Ribuan Anak Balita di Kota Bandung Masih Alami Tengkes
Hingga 2021, masih ada lebih dari 7.500 anak balita yang mengalami tengkes akibat gizi buruk. Penanganan menyeluruh dan multisektor dibutuhkan karena permasalahan ini menyentuh banyak dimensi.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Ribuan anak balita di Kota Bandung, ibu kota Jawa Barat, masih menderita tengkes atau stunting. Selain dana Pemerintah Kota Bandung, kecamatan dan kelurahan juga diminta menganggarkan minimal 10 persen anggarannya untuk penanganan masalah ini.
Wali Kota Bandung Yana Mulyana dalam kegiatan ”Rembuk Stunting” di Kota Bandung, Jumat (29/7/2022), mengatakan, 7,59 persen dari 125.000 anak balita di Kota Bandung masih mengalami tengkes. Kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis tersebut melanda lebih dari 7.500 anak balita pada 2021.
Menurut Yana, angka tersebut berkurang dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pemerintah Kota Bandung mencatat, angka tengkes di kota ini pada 2020 menyentuh 9.567 anak balita atau sekitar 8,93 persen. Artinya, kata dia, ada penurunan angka tengkes 1,34 persen atau setara dengan 1.999 anak balita.
”Meskipun percepatan penanganan stunting cukup baik, ternyata masih ada angka 7,59 persen dari target sasaran 125.000 anak balita. Dari analisis situasi kinerja tahun 2021, pola asuh dan perilaku masyarakat dalam keluarga masih jadi faktor utama,” papar Yana.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung Ahyani Raksanagara menyatakan, penanganan tengkes memerlukan perhatian berbagai pihak. Tidak hanya dari segi kesehatan, tetapi penanggulangan kemiskinan hingga kesiapan keluarga juga menjadi penting dalam menghadapi kondisi tersebut.
Ahyani berujar, upaya penanganan tengkes ini dimulai dari keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat. Kesehatan keluarga, mulai dari makanan bagi ibu hamil dan bayi hingga sanitasinya berpengaruh bagi tumbuh kembang bayi.
”Penyebab (tengkes) ini multidimensi sehingga yang berperan itu multisektor. Jangan sampai ada stunting yang baru. Tidak hanya dari kesehatan ibu dan bayi, tetapi juga pemberdayaan masyarakat hingga memastikan kesiapan keluarga,” ujarnya.
Alokasi anggaran
Yana memaparkan, ada 56 kelurahan yang akan menjadi fokus prioritas dalam penanganan tengkes hingga 2023. Meski demikian, perhatian terhadap anak balita tengkes tetap diberikan pada seluruh wilayah.
Prioritas ini ditunjukkan dengan alokasi anggaran bagi penanganan tengkes, baik di perangkat daerah hingga kewilayahan. Yana menginstruksikan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait agar mengalokasikan minimal 5 persen dari anggaran mereka untuk penanganan tengkes.
Selain itu, perangkat kewilayahan, seperti camat dan lurah, diminta menganggarkan minimal 10 persen dari dana Program Inovasi Pemberdayaan Pembangunan Kewilayahan (PIPPK) untuk penanganan tengkes. Menurut Yana, upaya ini menjadi salah satu upaya untuk memahami hingga menanggulangi tengkes tersebut.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Bandung Dewi Kaniasari mendukung penuh alokasi anggaran tersebut. Dia berharap sinergi dalam upaya penurunan tengkes ini menghasilkan komitmen yang kuat.
”Hitungan idealnya, setiap OPD menganggarkan 5 persen dan dari kewilayahan 10 persen dari PIPPK. Aksi konvergensi dan intervensi dari beberapa OPD ini yang kami coba sinergikan dalam upaya penurunan tengkes ini,” ujarnya.