”Emas” yang Terpendam di Kalimas
Kalimas di Surabaya, Jawa Timur, tak sekadar berfungsi sebagai pengendali banjir, apalagi penampungan limbah. Sepatutnya Kalimas dikembalikan sebagai bagian integral yang penting bagi kehidupan masyarakat Surabaya.

Alun-alun Surabaya berada di kompleks Balai Pemuda yang dilengkapi ruang bawah tanah dari Jalan Gubernur Suryo hingga Jalan Pemuda, yang hingga Sabtu (9/7/2022) semakin ramai dikunjungi karena Pemkot Surabaya rutin memberi kesempatan kepada perekja seni dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) untuk berpameran.
”Kalimas, Kalimas, Kalimas
Dulu kala sura dan buaya bertarung berperang memilikimu
Kau menjadi saksi dalam perang dan damai insan sekitarmu ...”
Demikian petikan bait lagu ”Kalimas” karya The Gembel’s Group dari Surabaya yang populer dalam dasawarsa 1970-1980. Sampai kini, Kalimas seolah masih menjadi saksi perang dan damai sejumlah kepentingan para insan.
Kalimas merupakan bagian muara Sungai Brantas. Batang air ini merupakan percabangan Kali Surabaya di Wonokromo yang mengarah ke utara. Aliran ke timur menjadi Kali Jagir. Kali Surabaya juga percabangan Sungai Brantas di Mojokerto. Brantas merupakan sungai terpanjang kedua di Jawa atau terpanjang di Jatim yang berhulu di Sumberbrantas, Batu, lereng Arjuna-Anjasmara.
Brantas termasuk Kalimas berandil besar dalam perjalanan peradaban Jatim sejak era Kahuripan atau abad ke-11 hingga abad ke-20 masa Hindia-Belanda. Kalimas menjadi urat nadi ekonomi dan perdagangan Curabhaya di era klasik dan Soerabaia di era Hindia-Belanda. Meski berkelok cuma sepanjang 15 kilometer (km) dari Wonokromo sampai Tanjung Perak, Kalimas merupakan roh kehidupan Surabaya.
Sejarah mencatat, pada abad ke-17, penguasa wilayah Jatim saat itu mulai memindahkan pusat aktivitas perdagangan dan kepelabuhanan dari Gresik ke Surabaya. Di era VOC dan kolonial Hindia-Belanda, Surabaya dijadikan pusat angkatan laut, kemaritiman, industri perkapalan dan pengedokan, dan didukung transportasi dan telekomunikasi, rumah sakit dan kampus, serta kantor pos.
Permukiman dan pasar utama berdiri dan bertahan di sepanjang Kalimas. Misalnya, Pasar Wonokromo, Keputran, Kayoon, Genteng, Ampel, dan Pabean. Kampung Darmo Kali, Dinoyo, Ngagel, Peneleh, Tambak Bayan, Kapasan, Bongkaran, Kembang Jepun, dan Nyamplungan. Selain itu, pusat perniagaan di Jalan Kembang Jepun, Jalan Pahlawan, Jalan Tunjungan, Jalan Basuki Rahmat, dan Jalan Ahmad Yani yang notabene tulang punggung transportasi di Surabaya berada di dekat Kalimas.
Meski merupakan metropolitan terbesar kedua atau setelah Jakarta dan dianggap kurang memiliki keelokan lanskap alami, Surabaya amat memanjakan mata dan hati warga serta pengunjungnya. Selain taman, museum, pantai, kebun binatang, kawasan konservasi, kawasan cagar budaya dan kota tua bernuansa Eropa dan Asia, dan kuliner khas, Surabaya juga amat layak memanggungkan kembali Kalimas sebagai ikon wisata.
Ketua Surabaya Heritage Freddy Isnanto mengatakan, jejak-jejak arkeologis masih cukup jelas terlihat di kampung komunitas Melayu, Arab, Pecinan, Jawa, dan kolonial Hindia-Belanda. Wujudnya dalam bangunan tua dan obyek fisik, kesenian, kuliner, busana, upacara, kearifan, dan tradisi dalam payung budaya Arekan (Arek) yang khas Jatim.
”Surabaya merupakan kota dengan tinggalan yang komplet dan tidak bisa dilepaskan dari Kalimas,” kata Freddy. Di Surabaya pula tempat peristiwa paling berdarah terjadi, yakni Pertempuran Surabaya, perobekan bendera Belanda menjadi Merah Putih. Dalam karakter lainnya, Surabaya menjadi pusat perdagangan bagi kawasan Indonesia timur yang mencakup Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
Baca juga: Kalimas Riwayatmu Kini

Pengunjung sedang minta dilukis oleh pelukis yang berpameran sambil melayani lukisan diri di Alun-alun Surabaya yang berada di bawah Balai Pemuda Surabaya, Sabtu (9/7/2022).
Freddy melanjutkan, kampung-kampung di Surabaya yang tumbuh di sepanjang Kalimas menegaskan budaya Arek yang egaliter, terbuka, toleran, tetapi juga peka, berani, gotong royong, dan guyub juga senang kumpul alias cangkrukan. ”Surabaya sejak era Hindia-Belanda dipandang amat strategis sehingga dibangunlah industri kapal, pelabuhan, bahkan benteng-benteng tepi laut,” katanya.
Ikon wisata baru
Kuncarsono Prasetyo, penggagas Suroboyo Mbois dan Surabaya Urban Track (SubTrack), mengingatkan, kalangan warga ibu kota Jatim jangan sekadar melihat Kalimas dari sisi nostalgia atau kejayaan di masa lalu. Memang, sejarah telah membuktikan peran vital Kalimas bagi peradaban di masa lalu Surabaya.

Gedung sisa zaman kolonial di sekitar Jembatan Merah, Surabaya, Jumat (13/8/2021). Walau menjadi penanda berkembangnya Surabaya menjadi kota besar, banyak bangunan tua dalam kondisi memprihatinkan. Beberapa bangunan yang telah berstatus Bangungan Cagar Budaya juga mengalami nasib yang sama. Perlu usaha dari banyak pihak agar bangunan tua yang tersebar di Surabaya bisa terus lestari dan menandai Surabaya sebagai kota yang berbudaya.
”Namun, seiring waktu, Kalimas tidak lagi menjadi tulang punggung kehidupan Surabaya,” kata Kuncarsono, mantan jurnalis itu. Kalimas lebih berfungsi sebagai saluran besar untuk pengairan, pengendali banjir, dan bahkan menampung limbah dari hulu dan permukiman, serta segala aktivitas di sepanjang batang air tersebut.
Upaya ”merawat” kembali memori kolektif terhadap Kalimas dengan kepariwisataan, lanjut Kuncarsono, amat baik dan perlu didukung. ”Jika ingin berdampak besar, sebaiknya pemerintah tidak menjadi operator, tetapi swasta. Pemerintah cukup memfasilitasi dan memastikan Kalimas aman dan nyaman,” ujarnya.
Melahirkan kembali Wisata Perahu Kalimas amat baik. Harapannya, semakin banyak warga yang terlibat, akan merasakan nuansa Kalimas. Bisa didorong kegiatan lain, misalnya festival bahkan kejuaraan olahraga air di Kalimas.
Baca juga: Mengungkit Ekonomi Warga Surabaya Lewat Wisata
Interaksi antara masyarakat dan Kalimas akan bermanfaat dalam pemeliharaan dan pelestarian sungai ini. Tentunya, aktivitas pariwisata, budaya, dan olahraga tidak akan berjalan baik jika misalnya Kalimas tercemar, tidak terawat, tidak tertata, kumuh, bau, dan kotor.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi tampaknya punya ”strategi” dan keberanian untuk mendorong penataan dan pemanfaatan Kalimas. Keinginan agar 3 juta jiwa warga Surabaya bertamasya dan rutin menikmati ”rumah sendiri” lebih dalam tidak akan sulit diwujudkan.
”Kami mengupayakan Kalimas kembali menjadi salah satu ikon wisata air di Surabaya yang terintegrasi dan berkembang dengan segmen pariwisata lainnya yang sudah ada,” kata Eri.
Selamat mendulang ”emas” wisata Kalimas.

Dengan perahu wisata, warga menikmati keindahan Sungai Kalimas di Taman Prestasi, Kota Surabaya, Selasa (12/7/2022) malam. Pemerintah Kota Surabaya kini memaksimalkan potensi Sungai Kalimas sebagai tempat wisata. Pemkot Surabaya memasang lampu di sepanjang Sungai Kalimas dari Monemun Kapal Selam hingga Siola sehingga dapat dinikmati keindahannya pada malam hari.