciptakan ”rumah kopi” yang benar-benar menggambarkan kondisi kopi Sumsel secara menyeluruh. ”Rumah kopi itu akan menjadi etalase kekayaan kopi di Sumsel,” ujarnya.